Friday, April 16, 2010

Sebuah kajian terhadap kesadaran dan kebutuhan prostodontik pada sebuah populasi lansia di pedesaan India

Abstrak

Sebanyak 80% kehidupan di India berlangsung di pedesaan, yang berbeda dengan kehidupan yang berlangsung di kota, dimana kebanyakan mereka yang tinggap di pedesaan adalah orang-orang yang buta huruf dan tidak berpendidikan. Beberapa orang terdidik dari mereka akan bermigrasi dari desa ke kota untuk mencari nafkah dan pelung usaha yang lebih baik. Dengan alasan yang sama, para dokter gigi lebih memilih untuk tinggal di perkotaan. Yang menjadi korban dari situasi ini adalah orang-orang lansia yang ada di pedesaan. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan prostodontik, tingkat pemenuhannya, kesadaran akan kebutuhan prostodontik dan alasan-alasan tidak terpenuhinya kebutuhan pada sub-populasi pedesaan India yang sudah menua ini.
   
Wilayah penelitian terdiri dari sekelompok dari 6 desa yang disebut “Sarora” terletak di kecamatan Lucknow, Uttar Pradesh, India. Populasi penelitian dibagi berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan dan status ekonomi untuk mempermudah perbandingan. Wawancara dan pemeriksaan klinis adalah alat yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara statistik. Populasi penelitian yang sudah tidak memiliki gigi (edentulous) mewakili 10,1% dari total populasi penelitian dimana 73,1% diantaranya tidak pernah mengunjungi dokter gigi. Populasi yang memiliki gigi utuh (dentulous) dan yang memiliki gigi sebagian (partially dentulous) masing-masing mewakili 11% dan 96,5% dari populasi penelitian, dan populasi yang memiliki gigi sebagian ini ditemukan tidak terpenuhi kebutuhan prostodontiknya. Disimpulkan bahwa program pengembangan diperlukan untuk meningkatkan kondisi populasi pedesaan yang sudah tua.
Kata kunci: Kemah berpindah-pindah, program pengembangan, permintaan prostodontik, kebutuhan prostodontik yang dirasakan, benar.

India merupakan sebuah negara berkembang dengan populasi yang sangat besar, >80% diantaranya tinggal di desa. Wilayah pedesaan memiliki gambaran yang suram, berbeda dengan area perkotaan karena penduduk pedesaan kebanyakan buta huruf, tidak berpendidikan dan mitos-mitos banyak berkembang, standar hidup dan status ekonomi rendah dan tidak ada yang memandang penting pendidikan dan kebebasan bagi wanita. Ketika kita memperhatikan populasi yang sudah tua, penyakit dan kurangnya mobilitas semakin memperparah masalah yang ada. Perawatan gigi hanya terjadi secara alami yakni setelah gigi tanggal, digantikan dengan gigi yang baru tumbuh.
   
Para dokter gigi juga bertanggungjawab terhadap keadaan ini karena rasio populasi yang sama, dimana terdapat 10 kali lebih banyak dokter gigi yang tinggal di kota dibanding di pedesaan India. Program pemberantasan buta huruf dan program pengembangan diarahkan kepada generasi muda, yang tidak mendapatkan banyak peluang di desa, sehingga mereka bermigrasi ke perkotaan meninggalkan kampung halaman mereka sendiri.
   
Kesadaran dan kebutuhan akan prostodintik pada populasi pedesaan yang sudah tua dengan demikian diteliti untuk mempermudah pemahaman tentang penyebab dan sejauh mana masalah ini sebagai sebuah upaya untuk memberikan solusi.

BAHAN DAN METODE
   
Penelitian ini dilaksanakan pada sebuah kelompok desa di kecamatan Lucknow, A.P, India, yang disebut sebagai “Sarora”. Total populasi Sarora adalah 5800 (Sensus 2001) dengan pekerjaan utama adalah pengolahan ladang atau buruh tani (79%). Buta huruf mencapai 65% dan kebanyakan penduduk berada di bawah garis kemiskinan.
   
Sebanyak 445 penduduk Sarora berusia 50 tahun atau lebih, 227 diantaranya diwawancarai dan diperiksa secara klinis. Sisanya menolak untuk diwawancarai, tidak datang ketika wawancara atau tidak dapat diwawancarai. Pertanyaan pilihan ganda close-ended diberikan kepada mereka untuk mempermudah pengolahan data dan menghindari ambiguitas. Nama, usia, jenis kelamin, status pendidikan dan pendapatan setiap bulan, semuanya dicatat dan para subjek dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan:
   
Usia: Kelompok A1: 50-54 tahun, Kelompok A2: 55-64 tahun, Kelompok A3: ≥ 65 tahun.
   
Jenis kelamin: Kelompok L: Laki-laki, Kelompok P: Perempuan
   
Status pendidikan: Kelompok E0: buta huruf, Kelompok E1: Berpendidikan sampai pada atau di bawah SD, Kelompok E2: Berpendidikan di atas SD.
   
Penghasilan tiap bulan: Kelompok I0: Tidak ada sumber pendapatan, Kelompok I1: Pendapatan < Rs 1000 / bulan, Kelompok I2: Pendapatan ≥ Rs 1000 / bulan.
   
Penelitian ini ingin menentukan apakah subjek merasa cacat akibat hilangnya gigi, apakah kebutuhan prostodontik telah terpenuhi, alasan-alasan tidak terpenuhinya kebutuhan ini juga ditentukan. Kunjungan subjek, jika ada, ke dokter gigi juga dicatat, bersama dengan tujuan kunjungan tersebut. Data kemudian dianalisis statistik dasar seperti menentukan nilai mean, standar deviasi. Uji-t, uji Chi-square dan nilai 'P'.

HASIL
   
Dalam membandingkan tingkat edentulisme pada kelompok-kelompok yang berbeda diantara populasi penelitian, subjek-subjek edentulous mewakili 10,1% dari populasi penelitian (Tabel 1), dimana 11% dari populasi penelitian tidak memiliki kebutuhan prostodontik. Pria lebih banyak yang edetulous dibanding wanita, walaupun kebutuhan akan gigitiruan sebagian pada wanita sedikit lebih tinggi. Jumlah subjek yang bergigi lengkap ditemukan meningkat seiring meningkatnya usia, meningkatnya pendapatan bulanan dan meningkatnya status pendidikan. Chandra dan Chandra menyatakan bahwa kehilangan gigi lebih prevalen pada kelompok yang berpendapatan rendah dan yang tidak berpendidikan. Palmqvist menemukan kebutuhan akan perawatan yang lebih besar diantara laki-laki lansia jika dibandingkan dengan wanita.

Dalam meneliti kebutuhan prostodontik, populasi penelitian menunjukkan kebutuhan yang lebih besar akan gigitiruan lengkap atas dan bawah (Tabel 2) dibanding untuk gigitiruan lengkap tunggal. Dan juga, kebutuhan akan gigitiruan atas (termasuk yang lengkap dan sebagian) lebih banyak dibanding kebutuhan gigitiruan bawah.

Biro Penelitian dan Statistik Ekonomi melaporkan bahwa kebutuhan akan gigitiruan lengkap atas dan bawah jauh lebih besar dibanding gigitiruan tunggal yang lengkap. Brown, Meskin dkk. melaporkan kebutuhan akan gigitiruan lengkap atas pada 10% dibandingkan dengan kebutuhan gigitiruan lengkap atas dan bawah pada 15% dari kelompok usia yang berumur 55-64 tahun.
   
Dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan prostodontik dalam populasi penelitian, 96,5% populasi tidak terpenuhi kebutuhan prostodontiknya (Tabel 3). Kebutuhan yang tidak terpenuhi lebih besar pada wanita, subjek yang berusia lebih tua dan pendidikan lebih rendah serta kelompok pendapatan yang lebih rendah. Shah, Parkash dan Sunderam menyatakan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan prostodontik untuk gigitiruan sebagian adalah < 13% pada populasi yang sudah tua.

Dengan membandingkan alasan-alasan untuk tidak terpenuhinya kebutuhan prostodontik, alasan paling penting yang diberikan adalah ketidakmauan subjek (Tabel 4).

Justifikasi ketidakmauan ini bervariasi mulai dari adanya opini bahwa tanggalnya gigi pada usia tua adalah hal yang wajar, sampai pada kekecewaan terhadap lingkungan/keluarga mereka. Hambatan finansial adalah alasan yang kedua. Dan juga, hambatan finansial dianggap jauh lebih penting oleh orang yang lebih tua dan subjek yang tidak berpendapatan disamping kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan yang jarang diberikan oleh subjek-subjek yang lebih terdidik sebagai sebuah alasan untuk tidak terpenuhinya kebutuhan prostodontik. Peter menyatakan bahwa pada orang-orang yang serba kekurangan, ada perasaan bahwa tidak memiliki gigi pada akhirnya adalah salah satu bagian dari perubahan hidup yang terjadi secara alami.
   
Dalam meneliti apakah kehilangan gigi dianggap merugikan oleh populasi penelitian, sebanyak 44% dari populasi penelitian tidak merasa dirugikan meskipun kehilangan gigi. Brodeur, Demers dkk. sebelumnya telah melaporkan perbededaan 38,2% untuk kebutuhan sebenarnya dan kebutuhan yang dirasakan pada populasi lansia. Subjek-subjek yang lebih tua merasa lebih dirugikan oleh hilangnya gigi dibanding yang masih muda dengan 77,7% dari populasi penelitian menganggap kesulitan dalam mengunyah sebagai kerugian utama meskipun hanya 22,3% yang menganggap penampilan yang buruk sebagai sebuah kecacatan utama. Subjek-subjek yang lebih muda lebih mementingkan penampilan yang baik jika dibandingkan dengan subjek yang lebih tua.
   
Dalam mengevaluasi alasan-alasan untuk melakukan kunjungna ke dokter gigi dalam populasi penelitian, sebanyak 73,1% dari populasi penelitian belum pernah mengunjungi seorang dokter gigi pun sedangkan 2,2% pernah mengunjungi satu dokter gigi untuk membuat gigitiruan (Tabel 5). Jumlah subjek yang tidak pernah mengunjungi dokter gigi, lebih tinggi pada status pendidikan yang lebih rendah dan/atau subjek-subjek yang lebih tua serta pada populasi wanita.

PEMBAHASAN
   
Penelitian ini menunjukkan kurangnya kesadaran prostodontik dan besarnya kesenjangan antara kebutuhan yang terpenuhi dan yang tidak terpenuhi pada populasi pedesaan yang sudah tua, bahkan lebih besar pada subjek wanita, yang lebih tua, yang tidak terdidik dan yang tidak berpendapatan. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah ini adalah sebagai berikut: 1) memisahkan klinik gigi rawat-jalan untuk lansia yang selalu memperhitungkan banyak kecacatan yang dialami saat telah menua; 2) menggratiskan atau mensubsidi perawatan gigi untuk lansia dan, 3) memobilisasi klinik-klinik gigi dan posko-posko dental.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...