Wednesday, April 21, 2010

Pembentukan koloid Tc(IV) oksida dengan teknik radiolisis

Ringkasan

Koloid Technetium(IV) oksida dibuat dengan tehnik radiolisis melalui radiasi sinar γ ke dalam larutan pertechnetat (TcO4-). Larutan pertechnetat (5,5 x 10-5 – 2,9 x 10-4 M) diradiasi dengan sinar abar dari sebuah akselerator elektron linear pada suhu 40 dan 17oC. Warna larutan yang diradiasi perlahan-lahan berubah menjadi hitam kecoklatan, yang menunjukkan pembentukan koloid Tc(IV) oksida (TcO2.nH2O). Analisis TEM (transmission electron microscopy) menunjukkan bahwa ukuran koloid memiliki diameter yang berkisar antara 30 hingga 130 nm. Sinar-X yang khas dari technetium dan oksigen secara bersamaan dideteksi dari partikel-partikel koloid pada saat pengukuran dengan TEM. Koloid yang berbentuk bulat dihasilkan dengan radiasi pada 40oC, sedangkan partikel-partikel koloid yang berbentuk tidak beraturan dan tersusun atas partikel-partikel kecil (diameter 2 nm) dihasilkan pada suhu 17oC. Konsentrasi TcO4- dalam larutan target perlahan-lahan berkurang seiring dengan meningkatnya dosis yang diserap, yang menyebabkan jumlah koloid bertambah. Jumlah koloid yang terbentuk meningkat tajam dalam larutan yang dideaerasi dengan gelembung Ar sebelum radiasi, tetapi jumlah koloid yang terbentuk sangat sedikit pada larutan yang dijenuhkan dengan oksigen (O2) atau gas oksida nitrit (N2O). Hasil ini menunjukkan bahwa elektron-elektron yang terhidrasi memegang peranan penting dalam berlangsungnya reduksi TcO4- sehingga koloid Tc(IV) oksida terbentuk melalui reaksi disproporsionasi suksesif dari Tc(VI) dan Tc(V). Mekanisme pembentukan koloid Tc(IV) oksida juga dibahas.

Pendahuluan
   
Technetium-99 merupakan sebuah produk reaksi fisi yang tahan lama dan memiliki waktu paruh 2,11 x 105 tahun. Tc-99  dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar dalam bahan-bakar nuklir (hasil fisi neutron termal = 6,1%). Karena waktu paruhnya yang lama, migrasi 99Tc dalam lingkungan sangat penting dari sudut pandang pembuangan limbah radioaktif level-tinggi di bawah tanah.
   
Technetium diduga dapat membentuk spesies Tc(IV) (TcO(OH)2) dibawah kondisi-kondisi pereduksi sehingga tidak bisa bermigrasi akibat adsorpsi yang kuat pada batuan dan mineral. Dengan demikian, TcO(OH)2 diyakini sebagai sebuah spesies yang lebih cocok disimpan pada sebuah tempat penyimpanan dalam jangka waktu yang lama. Penelitian terbaru tentang migrasi Pu telah menunjukkan bahwa pembentukan koloid atau semi-koloid dapat mempermudah transport radionuklida dalam air tanah untuk melebihi batas kelarutan termodinamis nya. Ketika nuklida-nuklida masuk ke dalam partikel-partikel koloid, nuklida-nuklida ini berpindah bersama dengan aliran air tanah. Akan tetapi, pengetahuan tentang pembentukan koloid Tc(IV) dan stabilitasnya dalam larutan berair masih sangat kurang.
   
Hal lain yang harus ditekankan adalah efek radiolitik terhadap migrasi radionuklida yang ditimbulkan oleh bahan bakar nuklir terpakai yang bersentuhan dengan air tanah, karena dosis yang tinggi diantisipasi untuk menyebar ke daerah sekitarnya selama periode waktu yang lama. Proses-proses radiolitik menyebabkan perubahan susunan material limbah sendiri dan merubah potensial redoks dari air tanah. Bruno dkk menyebutkan bahwa pelepasan Tc dari bahan-bakar nuklir yang terpakai akan dikendalikan oleh penguraian oksidatif logam Tc dalam bahan bakar dibawah kondisi radiolitik.
   
Proses-proses radiolitik dari Tc sebagian besar telah diteliti dengan radiolisis pulsa pertechnetat (TcO4-) dalam larutan berair. Semua penelitian ini menjelaskan bahwa technetium heksavalen, Tc(VI), dihasilkan oleh sebuah reaksi biomolekuler dari perthechnetat dengan elektron-elektron terhidrasi (eaq-) dengan laju konstan (1,3-2,5) x 1010 M/s. Akan tetapi, Deutsch dkk dan Heller-Grossman dkk menemukan munculnya suspensi atau endapan berwarna kecoklatan dalam larutan yang diradiasi elektron pada eksperimen radiolisis pulsa, sehingga menunjukkan pembentukan technetium oksida terhidrasi (TcO2.nH2O) sebagai akibat dari reduksi Tc(VI) lebih lanjut. Baru-baru ini, Said dkk mengamati sebuah larutan keruh berwarna coklat dengan radiasi larutan pertechnetat berair menggunakan sinar gamma 60Co, dan mereka menyimpulkan bahwa terjadi pembentukan koloid Tc(IV). Disisi lain, Lefort melaporkan penguraian-kembali TcO2.nH2O degan radiasi sinar gammar 60Co. Sehingga sebuah kajian terhadap  proses radiolitik yang memperhitungkan peguraian dan pembentukan koloid spesies technetium pada pertemuan (interface) antara bahan bakar nuklir yang terpakai dengan air, merupakan hal yang banyak diminati saat ini.
   
Pada paper kali ini, kami melaporkan pembentukan koloid Tc(IV) oksida dalam larutan pertechnetat yang diradiasi dengan sinar abar dari sebuah akselerator elektro linear.
Bahan dan Metode
   
Kalium pertechnetat (K99TcO4) dibeli dari Radiochemical Center, Amersham. Krisalnya dilarutkan dalam air yang disuling tiga kali dan konsentrasi TcO4-  dalam larutan disesuaikan dengan range 5,5 x 10-5 – 2,9 x 10-4 M. Larutan ini netral (pH = 6/7) dan tidak memiliki buffer. Larutan traget dibuat dibawah kondisi aerob dan anaerob (penggelembungan Ar), dan disimpan dalam botol polypropylen tertutup (volume 5 ml). Ke dalam larutan jenuh-Ar ditambahkan alkohol t-butil utnuk mengikat radikal-radikal OH yang dihasilkan oleh radiolisis air. Konsentrasi alkohol t-butil adalah 0,2 M.
   
Larutan target diradiasi dengan sinar abar yang dihasilkan oleh sebuah akselerator elektron linear dari Laboratory of Nuclear Science, Tohoku University. Elektron-elektron (30MeV) diokonversi menjadi sinar abar dengan menabrak sebuah konverter platinum 1 mm, elektron-elektron yang tidak terkonversi dilepaskan dengan magnet penyapu. Waktu radiasi berkisar antara 2 menit hingga 7 jam. Tingkat pengulangan pulsa elektron per detik (pps) dirubah dari 27 pps menjadi 300 pps untuk menyesuaikan dosis yang diserap untuk target. Durasi pulsa adalah 3 μs. Dosis berkisar antara 0,02 sampai 0,08 Gy per pulsa. Suhu target meningkat menjadi 40oC tanpa konrol suhu, pada saat botol-botol target ditempatkan di ujung magnet penyapu. Untuk mempertahankan suhu, sebuah kotak aluminium yang dirancang khusus (lebar 70 mm, tinggi 90 mm, panjang 340 mm) digunakan. Dengan sistem pendingin ini, suhu botol target dalam kotak bisa dipertahankan pada 17±3oC dengan meniupkan udara (20 L/menit) yang didinginkan dengan es selama radiasi. Suhu target diukur dengan sebuah termokopel kromel-alumel (dalam sebuah abung kwarsa) yang dicepulkan dalam sebuah botol yang mengandung air (target lembab) dalam kotak. Sinyal dari termokopel dipantau dengan interval waktu yang singkat ketika lampu indikator padam. Larutan yang diradiasi disimpan dalam waduk es sampai anailsis dilakukan.
   
Pemantauan dosis dilakukan dengan dosimeter cerium. Sebuah botol polypropylen yang mengandung larutan asam cerium(IV) sulfat (0,1 atau 0,05 M Ce(SO4)2, dalam 0,4 M H2SO4) ditempatkan di samping larutan target. Koreksi utnuk dosis yang diserap dilakukan dengan memantau radioaktivitas 64Cu yang dihasilkan oleh reaksi 65Cu (γ, n)64Cu dalam ujung-ujung tembaga (20 – 100 mg) yang terpasang pada masing-masing botol. Radioaktivitas 64Cu diukur pada 1345 keV 64Cu dengan spektrometer sinar-γ yang dilengkapi dengan sebuah detektor Ge dengan analyzer 4 k multichannel.
   
Sebuah mikroskop elektron transmisi (TEM, JEOL, JEM-2000 EXII) digunakan untuk evaluasi ukuran rata-rata koloid. Sinar-X khas yang dipancarkan dari partikel koloid dipantau secara simultan dengan sebuah detektor Si pada analisis TEM.
   
Jumlah koloid Tc(IV) ditentukan dengan ultrafiltrasi (Ultra Filter UK-10, Molecular cut off 10000 Dalton, Toyo Roshi Kaisha, Ltd). Spektra UV-Vis dicatat dengan Shimadzu MultiSpec-1500 dengan rentang 190-800 nm sebelum dan setelah ultrafiltrasi. Konsentrasi 99Tc diukur dengan penghitung scintillasi cair (Aloka LSC 5100).
   
Muatan permukaan koloid Tc(IV) ditentukan dengan elektroforesis untuk koloid-koloid yang dihasilkan dalam larutan yang jenuh Ar, karena koloid-koloid ini stabil terhadap koagulasi selama 8 bulan palig kurang (sampai sekarang). Larutan koloid (130 μL) dituangkan ke dalam sebuah tabung-U kaca (tinggi 30 mm, diaemter 1,5 mm). Elektroda-elektroda platinum digunakan dan potensial listrik antara elektroda-elektroda platinum adalah 6 atau 12 V. Waktu operasi adalah dalam rentang 1 jam. PH larutan koloid technetium berubah dalam kisaran dari pH 7 hingga 1,5 dengan penambahan HCl untuk menentukan titik isoelektrik (titik muatan nol).

Hasil
   
Warna larutan yang diradiasi perlahan-lahan berubah menjadi hitam kecoklatan dengan peningkatan dosisi yang diserap, menghasilkan larutan keruh (koloid TcO2.nH2O). Gbr. 1a dan b menunjukkan gambar-gambar TEM sederhana untuk partikel-partikel koloid. Ukuran koloid berkisar antara 30 hingga 130 nm secara keseluruhan. Sinar-X khas yang berasal dari technetium dan oksigen diamati ketika sebuah sinar elektron difokuskan pada salah satu partikel pada saat analisis TEM dilakukan. Difraksi elektron dari partikel-partikel koloid tidak menunjukkan pola-pola yang jelas, sehingga menunjukkan adanya struktur amorf.
   
Seperti ditunjukkan pada Gbr. 1a dan b, bentuk partikel bervariasi menurut suhu larutan target. Partikel-partikel koloid yang terlihat pada Gbr. 1a terbentuk pada suhu 40oC (tanpa kontrol suhu), dan yang lainnya (Gbr. b) terbentuk pada suhu 17oC (dengan kontrol suhu). Pada kasus pertama (Gbr. 1a), kami selalu mengamati partikel-partikel berbentuk bulat khususnya setelah radiasi lama (3 hingga 7 jam). Akan tetapi, hanya partikel-partikel dengan bentuk tidak beraturan yang terbentuk sebagai sebuah agregat pada beberapa partikel-partikel kecil (Gbr. 1b) dengan diameter 2 m. Ini berlaku bagi hampir semua partikel yang dihasilkan pada suhu 17oC tanpa tergantung pada dosis radiasi yang diserap atau waktu radiasi. Sekitar 30 ribu partikel kecil diperkirakan berkumpul pada sebuah partikel besar yang memiliki diameter 70 nm. Fakta ini menunjukkan bahwa partikel-partikel kecil yang berdiameter 2 nm terbentuk lebih dulu dalam larutan dan kemudian terkoagulasi, menghasilkan partikel-partikel yang lebih besar dengan bentuk tidak beraturan selama radiasi pada suhu 17oC. Dalam radiasi pada suhu 40oC, partikel-partikel kecil larut dan mengendap pada permukaan partikel-partikel lain tepat seperti proses pematangan Ostwald, dan erakhir menghasilkan partikel-partikel yang berbentuk bulat.
   
Spektra UV-tampak untuk larutan yang diradiasi menghasilkan serapan kontinyu dalam kisaran antara 200 nm hingga 800 nm akibat penghamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid. Spektra yang diperoleh mirip dengan spektra yang dilaporkan oleh Said dkk., untuk larutan pertechnetat yang diradiasi dengan sinar gamma 60Co, kecuali untuk puncak absorpsi sekitar 480 nm yang mereka amati.
   
Konsentrasi TcO4- dalam filtrat ditentukan secara spektrofotometri setelah ultrafiltrasi sampel yang diradiasi. Radioaktivitas 99Tc diukur secara simultan. Konsentrasi ditentukan degan spektrofotometri dan pengukuran radioaktivias yang disetujui dalam fluktuasi 10%. Konsentrasi yang diperoleh dengan ultrafiltrasi diragkum pada Tabel 1 bersama dengan kondisi-kondisi radiasi. Dalam tabel, data hanya disajikan untuk radiasi pada 17oC karena buruknya keterulangan hasil koloid TcO2.nH2O terhadap dosis terserap yang diamati untuk radiasi tanpa pengontrolan suhu.
   
Fraksi TcO4- dalam target diplotkan terhadap dosis terserap hingga sampai 100 kGy pada Gbr. 2 untuk sampel-sampel dengan konsentrasi TcO4- awal 0,1 mM. Pengurangan pertechnetat sangat dipengaruhi oleh keberadaan pengikat dan pembentuk radikal, seperti ditunjukkan pada Gbr. 2. Walaupun konsentrasi TcO4- berkurang tajam dalam larutan target yang jenuh-Ar (0,2 M t-butil alkohol) bahkan pada dosis yang rendah, namun pengurangan ini berlangsung perlahan pada larutan teraerasi. Tidak pembentukan koloid yang ditemukan pada larutan jenuh-O2 dan larutan jenuh-N2O sampai pada 200 kGy.
   
Koagulasi koloid secara perlahan terkadang diamati dalam beberapa hari setelah radiasi, menghasilkan endapan TcO2.nH2O. Akan tetapi, ini tidak selalu diamati dan alasan mengapa koloid terdapat dalam larutan keruh masih belum jelas. Kami menemukan bahwa koloid-koloid yang terbentuk pada larutan yang jenuh-Ar sedikit stabil, dan analisis elektroforesis terhadap larutan keruh ini menunjukkan adanya muatan negatif pada partikel koloid dalam kisaran pH dari 7 hingga 3. Muatan ini berubah menjadi positif pada pH 1,5, sehingga menunjukkan bahwa sebuah titik muatan nol dari koloid TcO2.nH2O harus terletak antara pH 1,5 sampai 3. Muatna partikel harus memegang peranan penting terhadap stabilitas menurut teori DLVO.
Pembahasan

Proses reduksi TcO4-
   
Pembentukan koloid TcO2.nH2O harus dimulai dengan reduksi ion-ion TcO4- yang diakibatkan oleh produk-produk air secara radiolitik. Radiolisis air mengasilkan produk berikut dalam 100 ns,
H2O --> eaq-, H, OH, H2, H2O2, H3O+
Degan nilai-G adalah G(eaq-) = G(OH)=G(H3O+)=2,7,G(H)=0,6,G(H2)=0,45, dan G(H2O2) = 0,7. Elektron-elektron yang terhidrasi (eaq-) dan radikal OH dan H merupakan reagen redoks elektron tunggal yang kuat. Dalam larutan yang jenuh-O2, eaq- dan H secara efektif dikat oleh OB2B menghasilkan ion O2-. Dalam larutan yang jenuh-N2O, N2O  dengan cepat bereaksi dengan eaq-, mnghasilkan sebuah radikal OH yang merupakan sebuah oksidan kuat. Karena elektron-elektron terhidrasi dari sebuah agen pereduksi kuat efektif dilepaskan oleh O2 dan N2O yang terlarut, maka reduksi TcO4- menghasilkan koloid tidak terjadi (Tabel 1 dan Gbr. 2). Yakni, elektron-elektron terhidrasi memegang sebuah peranan penting untuk reduksi TcO4-, sebagaimana dibahas untuk radiolisis pulsa TcO4- dalam literatur. Koloid TcO2.nH2O tiba-tiba muncul pada dosis yang lebih tinggi (> 200 kGy) bahkan dalam larutan yang jenuh-N2O (Tabel 1). Dengan mempertimbangkan kelarutan N2O (2,8 x 10-2 mol/dm3 pada suhu 20oC), dan nilai-G dari eaq-, maka kami mempertimbangkan semua N2O dalam larutan target yang digunakan oleh eaq- adalah sampai 200 kGy.
   
Kami membahas proses reduksi TcO4- berdasarkan data yang diperoleh untuk larutan yang jenuh-Ar dengan 0,2  t-butil alkohol, yang menghilangkan radikal OH oksidatif dari sistem. Gbr. 3 menunjukkan f raksi TcO4- yang diperoleh untuk kisaran dosis rendah. Ditemukan bahwa fraksi TcO4- berkurang perlahan tergantung pada dosis yang diserap, tetapi tidak bergantung pada waktu radiasi dan tingkat pengulangan pulsa. Karena nilai-G untuk pembentukan koloid Tc(IV) oksida bisa ekivalen dengan tingkat konsumsi (jumlah ion TcO4- yang berkurang per dosis terserap 100 eV), maka kami memperkirakan nilai-G untuk pembentukan koloid berdasarkan kemiringan masing-masing kurva pada Gbr. 3. Nilai G adalah 0,4 ± 0,1, sesuai dengan nilai 0,37 yang dilaporkan oleh Said dkk. Jika semua elektron terhidrasi dipakai dalam proses reduksi Tc(VII) menjadi Tc(IV) melalui sebuah proses tiga-elektron, maka nilai-G untuk produksi spesies Tc(IV) harus 0,9 yaitu sepertiga dari G(eaq-)=2,7. Nilai-G (0,4±0,1) yang diperoleh dalam eksperimen kali ini lebih kecil dari 0,9, sehingga menunjukkan bahwa semua elektron terhidrasi tidak harus memberikan kontribusi bagi reduksi total Tc(VI) menjadi Tc(IV).
   
Berdasarkan sifat kimia Tc cair, cukup beralasan jika kita menganggap spesies Tc(VI) dan Tc(V)mengalami reaksi disproporsionasi; Tc(VI)+Tc(VI) --> Tc(VII)+Tc(V) dan Tc(V)+Tc(V) --> Tc(VI)+Tc(IV). Dengan demikian, kami mempertimbangkan skenario berikut untuk produksi koloid TcO2.nH2O dari TcO4-, yaitu: 1) reduksi TcO4- oleh eaq- menghasilkan Tc(VI), 2) reaksi disproporsionasi Tc(VI) menghasilkan Tc(V), 3) pembentukan Tc(IV) melalui disproporsionasi Tc(V), dan 4) pemadatan TcO(OH)2 sebagai koloid. Dalam pemadatan, konsentasi Tc(IV) (dalam bentuk TcO(OH2) dari reaksi disproporsionasi terakhir meningkat dan melebihi kelarutannya.
   
Untuk memperkirakan pemakaian ion TcO4- dalam proses reduksi bersama dengan skenario yang disebutkan di atas, kami menstimulasi proses radiolisis dengan menggunakan software FACSIMILE (AEA Technology). Pada dasarnya, program ini menerjemahkan urutan reaksi-reaksi kimia menjadi serangkaian persamaan diferensial. Persamaan-persamaan ini dipecahkan dengan integrasi numerik setelah menentukan konsentrasi-konsentrasi awal, hasil spesies kimia dengan radiolisis, konstanta laju, dosis per pulsa, durasi puls, dan lain-lain. Radiasi berpulsa melaui LINAC dengan durasi pulsa 3 μs disimulasi dengan kode FACSIMILE. Set data untuk radiolisis air diberikan oleh Sunder dkk dan Mezyk dkk. Apabila alkohol t-butil ermuat dlam larutan target dengan jumlah cukup, maka radikal-radikal OH secara efektif diikat oleh alkohol t-butil. Pengikatan ini menghilangkan reaksi oksidasi yang tidak diketahui dari Tc(VI), Tc(V) dan Tc(IV) dengan OH, menghasilkan sistem yang lebih sederhana untuk stimulasi. Sebagaimana untuk reduksi pertechnenat, reaksi-reaksi berikut digunakan:

Konstanta laju untuk reaksi (2) dan (3) diambil dari literatur. Konstanta laju yang tidak dikethaui untuk reaksi (4) diasumsikan sama dengan reaksi (3). Skenario untuk reduksi pertechnetat dipicu oleh reaksi biomolekuler dari TcO4- dengan eaq-, dan Tc(IV) terakhir dihasilkan oleh reaksi disproporsionasi suksesif dari Tc(VI) pada reaksi (3) dan Tc(V) pada reaksi (4). Jumlah spesies Tc(IV) yang terbentuk secara eksperiental sebagai koloid diplotkan pada Gambar 4 terhadap jumlah ion TcO4- terhitung yang dipakai dalam unit mM. Data tersebar di sekitar garis padat pada relasi 1:1 antara data eksperimental dan data hitung, sehingga menunjukkan bahwa skenario yang disebutkan di atas untuk reduksi ion-ion TcO4- harus menjadi rute utama untuk produksi Tc(VI). Akan tetapi, pada Gbr. 4, nilai-nilai eksperimental terlihat sedikit leih besar dibanding nilai hitung, sehingga memberikan kemiringan yang lebih tinggi dibanding degan garis 1:1. Reaksi reduksi TcO4- yang mungkin lainnya bisa dimulai dengan radikal-radikal H yang tidak diikat secara efektif oleh t-butanol, karena reaksi reduksi ion-ion TcO4- dengan radikal H idak terlibat dalam simulasi di atas. Konstanta laju reaksi antara radikal H dengan t-butanol cukup kecil (k = 8 x 104 M-1 s-1) dan radikal yang tidak terikat bisa mengurangi ion-ion TcO4- sebagiannya. Akan tetapi, proses reduksi prinsipil dari dari ion-ion TcO4- bisa diatur dengan elektron-elektron terhidrasi karena nilai-G yang besar.

Proses pembentukan koloid
   
Partikel-partikel TcO2.nH2O yang kecil dengan diameter 2 nm yang ditunjukkan pada Gbr. 1bharuslah sebuah partikel yang distabilkan dalam larutan sesaat setelah pembentukan koloid. Pembentukan partikel-partikel kecil seperti ini bisa dijelaskan dengan mekanisme yang mmmenjelaskan bahwa pemadatan zat terlarut dalam sebuah larutan dimulai pada konsentrasi zat-terlarut yang jauh lebih tinggi dari kelarugan; disebut over-saturasi. Sebuah sidik jari dari oversaturasi spesies Tc(IV), yang bisa menjadi prekursor partikel TcO2.nH2O, adalah eksistensi dosis ambang batas yang terlihat pada Gbr. 3. Pembentukan koloid yang jelas dideteksi sebagai fraksi TcO4- tepat mulai berkurang pada dosis batas. Yaitu, reduksi radiolitik dari Tc(VII) menjadi Tc(IV) berlangsung sampai mencapai kondisi kejenuhan berlebih. Konsentrasi Tc(IV) atau jumlah TcO4- yang dipakai bahkan pada 0,01 kGy yang diperoleh melalui simulasi radiolisis dengan program FACSIMILE lebih tinggi dari kelarutan TcO(OH)2; yaitu, dalam kisaran antara 10-8 sampai 10-7. Nilai 0,01 kGy cukup kecil jika dibandingkan dengan mbang batas 0,4 kGy seperti yang terlihat pada Gbr. 3. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi spesies Tc(IV) pada ambang batas jauh lebih tinggi dari kelarutan TcO(OH2), yang mengarah pada kondisi over-saturasi. Bentuk kimia dari spesies Tc(IV) yang sangat larut ini tidak diketahui, walaupun Vichot telah menyarankan bahwa polimer Tc(IV)-O yang larut bisa menjadi prekursor TcO2.nH2O.
   
Berdasarkan model LaMer, Sugimoto menjelaskan sebuah mekanisme pembentukan koloid yang berhubungan dengan munculnya inti dengan ukuran yang cukup stabil secara termodinami yang tampak dibawah kondisi over-saturasi. Inti yang ebih kecil dari ukuran kritis akan cepat larut kembali, sedangkan inti yang lebih besar tumbuh pada pematangan Ostwald, menghasilkan kkoloid degan ukuran yang cocok dalam larutan.
   
Pada kasus kali ini, dispekulasikan bahwa konsentrasi spesies polimer Tc(IV)-O meningkat seiring dengan meningkatnya dosis yang terserap, dan sehingga koloid-koloid stabil atau partikel-partikel kecil TcO2.nH2O dengan diameter 2 nm muncul melalui proses-proses yang disebutkan di atas. Terakhir, koloid-koloid yang terdiri dari partikel-partikel kecil terbentuk sebagaimana ditunjukkan pada Gbr. 1b. Masih banyak yang harus dipecahkan untuk memahami mekanisme pembentukan koloid TcO2.nH2O. Akan teapi, pengidentifikasian spesies polimer Tc(IV)-O dan penentuan ukuran kritis koloid TcO2.nH2O sangat penting.

Kesimpulan
   
Koloid TcO2.nH2O dibentuk secara radiolitik melalui radiasi larutan TcO4- dengan sinar abar dari sebuah LINAC. Koloid yang dihasilkan pada suhu 17 ± 3oC terdiri dari partikel-partikel kecil dengan diameter 2 nm, sedangkan partikel-partikel bulat terbentuk melalui radiasi pada suhu 40oC. Reduksi TcO4- berlangsung utamanya melalui proses-proses yang melibatkan sebuah reaksi biomolekuler antara TcO4- degan eaq- diikuti dengan disproporsionasi suksesif dari Tc(VI) dan Tc(V).
   
Koloid-koloid yang dihasilkan pada larutan yang jenuh-Ar sangat stabil (lebih 8 bulan paling kurang) terhadap koagulasi lebih lanjut. Koloid-koloid pada larutan netral memiliki muatan negatif yang akan menstabilkan mereka dalam larutan terdispersi. Kejadian partikel-partikel kecil TcO2.nH2O yang memiliki diameter 2nm bisa menjadi petunjuk untuk memahami mekanisme pembentukannya. Partikel-partikel kecil seperti ini harus distabilkan dalam larutan sesaat setelah pembentukan inti koloid.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...