Friday, May 28, 2010

Penyakit Kusta Lucio dan Latapi yang Difusif: sebuah kajian histologis

Ringkasan

Latar belakang dan tujuan: Ladislao de la Pascua menemukan kusta berbintik atau lazarine untuk pertama kalinya pada tahun 1844. Selanjutnya, Lucio dan Alvarado mengkaji dan mempublikasikannya dengan nama yang sama pada tahun 1952. Latapi menemukanannya kembali pada tahun 1938 dan melaporkannya sebagai kusta Lucio “Berbintik” pada tahun 1948. Frenken menyebutkan kusta Lucio dan Latapi difusif pada tahun 1963. Latapi dan Chevez-Zamora menjelaskan bahwa kondisi fundamental dari varietas kusta ini adalah sebuah infiltrasi kutaneous rampat, dengan menyebutnya lepromatosis difusif murni dan primitif, yang padanya berkembang lesi-lesi nekrosis, sehingga lesi-lesi ini disebut Fenomeno de Lucio atau erythema necrotisans. Banyak laporan histopatologi yang menyinggung penelitian fenomena Lucio, dan beberapa diantaranya menyinggung tentang perubahan-perubahan histopatologi yang terjadi selama perjalanan penyakit kusta lepromatous difusif. Tujuan dari penelitian ini adalah melaporkan temuan-temuan histologi yang diamati dalam penelitian terhadap 170 biopsy kutaneous dari kusta Lucio dan Latapi difusif dan 30 dari fenomena Lucio.
Metode: Penelitian ini merupakan sebuah penelitian retrospektif, yang mencakup pemeriksaan 200 biopsy spesimen kulit yang diambil dari 199 pasien penderita kusta difusif pada tahap perjalanan penyakit yang berbeda. Kasus-kasus ini didiagnosa di Mexico mulai dari 1970 sampai 2004.
Hasil: Pemeriksaan histologi menunjukkan adanya pola vaskular yang mengenai semua pembuluh kutaneous, yang ditandai dengan lima ciri menonjol, yaitu: a) kolonisasi sel-sel endothelial oleh bacilli bebas asam, b) proliferasi endothelial dan penebalan dinding pembuluh pada titik obliterasi, c) angiogenesis, d) ectasia vaskular, dan e) thrombosis.
Lesi-lesi nekrosis yang ditemukan pada kusta lepromatous difusif menunjukkan dua pola histopatologi: salah satu diantaranya, vaskulopati oklusif non-inflammatory, dan yang lainnya, vaskulopati oklusif, vaskulitis leukositoklastis, infiltrat neutrofilik besar dan panniculitis lobular. Yang pertama tampak sebagai sebuah akibat dari vaskulopati oklusif yang dihasilkan oleh kolonisasi sel-sel endotelial oleh Mycobacterium leprae. Yang kedua, sebagai akibat dari vaskulopati oklusif sebelumnya ditambah reaksi kusta yang dianggap disini sebagai varian dari ENL.
Kesimpulan: Injury sel endothelial tampak sebagai kejadian utama dalam patogenesis kusta Lucio dan Latapi difusif. Ketika M. leprae telah memasuki sel endothelial, mikroorganisme ini merusak pembuluh darah, menyebabkan perubahan-perubahan spesifik yang terlihat pada varietas kusta lepromatous ini.




Pendahuluan
  
Pada tahun 1844, Ladislao de la Pascua, ketika menjadi Direktur “Hospital de los Lazarinos” di kota Mexico, menemukan tiga bentuk klinis dari kusta yakni tuberculous (nodular), anestetik dan yang ketiga ditandai dengan produksi bintik-bintik merah nyeri yang berkembang menjadi bisul. Pasien-pasien ini dikenal sebagai “Lazarinos” di Mexico. Selanjutnya, Rafael Lucio, bersama dengan Ignacio Alvarado, mempublikasikan sebuah paper berjudul “Opusculo de la Enfermedad de San Lazaro o Elefanciasis de los Griegos” pada tahun 1852, dimana Lucio mengemukakan pengamatannya, yang dilakukan selama 8 tahun pada rumah sakit yang sama di kota Mexico, dimana dia menjadi direkturnya setelah de la Pascua. Dia juga membedakan tiga bentuk klinis dari kusta, yakni: tuberculous (nodular), anestetik, dan berbintik (manchada), dan memberikan perhatian khusus kepada bentuk berbintik, yang ditandai dengan adanya bintik-bintik merah dan terasa sakit yang mengalami nekrosis, dan menarik karena kulit mengalami perubahan-perubahan khas menurut tahapan kondisi ini. Paper petunjuk oleh Lucio dan Alvarado ini perlahan-lahan dilupakan dan varietas kusta ini tidak diketahui oleh para ahli kusta di luar Mexico sampai Latapi dan Chevez-Zamora mengungkapkannya pada Kongres Internasional ke-5 tentang Kusta yang dilaksanakan di Havana pada tahun 1948. Mereka menjelaskan bahwa kondisi mendasar dari bentuk klinis ini, yang tidak disebutkan oleh Lucio dan Alvarado, adalah infiltrasi kutaneous difusif rampat, yang disebut sebagai “lepromatosis difusif murni dan primitif” oleh Latapi dan Chevez-Zamora, yang padanya perjangkitan kutaneous sekunder terjadi. Perjangkitan-perjangkitan ini dianggap sebagai sebuah bentuk reaksi kusta yang dihasilkan oleh vaskulitis ganda, akut dan nekrosis, itulah sebabnya Latapi mengusulkan nama “Fenomeno de Lucio atau erythema necrotisans”. Sebelum laporan Latapi dan Chevez-Zamora dipublikasikan, Martinez Baez telah meneliti lesi-lesi berbintik pada lima pasien di tahun 1941, yang menemukan struktur lepromatosis dasar, vaskulitis akut dengan debu berinti, dan penebalan dan oklusi pembuluh-pembuluh lebih besar yang menghasilkan nekrosis. Dia menemukan untuk pertama kalinya perubahan-perubahan histologi yang terjadi pada apa yang selanjutnya disebut sebagai fenomena Lucio.
  
Pada sekitar tahun1943, Latapi membedakan kusta difusif murni dan pirmitif yang selalu bermula sebagai kusta difusif, dan kusta difusif sekunder, yang muncul dari sebuah bentuk tetap; keduanya menunjukkan aspek klinis sama dan perubahan histologi sama selama perjalanannya. Pada tahun 1963, Frenken memasukkan keduanya dalam nama kusta Lucio dan Latapi difusif, karena memiliki karakteristik dasar, yakni infiltrasi rampat yang tidak pernah mengembangkan nodul.
  
Kusta Lucio dan Latapi difusif ditandai dengan infiltrasi kutaneous difusif, tanpa nodula, berair atau atropik menurut tahap perkembangannya. Distesia, anhidrosis, alopecia, rhinitis destruktif dan telangiectasia, dan sebuah varian khusus dari reaksi lepra disebut fenomena Lucio atau erythema necrotisans (erythema necroticans). Secara histologi telah dilaporkan bahwa temuan parasitisasi endothelial berat oleh Mycobacterium leprae merupakan ciri yang khas dari kusta difusif.
  
Fenomena Lucio ditandai secara klinis oleh bintik-bintik tidak beraturan dengan warna merah tua (machans) disertai sensasi luka bakar, sangat jelas, dan pusatnya berubah-ubah, yang berubah menjadi purpurik dan menjadi nekrotik menyisakan scar stellar atropi. Secara histologi, fenomena Lucio telah dilaporkan memiliki dua pola. Satu melibatkan vaskulitis leukositoklastis sebagai perubahan patologi mendasar, dan yang lainnya, proliferasi sel endothelial, thrombosis, sebuah infiltrat sel mononuklear ringan dan nekrosis ischemic. Pola pertama dianggap disebabkan oleh penyakit kompleks imun yang disebabkan oleh leprae atau antigen kulit. Pada pola kedua, kerusakan vaksular dianggap disebabkan oleh invasi M. leprae secara tidak langsung.
  
Kusta difusif dianggap sebagai yang paling anergik dari semua kusta immunologi. Pada sebuah penelitian tentang tingkat respon lepromin, Leiker melaporkan bahwa tidak semua pasien lepromatous anergik sepenuhnya terhadap lepromin. Karena ada respon lemah terhadap lepromin yang diamati pada banyak kasus seperti ini dan kelihatannya bahwa varietas lepromatous difusi merupakan satu-satunya tipe kusta anergik sejati. Lucio dan peneliti lain meyakini bahwa varietas penyakit ini hanya terdapat di Mexico. Meski demikian penyakit ini tidak hanya ditemukan di Mexico, tetpai juga di negara-negara lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan-perubahan histologis yang terlihat pada 170 biopsy kutaneous dari kusta Lucio dan Latapi difusif dan dari 30 fenomena Lucio.
Bahan dan Metode
  
Ini merupakan sebuah penelitian retrospektif, yang meemasukkan pemeriksaan terhadap 200 spesiemen biopsy dari kusta Lucio dan Latapi difusif yang diambil dari 199 pasien. Pada salah satu pasien, dua spesimen biopsy diambil, satu berasal dari kulit terinfiltrasi dan yang lainnya dari sebuah lesi kulit nekrosis. Kasus-kasus didiagnosa antara tahun 1997- sampai 2004 di Laboratorium Dermatopatologi Institut Diagnosis Epidemiologi dan Referensi (InDRE) di Mexico. Sebanyak 26 kasus berasal dari arsip InDRE; 174 dimasukkan dalam sebuah laporan terdahulu oleh National Leprosy Control Programme. Biopsy-Biopsy yang dipilih untuk penelitian ini adalah yang diambil dari pasien yang memiliki dua atau lebih tanda-tanda fisik dari kusta lepromatous tanpa nodul (DLL). Data klinis diperoleh dari format permintaan histologi. Spesimen-spesimen didispatch dalam botol gelas atau plastin yang mengandung 10% larutan formalin dari propinsi-propinsi berbeda dalam negara ke InDRE di kota Mexico dimana semua pemrosesan histologi dilakukan. Spesimen-spesimen diproses secara rutin dan distaining dengan hematoxylin dan eosin; 125 spesimen pertama dengan stain Fite-Faraco, dan 75 spesimen lainnya dengan srain Fite-Faraco termodifikasi dengan menggunakan larutan carbol-fuchsin untuk menstaining bacilli bebas-asam. Hematoxylin besi Weigert untuk menstaining inti, dan larutan kuning metanil untuk menstaining unsur-unsur jaringan lainnya. Program kusta menggunakan klasifikasi Madrid, yang mempertimbangkan dua tipe polar; lepromatous dan tuberculoid; dan dua kelompok: indeterminat dan dimorf. Klasifikasi ini tidak mencakup kusta lepromatous difusif varietas.

Hasil
  
Seri-seri tersusun atas 128 pria dan 71 wanita, dengan rasio pria : wanita 1,8:1; usia berkisar antara 12 sampai 88 tahun, dengan usia median 37 tahun dan rata-rata 28,8 tahun. Waktu yang dilakui mulai dari kenampakan tanda atau gejala pertama yang dapat dirujuk ke kusta berkisar antara 1 pekan sampai 12 tahun, dengan median 3 tahun dan rata-rata 4,2 tahun. Dari 200 kasus, 181 (90,5%) berasal dari propinsi Pacific Coast Mexico dan 19 (9,5%) berasal dari pronpinsi lain di Mexico.
  
Spesimen biopsy diperoleh pada waktu-waktu berbeda selama perjalanan penyakit, dan mencakup yang menunjukkan kulit normal dan yang memiliki lesi-lesi nekrosis; 170 berasal dari pasien yang mengalami kusta difusif tanpa lesi-lesi nekrotis, dan 30 berasal dari pasien yang mengalami kusta difusif dengan fenomena Lucio. Semua pasien dengan tanda-tanda fisik (DLL), utamanya infiltrasi kulit, gangguan sensasi secara difusif (mati rasa pada aspek dorsal atau ekstremitas, hypaesthesia, atau aesthesia), alopecia kelopak mata dan alis, anhidrosis, dan rhinitis destruktif. Semua spesimen biopsi diperoleh dari kulit dengan gangguan sensoris yang terkait dengan tanda-tanda fisik yang lain dari DLL; 32 dari kulit terlihat normal, 82 dari kulit memiliki infiltrasi difusif, 13 dari kulit atropi, 9 dari makula hypokromik, 7 dari makula erythematous, dan 30 dari kulit dengan fenomena Lucio, data tentang 27 kasus tidak ditemukan. Tempat-tempat biopsy adalah: 141 dari limb, 33 dari telinga, 12 dari batang tubuh, data untuk 14 kasus tidak diketahui. Karena diagnosa klinis yang dilakukan oleh dokter program kontrol tidak mencakup kusta difusif, maka 86 dari format permintaan untuk kajian histologi hanya memiliki “lepromatous” diagnosa klinis. Meski demikian, 62 memiliki diagnosa klinis dari DLL dan 8 diagnosa klinis dari lepromatosus difusif primitif dan murni (PPDL), karena, diagnosa-diagnosa spesifik ini dibuat oleh dokter dengan beberapa tahun meneliti dalam program. Ada diagnosa-diagnosa klinis lain: 7 dari kusta indeterminat, 4 dari kusta dimorfus, 1 dari kusta tuberculoid, 30 dari fenomena Lucio, dan 2 tanpa diagnosa klinis. Tanda-tanda fisik dari kusta yang dilaporkan oleh staff medis dalam format permintaan untuk pemeriksaan histologi, selain dari lesi fenomena Lucio, sangat sesuai dengan DLL, sehingga, tak satupun dari 199 pasien yang memiliki lesi nodular. Total 199 (100%) gangguan sensasi yang dipresentasikan (hypaesthesia atau anestesia atau mati rasa pada ekstremitas), 132 infiltrasi kutaneous difusif, dengan tanpa nodul, 36 tampak adalah kulit normal. 15 kulit atropi, 9 makula hypokromik, 7 makula erythematous, 87 anhidrosis, 126 alopecia alis mata, dan 63 rhinitis destruktif. Gambaran histopatologis dibagi menjadi lima tahapan: (1) awal, (2) diseminasi bacillary, (3) berkembang-baik, (4) nekrosis oleh oklusi vaskular dan (5) nekrosis oleh okluasi vaskular plus reaksi kusta. Perubahan-perubahan yang diamati selama tahap-tahap histologi yang berbeda ini dijelaskan berikut:

TAHAP I: AWAL
  
Sebanyak 53 biopsy terdiri dari 33 pria dan 20 wanita (rasio 1,7:1), usia rata-rata 15 sampai 88 tahun, (median 43 tahun dan mean 43). Tundaan dari kenampakan tanda pertama yang merujuk ke kusta adalah 2 bulan sampai 17 tahun (media 1 tahun, mean 1,4 tahun). Kulit dimana sipesimen diambil adalah: infiltrasi difusif 36, normal dengan dysesthesia 3, atropi 2, makula hypokromik 1, makula erythematous 2, tidak ada informasi 9. Tempat-tempat biopsy adalah: ekstremitas inferior 18, ekstermitas atas 19, thorax 4, dan telinga 9, tidak ada informasi 3.

Histologi
  
Pembuluh darah terlihat membesar dengan dinding menebal yang ditutupi dengan sel-sel endothelial proliferatif plump atau normal. Foci infiltrasi yang tidak signifikan terdapat dalam dermis, tertata di sekitar pembuluh darah yang membesar. Bacilli sangat jarang bisa diamati dalam sel-sel endothelial pada beberapa pembuluh besar dan pada beberapa batang tubuh saraf dari dermis dalam.

TAHAP 2. PENYEBARAN BACILLARY
  
Sebanyak 62 biopsy yang terdiri dari 32 pria dan 30 wanita (rasio 1,1:1; usia berkisar antara 15 tahun sampai 85 tahun, (median 39 tahun). Tundaan kenampakan tanda pertama yang dirujuk ke kusta berkisar antara 1 bulan sampai 22 tahun (media 3 tahun, mean 3,4 tahun). Kulit dimana spesimen diambil adalah: infiltrasi difusif 34, dyesthesia, andhirosis dan alopecia 5, atropik 5, makula hypokromik 7, makula erythematous 3, tidak ada informasi 8. Tempat-tempat biopsy adalah: ekstremitas inferior 20, ekstermitas atas, 22, thoraks 2, abdomen 1, telinga 13, tidak ada informasi 4.
Histologi
  
Penyebaran bacilli bebas-asam (AFB) meluas secara progresif dari pleksus dalam sampai ke semua pembuluh darah kutaneous, ke dalam pembuluh-pembuluh darah subcutic dan dermis reticular; kemudian ke pembuluh-pembuluh plexus superficial; dan terakhir ke dermis kapiler atau papiler. Pembuluh-pembuluh menunkkan bacilli bebas asam di dalam sel-sel endothelial yang membengkakan, thrombosis, kongesti pasif dan ectasia. Lumen dari pembuluh-pembuluh besar dikurangi ukurannya dengan penebalan proliferatif intimal. Infiltrat-infiltrat kecil dari sel-sel mononuklear ditata di sekitar pembuluh darah dermis dan jaringan lemak subkutaneous.

TAHAP 3. BERKEMBANG DENGAN BAIK
  
Sebanyak 55 biopsi terdiri dari 34 pria dan 21 wanita. Rasio P:W 1,6:1; rentang usia 12 tahun sampai 77 tahun, (median 28 tahun, mean 34,6). Tundaan dari kenampakan tanda pertama yang dirujuk ke kusta berkisar antara 4 bulan sampai 20 tahun (median 2 tahun, mean 3,4 tahun). Kulit dimana spesimen diambil adalah: infiltrasi difusif 29, dysthesia, anhidrosis dan alopecia) 7, kulit atropi dengan ddyesthesia, anhidrosis dan alopecia 6, makula hypokromik 1, makula erythematous 2, tidak ada informasi 10. Tempat-tempat biopsy adalah: ekstremitas inferior 26, ekstermitas atas 9, thorax 5, telinga 7, tidak ada informasi 8.

Histologi
  
Lesi-lesi yang berkembang baik ditandai dengan ectasia vaskular, kongesti pasif focal, thrombi dan peningkatan kapiler. Pembuluh darah dari dermis dan subcutis menunjukkan endothelium yang membengkak dan menonjol, dinding tebal dan lumen yang sempit atau terobliterasi (Gambar 1A).
  
Infiltrat, yang tersusun atas limfosit dan makrofage, cukup ringan, dalam dermis yang mengancing pembuluh darah (Gambar 1A), dan pada subcutis yang menginvasi lemak subkutaneous. Jumlah sel Virchow yang bervariasi terdistribusi secara difusif di sekitar pembuluh darah dalam dermis dan lemak subkutaneous. Staining benas-asam  menunjukkan bacilli dalam infiltrat infloammatory perivaskular (Gambar 1B) dan, pada kebanyakan kasus dalam satu atau lebih sel-sel endothelial pembuluh darah kutaneous (Gambar 1C-1E).

TAHAP 4. NEKROSIS ISCHEMIK AKIBAT OKLUSI VASKULAR NON-INFLAMMATORY

Delapan biopsy yang terdiri dari 6 pria dan 2 wanita, rasio 3:1; usia berkisar antara 29 sampai 67 tahun (median 38 tahun mean 3,1 tahun). Tundaan dari kenampakan tanda pertama yang terkait kusta berkisar antara 6 hari hingga 14 hari (median 2 tahun, mean 3,1 tahun). Semua mengalami lesi nekrotis pada kulit, yang darinya spesimen diambil. Tempat-tempat biopsy adalah: ekstremitas inferior 2, ekstremitas atas 3, dan abdomen 1, tidak ada informasi 2.

Histologi
  
Ciri utama pada tahap ke-4 ini adalah kerusakan pembuluh darah yang parah. Keberadaan M. leprae dalam sel-sel endothelial terlihat bertanggungjawab untuk perubahan ini. Kenampakan histologi ditandai dengan nekrosis epidermis dan dermis permukaan, angiogenesis, ectasia, kongesti vena pasif dan oklusi vaskular yang disebabkan oleh thrombi lumina dan/atau oleh penebalan dinding pembuluh. Angiogenesis, ectasia,kongesti vena pasif, dan thrombi luminal paling terlihat pada dermis permukaan (Gambar 2B, 2C, 3F) dan pada dermis tengah (Gambar 2A).
  
Penebalan dinding pembuluh dengan pengurangan lumen dan terkadang dengan obliterasi yang terlihat pada pembuluh dermis (Gambar 3B-3E) dan subcutis (Gambar 3A). Infiltrat inflammatory dan kebeadaan bacilli mirip dengan tahap ketiga sebelumnya.

TAHAP 5. NEKROSIS ISCHEMIK AKIBAT OKLUSI VASKULAR INFLAMMATORY PLUS REAKSI KUSTA

Sebanyak 22 biopsi yang terdiri dari 9 pria dan 13 wanita, rasio 1:1,4; usia berkisar antara 12 sampai 75 tahun, (median 39 tahun, mean 7,8 tahun). Tundaan mulai dari kenampakan tanda pertama yang terkait kusta berkisar antara 3 bulan sampai 28 tahun (median 3 tahun, mean 7,8 tahun) semuanya memiliki lesi-lesi nekrotis pada kulit, yang darinya spesimen diambil. Bagian dari tubuh dimana spesimen biopsy diambil adalah: ekstremitas inferior 9, ekstermitas atas 11, tidak ada informasi 2.

Histologi
  
Tahap kelima ini menunjukkan perubahan-perubahan yang berada di atas kerusakan vaksular oklusif yang telah ada. Ini mencakup nekrosis epidermis (Gambar 4B) dan dermis permukaan, hyalinasi dan/atau deposit fibrin pada dinding-dinding pembuluh darah yang kecil dari dermis dan jaringan lemak subkutaneous. (Gambar 4A-4E).
  
Infiltrat seluler di sekitar pembuluh-pembuluh ini terdiri dari neutrofil, debu inti, beberapa eosinofil, limfosit, dan terkadang sel darah merah. Pembuluh-pembuluh yang besar dalam remis retikular dalam dan dalam subcutis menunjukkan penebalan yang jelas dan proliferasi intimal yang menyebabkan reduksi lumen vaskular dan terkadang oklusi sempurna; dindingnya diinfiltrasi oleh neutrofil dan limfosit (Gambar 4E). Disamping itu, infiltrat neutrofil predominan yang padat terlihat melibatkan dermis yang lebih dalam dan bagian lobular dari jaringan lemak subkutan sebagai sebuah panniculitis lobular. Pada salah satu kasus ada reaksi granulomatous dalam dan di sekitar pembuluh darah besar dari subcutis.

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG DITEMUKAN PADA STRUKTUR KULIT YANG LAIN

AFB ditemukan tidak hanya dalam pembuluh darah, tetapi juga pada pembuluh limfa, saraf, folikel rambut, otot-otot pili erektor, kelenjar sebaceous, kelenjar keringat, dan pada beberapa kasus ditemukan pada lapisan-lapisan epidermis yang berbeda (Tabel 1).
Pembahasan
  
Secara histopatologi, lima tahapan DLL dipertimbangkan dalam penelitian ini, masing-masing diantaranya memiliki sifat yang berbeda. Ketika data klinis dikorelasikan dengan perubahan histologis, ketiga tahapan pertama, awal, tersebar, dan berkembang-baik, sesuai dengan fase dimana pasien  memiliki infiltrasi difusif pada seluruh kulit. Tahap keempat dan kelima dari nekrosis ischemik sesuai dengan fenomena Lucio atau erythema necroticans. Sel-sel endothelial tampaknya menjadi target utama dari organisame, dan setelah invasi M. leprae kerusakan vaskular terjadi sehingga menunjukkan bahwa kolonisasi sel-sel endothelial oleh bacilli bebas-asam bisa bertanggungjawab atas kerusakan ini. Pada tahap awal, perubahan-perubahan terdiri dari pembuluh-pembuluh yang membesar, angiogenesis, dan kongesti. Basilasi endothelial bervariasi dengan menurut perkembangan lesi. Pada awalnya, sangat sedikit bacilli dalam sel-sel endothelial dari pembuluh-pembuluh darah besar. Seiring dengan waktu, organisme-organisme meningkat dalam sel-sel endothelial. Selanjutnya, bacilli menyebar secara progresif dari plexus dalam ke bagian tengah dan pembuluh berukuran kecil dari dermis dan subcitis menghasilkan lesi histologis yang berkembang baik dimana kebanyakan bagian menunjukkan semua pembuluh darah yang memiliki sebuah endothelium terbasilasi, sebuah temuan yang sebelumnya dilaporkan oleh Martinez-Baez, yang menyebutkan: “. . . setiap kali seseorang melihat gambaran pembuluh-darah, seseorang bisa mengamati bahwa bacilli yang disebutkan terdapat satu atau lebih pada sel endothelial”.
  
Kberadaan dan konstitusi infiltrat cukup bervariasi dan kelihatannya tidak terkait dengan usia lesi. Biopsi-biopsi dari beberapapasien pada tahap histologis yang berkembang baik dan dengan evolusi klinis yang lama sampai 10 tahun hanya menunjukkan sedikit infiltrat monointi perivaskular, sedangkan kasus-kasus lain dengan lesi histologis yang berkembang baik tetapi dengan riwayat klinis yang singkat menunjukkan infiltrat mononuklear padat. Relatif sedikit sel-Virchow yang terlihat dibanding dengan bacilli.
  
Tahap keempat dari nekrosis ischemik akibat oklusi vaskular non-inflammatory ditandai secara histologi oleh adanya lesi-lesi kutaneous nekrotis akibat oklusi vaksular oleh proliferasi eendothelial atau thrombosis, dan secara klinis dia bertepatan dengan kenampakan bintik-bintik nyeri yang berwarna ungu terpisah, yang mengarah pada pembengkakan kulit tanpa gejala-gejala sistemik. Disini harus ditekankan bahwa tahap keempat dari nekrosis ischemik akibat oklusi vaksular non-inflammatory nampaknya disebabkan oleh injury jaringan yang disebabkan oleh invasi sel-sel endothelial oleh Mycobacterium leprae dan sehingga nekrosis jaringan ini disebuakan oleh oklusi vaskular oleh endothelium proliferatif atau thrombosis. Pada tahap  ini, gejala-gejala sistemik tidak berkembang dan ini adalah kasus-kasus yang tidak merespon terhadap thalidomida. Pola ini, kerusakan yang terlihat dengan atau tanpa sel-sel inflammatory tipis, tampaknya sesuai dengan salah satu oleh Rea digunakan istilah vasculosis.
  
Tahap kelima dari nekrosis ischemik tampak sebagai sebuah keadaan reaksional akut yang bisa menjadi parah pada pasien seperti ini dan memperbesar kerusakan vaksular yang telah ada. Ini dimanifestasikan secara mikroskopis oleh nekrosis dermis superficial dan epidermis, leukositoklastis vaskulitis pada pembuluh-pembuluh darah kecil dari dermis dan dari subcutis, dan panniculitis lobular, pembuluh darah besar dan berukuran sedang menunjukkan penebalan proliferatif intimal, sebuah lumen vaskular yang sempit, dan dinding-dinding yang diinfiltrasi oleh neutrofil dan limfosit.
  
Tahap kelima dari nekrosis ischemik disini dianggap sebagai sebuah varian parah dari ENL. Jika ini terjadi, penyakit klinis akan menjadi buruk; jumlah titik-titik meningkat tiba-tiba pada beberapa bagian tubuh, lesi-lesi cutaneous nekrotis yang telah ada menjadi semakin besar dan gejala-gejala sistemik tampak. Diduga bahwa ENL dan fenomena Lucio bisa disebabkan oleh mekanisme imunologi yang mirip, keduanya menunjukkan vaskulitis-imjun yang disebabkan oleh deposit-deposit kompleks imun pengikat komplemen dalam dinding pembuluh darah yang kecil, dan keduanya bisa merespon terhadap thalidomida. Pada pasien yang mmenderita ENL atau fenomena Lucio, deposit-deposit dari IgG dan C3, serta kompleks-kompleks imun yang bersirkulasi telah ditemukan dalam dinding pembuluh-pembuluh darah yang kecil. Telah diketahui bahwa kompleks-kompleks imum mengaktivasi sistem komplemen dan menjadi chemotatik untuk neutrofil, yang memangsa kompels-kompleks imun dan selanjutnya rusak dalam bentuk fargmentasi nuklear. Aktivasi sistem bekuan menghasilkan konversi fibrinogen manjdi fibrin. Gambaran histologis menunjukkan neutrofil, debu nuklear, dan fibrin dalam dinding pembuluh-pembuluh darah yang kecil, sifat-sifat yang membentuk diagnosa dari leukositoklastis vasculitis (LCV). Manifestasi-manifestasi yang berbeda secara klinis untuk LCV mencakup makula-makula, papula-papula, nodula-nodula, gelembung-gelembung, bullae dan bisul.
  
beberapa aspek imunologi, histologi dan klinis membedakan fenomena Lucio dari ENL. Secara imunologi, fenomena Lucio terjadi pada pasien-pasien yang dianggap paling anergik terhadap jenis kusta imunologi. Secara histologi, fenomena Lucio dimulai dengan kolonisasi berat dari sel-sel endothelial  oleh bacilli bebas asam. Ini berkembang pada sebuah jaringan yang sebelumnya memiliki kerusakan vaskular parah, dan selalu terkait dengan nekrosis kulit. Secara klinis, fenomena Lucio merupakan sebuah erythema necorcitans, yang ditandai dengan titik-titik merah dan nyeri (manchas) yang berkembang menjadi nekrosis dan pembengkakan yang menyisakan scar stellar atropi, yang terjadi pada sebuah kulit yang memiliki infiltrasi rampat difusif dan tidak adanya nodul-nodul, dan yang muncul pada pasien yang tidak diobati. Pada penelitian  ini, salah satu kasus granulomatous vasculitis dalam subcutis hanya diamati pada pasien-pasien dalam tahapan ini; sebuah perubahan yang bisa berkontribusi bagi anoxia.
  
Fakta lain, pada tahap empat dan lima, adalah temuan oklusi vaskular oleh thrombi, tanpa tanda-tanda inflamasi perivaskular. Endothelium, pada permukaannya, memiliki beberapa sifat antikoagulan dan prokoagulasi, yang jika terganggu, bisa menyebabkakn koagulasi intravaskular. Dengan demikian, aktivasi sel endothelial oleh organisme bisa memicu berbagai peristiwa yang mengarah pada pengubahan fibrinogen menjadi fibrin intravaskular dan thrombosis yang mengoklusi arteriol dan kapiler. Lucio dan Alvarado menyebutkan dalam laporannya bahwa pada pasien-pasien ini, kadar fibrin selalu meningkat, dan pasien berdarah lebih sedikit selama amputasi bedah.

Mukosa nasal terlibat dini dalam perjalanan penyakit kusta Lucio dan sekurang-kurangnya 95% dari semua pasien yang mengalami kusta lepromatous mengalami keterlibatan nasal juga. Bacilli kusta bisa menyebar melalui aliran darah dari hidung ke area lain dari tubuh, diantaranya adalah kulit.
  
Hasil dari penelitian ini mendukung hipotesis bahwa pada kusta Lucio ada bacilli kusta dalam sel-sel endothelial di seluruh pembuluh darha yang mempromosikan pelepasan zat oleh endothelium yang menginduksi reaktivitas vaskular sebagaimana dimanifestasikan oleh pembuluh-pembuluh yang membesar, perubahan morfologis dari sel-sel endothelial, area kongesti vena pasif dan foci pembekuan intravaskular, yang berkembang menjadi koagulasi intravaskular tertular (DIC). DIC merupakan salah satupenyebab kematian diantara pasien-pasien ini.
  
Diduga bahwa pada semua kasus kusta lepromatous, karena nodular atau difusif, lesi pertama adalah sama: kolonisasi endothelium oleh bacilli sehingga perjalanan penyakit ditentukan oleh resistensi dari setiap pasien terhadap mikro-organisme.
  
Pengobatan yang cocok bisa membalikkan perubahan-perubahan obliteratif. Biopsi-biopsi kulit dari pasien yang diobati menunjukkan pembuluh-pembuluh yang bebas organisme. Akan tetapi, beberapa bacilli padat, bisa tetap dalam media pembuluh darah besar, dan terus berlanjut meski dilakukan pengobatan. Pada pembuluh-pembuluh pasien yang diobati, ketebalan dinding berkurang perlahan dan lumen menjadi lebar dan bersih, penyakit tidak berkembang dan nekrosistidak terjadi. Pengobatan dengan dapsone dan rifampicin terkait dengan penghentian lesi-lesi akuat baru secara spontan. Konsekuensinya, restorasi keadaan sel endothelial normal akan menjadi sebuah tuijuan penting dalam pengobatan pasien yang mengalami kusta Lucio dan Latapi difusif. Kedua kriteria penting untuk diagnosa ini adalah: 1) infiltrasi non-nodular difusif, dan 2) parasitisasi endothelial vaskular berat oleh M. leprae.

Kesimpulan
  
Temuan-temuan histologis menunjukkan bahwa kusta Lucio dan Latapi difusif merupakan sebuah gangguan vaskular yang dihasilkan oleh invasi sel-sel endothelial vaskular oleh Mycobacterium leprae. Akan tampak bahwa ketika bacili telah memasuki sel endothelial, mereka menginduksi aktivasi sel endothelial yang mengarah pada perubahan morfologi dan fungsional tertentu, diantarnaya adalah ectasia vaskular, proliferasi dan pembengkakan endothelium dengan ketebalan dinding-dinding pembuluh, angiogenesisi, dan aktivasi pembekuan yang mengakibatkan thrombosis. Perubahan-perubahan ini menandai verietas kusta lepromatous ini. Lesi-lesi nekrosis dari fenomena Lucio pertama-tama diakibatkan oleh vaskulopati oklusif, tanpa gejala-gejala sistemik, dan selanjutnya oleh reaksi lepra yang memperburuk kerusakan vaskular dan menyebabkan tanda-tanda dan gejala sistemik.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...