Saturday, May 29, 2010

Pengaruh Ekstrak Daun Lepidagathis alopecuroides dan Azadirachta indica terhadap Mortalitas Larva Anopheles gambiae dan Culex quinquefasciatus

Abstrak

Dalam penelitian ini dilakukan analisis banding antara sifat-sifat larvisida dari ekstrak cair daun Lepidagathis alopecuroides dan Azadirachta indica (mimba)  terhadap larva Anopheles gambiae dan Cluex quinquefasciatus. Analisis menunjukkan bahwa L. alopecuroides lebih toksik terhadap kedua larva, sedangkan C. quinquefasciatus lebih peka terhadap ekstrak dari kedua tanaman. Untuk ekstrak dari 500 mg daun dalam 1 L air, waktu mematikan (LT50) untuk C. quinquefasciatus dan A. gambiae dengan ekstrak L. alopecuroides memiliki perbandingan 1:4,5, sedangkan untuk ekstrak daun mimba 1:21,8. Tidak ada kematian yang ditemukan pada A. gambiae yang diekspos terhadap daun mimba pada semua konsentrasi sampai munculnya nyamuk dewasa. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa L. alopecuroides lebih potensial dibanding mimba dan bisa dikembangkan sebagai sebuah sumber yang murah, efektif dan terbaharukan yang dapat diikutsertakan dalam program pemberantasan malaria di Nigeria khususnya dan negara-negara lain pada umumnya.

Kata kunci: Lepidagathis alopecuroides, Azdirachta indica, Culex quinquefasciatus, Anopheles gambiae, larvisida.


PENDAHULUAN
   
Berbagai strategi telah dikembangkan untuk mengurangi prevalensi malaria dan penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh nyamuk lainnya di daerah-daerah endemik di seluruh dunia. Pengendalian secara biologis pada tahap perkembangan larva nyamuk merupakan salah satu metode yang murah, mudah digunakan, dan ramah lingkungan untuk pengendalian malaria. Insektisida alami memiliki sifat fitotoksik yang lebih rendah dan tidak mengakumulasi residu-residu kimiawi pada tumbuhan, hewan dan tanah. Banyak zat-zat kimia yang ditemukan pada minyak, daun dan akar tanaman memiliki aktivitas larvisida terhadap nyamuk (Sharma dkk., 1998; Ojewole dan Shode, 2000: Sosan dkk., 2001). Mittal dan Subbarao (2003) telah melakukan sebuah review yang sangat baik terhadap aktivitas mimba, Azadirachta indica, dan tanaman-tanaman lain yang memiliki potensi penanggulangan nyamuk yang telah terbukti.
   
Lamun Lepidagathis alopecuroides (Vahl) yang termasuk ke dalam family Acanthaceae memiliki aktivitas piscisida yang tinggi terhadap spesies ikan Periophthalmus papillio (Obomanu, data tidak dipublikasikan). Banyak piscisida juga memiliki sifat insektisida. Disini kami melaporkan temuan kami tentang aktivitas larvisida dari Lepidagathis alopecuroides dan mimba terhadap Culex quinquefasciatus, dan vektor malaria Anopheles gambiae. Penggunaan ekstrak tanaman cair mentah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memudahkan penerapan hasil penelitian ini terhadap penduduk lokal di daerah yang menjadi objek penelitian.

BAHAN DAN METODE

Pengumpulan larva nyamuk
   
Larva C. quinquefasciatus diambil dari genangan-genangan air dan A. gambiae diambil selokan-selokan di sekitar Federal Housing Estate di Port Harcout dan disimpan dalam ember transparan yang ditutupi dengan jaring-jaring pada suhu kamar (28 ± 2oC) dalam laboratorium.

Prosedur ekstraksi
   
Daun segar L. alopecuroides yang telah ditimbang (0,1, 0,2, 0,3, 0,4 dan 0,5 g) dimasukkan ke dalam 400 ml air suling (pH 7,0) dan dihomogenisasi dengan blender steril. Setelah penyaringan, residu dicuci dengan air (200 ml) dan disaring. Masing-masing filtrat yang diperoleh dari 100, 200, 300, 400 dan 500 mg daun digenapkan menjadi 1 L untuk menghasilkan ekstrak Aa, Ba, Ca, Da, dan Ea, masing-masing. Prosedur diulangi dengan menggunakan daun mimba untuk menghasilkan esktrak Ai, Bi, Ci, Di, dan Ei.

Uji biologis
   
Masing-masing larutan uji diberikan 30 larva nyamuk tertentu pada 300 ml ekstrak tanaman dalam sebuah gelas kimia. Lima kali pengulangan dilakukan untuk masing-masing konsentrasi. Mortalitas diamati pada intervel 5 menit dan dicatat. Larva kontrol disimpan pada kondisi yang serupa tanpa ada perlakuan. Waktu mematikan (LT50) dan konsentrasi mematikan (LC) diperoleh dengan menggunakan Probit Analysis, probit model.

HASIL
   
Nilai LC (LC50, 90, 95) dari ekstrak cair L. alopecuroides terhadap C. quinquefasciatus dan A. gambiae dan juga ekstrak mimba terhadap C. quinquefasciatus pada berbagai interval waktu diberikan pada Tabel 1. Pada masing-masing kasus, toksisitas ekstrak ditemukan meningkat seiring dengan waktu dan konsentrasi. Dengan meningkatnya waktu keterpaparan, nilai LC50 dari L. alopecuroides terhadap C. quinquefasciatus berkurang dari 384,69 mg/L (10 menit) menjadi -0,87 mg/l (20 menit), sedangkan nilai LC50 dari mimba terhadap organisme yang sama berkurang dari 1479,43 mg/L (105 menit) menjadi 47,19 mg/L (225 menit). Kecenderungan yang mirip juga diamati untuk L. alopecuroides terhadap An. Gambiae. Aktivitas larvisida dari L. alopecuroides dan mimba lebih besar pada C. quinquefasciatus dibanding pada A. gambiae. Sehingga C. quinquefasciatus lebih rentan terhadap ekstrak dari kedua tanaman.
   
Setelah 25 menit, ekstrak Aa menghasilkan mortalitas 100% pada C. quinquefasciatus tetapi untuk A. gambia diperlukan waktu yang 4,5x lebih lama untuk menghasilkan tingkat mortalitas yang sama, dan 11,7x bagi ekstrak Ai untuk menyebabkan mortalitas 100% pada C. quinquefasciatus (Tabel 2). Ekstrak Ea menghasilkan mortalitas 100% pada A. gambiae dengan waktu yang 4,5x lebih besar dari waktu yang diperlukan untuk menghasilkan mortalitas yang serupa pada C. quinquefasciatus, tetapi ekstrak Ei memerlukan waktu yang 21,8x lebih lama untuk menghasilkan mortalitas 100% pada C. quinquefasciatus (Tabel 2). Tidak ada mortalitas yang ditemukan pada kontrol untuk kedua larva. A. gambiae pada semua konsentrasi nimba memiliki mortalitas 0% sampai munculnya nyamuk dewasa.
   
Uji ANOVA menunjukkan bahwa mortalitas kumulatif dari U. quinquefasciatus dan A. gambiae yang diekspos ke L. alopecuroides dan mimba signifikan (p < 0,05) pada berbagai konsentrasi dan waktu keterpaparan (Tabel 3). Interaksi antara waktu dan konsentrasi terhadap mirtalitas kumulatif juga ditemukan signifikan (p < 0,05, Gambar 1 – 3).

PEMBAHASAN
   
Mortalitas larva C. quinquefasciatus dan A. gambiae dalam ekstrak tanaman meningkat seiring dengan waktu keterpaparan dan konsentrasi ekstrak. Hasil ini sejalan dengan penelitian lain untuk C. quinquefasciatus dan nyamuk lain yang diekspos ke ekstrak tanaman seperti Nerium indicum dan Euphorbia royleana (Jang dkk., 2002; Singh dkk., 2002; Srivastava dkk., 2003; Coochote dkk., 2004). Waktu dimana mortalitas 100% diamati untuk berbagai konsentrasi keterpaparan larva nyamuk menunjukkan bahwa L. alopecuroides jauh lebih potensial dibanding mimba dan dengan demikian bisa efektif digunakan dalam pengendalian nyamuk-nyamuk ini (Gambar 1-3). Kesimpulan yang serupa bisa ditarik berdasarkan nilai LT50 (Tabel 2). Lebih daripada itu, respon yang berbeda bisa dijelaskan oleh perbedaan tahap instar larva, spesies nyamuk dan ekstrak tanaman. Tahap instar larva yang digunakan dalam penelitian ini tidak ditentukan. Al-Sharook dkk. (1991) menemukan perbedaan mortalitas dari berbagai tahapan larva C. pipiens molestus yang diekspos terhadap ekstrak mentah dari Melia volkensii dan M. azaderach (Meliaceae). Pengamatan-pengamatan yang serupa juga dibuat untuk C. fatigans yang diperlakukan dengan ekstrak daun mimba (Azmi dkk., 1998) dan toksksitas ekstrak Commiphora molmol terhadap C. pipiens dan Aedes caspius (Massoud dan Labib, 2000).
   
Rentang nilai LC50/90 dan hasil ANOVA terhadap mortalitas untuk ekstrak-ekstrak tanaman yang berbeda terhadap larva nyamuk bisa disebabkan oleh perbedaan toksisitas dari bahan aktifnya. Pohon mimba, A. indica, yang termasuk family Meliaceae, merupakan salah satu tanaman yang paling umum diteliti untuk pengendalian nyamuk (Mittal dan Subbarao, 2003). Tanaman ini mengandung beberapa bahan dasar aktif biologis, yang paling utama adalah azadirachtin pada biji, daun dan bagian-bagian lain (Mulla dan Su, 1999). Azadirachtin menghasilkan mortalitas 100% pada Anopheles stephensi dengan konsentrasi 1 ppm (Nathan dkk., 2005). Pada L. alopecuroides, sebuah penelitian screening menunjukkan adanya alkaloid, tannin, saponin dan flavonoid, serta aktivitas antimikroba (Obomanu dkk., 2005). Akan tetapi, bahan dasar aktif yang bertanggungjawab untuk toksisitas terhadap larva nyamuk belum diidentifikasi. Meski demikian, potensi yang tinggi dari tanaman ini bisa disebabkan oleh fakta bahwa satu atau lebih dari bahan dasar yang dimiliki lebih toksik dibanding azadirachtin.
   
Penelitian telah menemukan bahwa aktivitas senyawa-senyawa fitokimia terhadap spesies target berbeda-beda menurut bagian tanaman dari mana bahan tersebut diekstrak, pelarut ekstraksi, tempat tumbuh tanaman dan fotosensitifitas dari beberapa senyawa dalam ekstrak, serta faktor-faktor lainnya (Sukumar dkk., 1991). Faktor-faktor ini, yang mencakup respon dalam tahap perkembangan spesies nyamuk terhadap konsentrasi sub-mematikan dari ekstraktk L. alopecuroides, khususnya efek terhadap pertumbuhan dan reproduksi nyamuk, masih perlu diteliti.
   
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa daun L. alopecuroides bisa dimasukkan ke genangan-genangan air di sekitar habitat manusia sebagai pengendalian yang potensial untuk vektor C. quinquefasciatus, dan yang lebih penting, vektor malaria A. gambiae.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...