Friday, April 2, 2010

Pelurusan Gigi Molar Kedua Permanen Yang Terimpaksi Sebagian

Abstrak

Impaksi gigi molar kedua bawah tidak menjadi sebuah masalah yang umum, tetapi sangat menantang baik bagi ortodontist atau ahli-bedah mulut. Opsi-opsi perawatan tergantung pada keparahan inklinasi gigi, posisi molar ketiga, dan tipe pergerakan yang diinginkan, yang bisa bersifat bedah dan/atau ortodontik. Alternatif perawatan yang baik adalah pembukaan (uncovering)  secara bedah dengan erupsi yang dibantu secara ortodontik. Dalam penelitian ini disajikan sebuah kasus pelurusan yang sukses dengan menggunakan penopang tip-back alloy titanium molibdenum (TMA) 0,017 x 0,025 – inch. Aspek-aspek yang berbeda dari pelurusan molar kedua yang terimpaksi dibahas dengan merujuk pada literatur. Karakter iatrogenik dari impaksi molar lebih ditekankan.

Kata Kunci: Pelurusan gigi molar, impaksi molar kedua, penopang tip-back.

PENDAHULUAN
   
Impaksi gigi permanen biasanya berkaitan dengan molar ketiga atas atau bawah, kaninus atau incisor sentral, dan pra-molar kedua bawah. Gangguan-gangguan erupsi molar permanen kedua bawah agak jarang. Kejadian impaksi molar kedua yang ditunjukkan dengan kajian radiografi panoramik telah dilaporkan mencapai 0,03% sampai 0,04% dari semua gigi yang terimpaksi.
   
Etiologi impaksi terkait dengan beberapa gangguan pertumbuhan mandibular fisiologis dan perkembangan gigi. Ruang untuk molar permanen kedua diperoleh melalui resorpsi tulang pada batas anterior ramus mandibula dan migrasi mesial molar pertama ke dalam ruang-ruang yang lowong. Tunas gigi molar permanen kedua berkembang dengan beberapa inklinasi aksial mesial dan kemampuan untuk mengoreksi diri sendiri terjadi ketika perubahan penataan-ulang terjadi.
   
Gangguan-gangguan proses alami bisa mengarah pada impaksi dan terkait dengan berkurangnya panjang lengkung karena pertumbuhan rahang bawah yang tidak mencukupi. Ruang yang berlebih antara molar kedua yang sedang tumbuh dan molar pertama juga bisa menyebabkan impaksi, kemungkinan karena mahkota molar kedua memerlukan akar distal molar pertama untuk erupsi yang lebih baik. Faktor iatrogenik yang paling penting mencakup pita (band) yang tidak dipasang dengan tepat dan disemen pada molar bawah pertama, ekspansi sagittal ortodontik yang terjadi sebelumnya, dan pencegahan pergeseran mesial dari molar pertama yang disebabkan oleh lip-bumper atau terapi lengkung lingual. Terkadang molar kedua menjadi terimpaksi secara spontan, yang kemungkinan terkait dengan posisi molar ketiga.
   
Kelebihan pelurusan dan ekstrusi molar yang terimpaksi adalah dari segi fungsional, periodontal, dan restoratif. Pelurusan molar kedua memungkinkan dihindarinya pemendekan bidang oklusal yang bisa terjadi akibat hilangnya gigi yang terimpaksi, khususnya apabila posisi molar ketiga tidak dapat diprediksi. Lebih daripada itu, gigi yang tidak memiliki pasangan pada lengkung yang lain memiliki kecenderungan untuk erupsi secara berlebihan. Manfaat periodontal dari pelurusan molar adalah hilangnya pseudopoket, yang memfasilitasi pengendalian plak di area tersebut. Karena kesehatan mulut yang baik pada area gigi yang terimpaksi sulit dilakukan, karies dengan mudah bisa mengenai gigi yang belum erupsi. Dengan demikian, pelurusan molar yang terimpaksi dapat bermanfaat dalam pencegahan karies. Impaksi molar kedua yang tidak terdiagnosa bisa merusak akar distal dari molar pertama, sebagaimana ditunjukkan pada radiograf panoramik seorang wanita yang berusia 24 tahun pada Gambar 1.
   
Waktu yang paling baik untuk merawat molar kedua bawah yang terimpaksi adalah antara usia 11 sampai 14 tahun, ketika perkembangan akar-akar molar permanen kedua masih belum lengkap. Opsi-opsi perawatan tergantung pada besarnya inklinasi gigi serta pergerakan gigi yang diperlukan. Posisi molar yang sedikit runcing bisa dikoreksi dengan memasang pemisah berupa kawat kuningan antara gigi. Inklinasi yang lebih parah memerlukan metode bedah atau erupsi yang terbantu secara ortodontik dengan atau tanpa pembukaan (uncovering) secara bedah. Metode bedah mencakup resposisi bedah dengan atau tanpa pencabutan molar ketiga atau pencabutan molar kedua yang terimpaksi untuk membiarkan molar ketiga erupsi atau transplantasi molar ketiga ke socket molar kedua.
   
Opsi perawatan yang baik adalah erupsi yang terbantu secara ortodondik dengan atau tanpa uncovering. Pendekatan perawatan yang umum adalah perlekatan, jika perlu, yang diikat pada bukal yang dibuka secara bedah atau permukaan distobukal dan selanjutnya beberapa gaya pelurusan disalurkan dengan cara mengaplikasikan sebuah pegas NiTi-coil, kawat NiTi superelastis, berbagai pegas pelurusan, atau kawat lengkung seksional.
   
Beberapa peneliti telah menyarankan tehnik pengurungan (bracketing) setelah bedah dan penggunaan kawat NiTi untuk pelurusan molar. Beberapa alat diletakkan secara lingual dan dengan demikian sangat bermanfaat apabila akses bukal terbatas. Pemasangan sekrup-mini titanium dalam area retromolar untuk pelurusan direkomendasikan oleh Giancotti dkk. Paper ini membahas aspek biomekanik dari sebuah penopang tip-back dan menyajikan sebuah perawatan ortodontik yang sukses, yang mengoreksi molar bawah kedua yang terimpaksi sebagian pada seorang pasien.

Pertimbangan-Pertimbangan Biomekanis
   
Pelurusan molar bisa dijamin dengan sebuah rotasi murni yang diperoleh dengan pengaplikasian sebuah sistem gaya kopel murni dengan rasio momen/gaya yang tinggi (sehingga pusat rotasi sangat dekat ke pusat hambatan). Sebuah penopang yang panjang dapat memberikan rasio momen/gaya yang tinggi, yang menghasilkan sebuah efek klinis yang sangat mendekati rotasi murni. Besarnya momen yang diperlukan untuk memutar sebuah gigi molar adalah sekitar 800-1500 g/mm.
   
Penopang menghasilkan efek terhadap gigi dalam tiga bidang, utamanya dalam arah mesiodistal (peruncingan mahkota distal) dan arah vertikal (ekstrusi molar). Penentuan gaya pada gigi memerlukan penentuan gaya yang disalurkan ke penopang yang disisipkan dalam tabung molar. Gaya aktivais (A) diarahkan ke oklusal dan ditentang oleh gaya yang diarahkan secara apikal (B) yang diberikan tabung molar terhadap kawat. Aspek mesial dan distal dari tabung molar juga menimbulkan gaya (C dan D) pada kawat yang melawan rotasi berlawanan-arah-jarum-jam, yang dihasilkan dari gaya A dan B (Gambar 2). Gaya yang bekerja pada gigi-gigi memiliki besar yang sama seperti, tetapi arahnya berlawanan dengan, gaya-gaya yang bekerja pada kawat (Gambar 3). Sehingga, gaya intrusif berada pada segmen anterior dan gaya ekstrusif pada molar, dan kopel berotasi secara distal.

LAPORAN KASUS
   
Seorang wanita 14 tahun mengalami impaksi parsial bilateral pada gigi molar kedua bawah. Secara klinis, pasien mengalami makoklusi Kelas I dengan crowding yang sangat sedikit dalam segmen anterior dan rotasi distal kaninus bawah dan pra-molar pertama kanan bawah. Pengukuran cephalometrik cukup normal. Perkembangan gigi pasien menunjukkan adanya dentisi permanen dini dengan molar kedua atas yang sedang erupsi dan malposisi molar kedua bawah. Ujung-ujung distal dari molar kedua bawah sangat dekat dengan distal molar pertama.
   
Radiograf panoramik menunjukkan keberadaan semua gigi permanen dan inklinasi mesial yang parah dari molar kedua bawah dan molar ketiga yang sedang berkembang (Gambar 4). Molar kedua bawah terimpaksi miring dibawah tonjolan distal molar pertama. Apeks dari akar-akar molar yang terimpaksi masih belum terbentuk sempurna. Tunas molar ketiga terdapat pada ujung akar distal molar kedua.
   
Perencanaan perawatan bersifat bedah-ortodontik. Prosedur bedah dilakukan dalam dua tahapan. Yang pertama adalah pembukaan aspek bukal dari gigi yang terimpaksi dan membonding sebuah tabung ke permukaan yang terekspos dengan perekat Smart Bond (Gestenco International AB, Gothenburg, Sweden). Tahap kedua – germektomi molar ketiga – dilakukan setelah pelurusan ortodontik dicapai. Perencanana perawatan ortodontik melibatkan pelurusan dan ekstrusi molar kedua dan terapi alat cekat pada lengkung bawah. Orang tua pasien tidak setuju untuk perawatan alat cekat pada lengkung atas.
   
Sebuah penopang yang terbuat dari alloy titanium molybdenum (TMA) 0,017 x 0,025-inch dimasukkan ke dalam masing-masing tabung bukal molar kedua dan dikaitkan secara distal ke kaninus (Gambar 5). Pertama-tama, sebuah alat cekat parsial (slot 0,018 inch) digunakan. Gaya aktivasi diukur dengan sebuah dinamometer yang berjumlah 50 g. Penopang memiliki panjang 30 mm dan memberikan momen 1500g/mm. Penjangkaran diperkuat oleh segmen anterior dengan sebuah kawat kaku (stainless stell 0,017x0,025-inch) dan sebuah sebuah kawat pengikat baja 8 mata disisipkan antara kaninus-kaninus dan dengan retainer lingual. Pasien dijadwalkan melakukan kunjungan follow-up setiap 2 pekan untuk mengontrol penjangkaran dan pergerakan gigi yang terimpaksi. Perubahan awal inklinasi ditemukan 4 pekan setelah pengaplikasian alat. Pada tahap ini, digunakan alat cekat penuh.
   
Selanjutnya, sekitar 5 bulan setelah memulai perawatan, inklinasi molar kedua bawah dicapai secara bilateral (Gambar 6A, B). Selanjutnya, germektomi molar ketiga dilakukan. Sebuah inklinasi terkoreksi dari molar-molar yang terimpaksi dicapai (Gambar 7A-C), dan diperkuat pada radiograf panoramik pasca-perawatan.

PEMBAHASAN
   
Koreksi impaksi molar kedua bawah belum banyak disebutkan dalam literatur. Gangguan yang khusus ini lebih sulit dicegah karena etiologinya yang multifaktor dan sering hipotetik, tetapi sebuah perawatan ortodontik yang cermat diperlukan menurut prinsip primum non nocere. Perawatan khusus diperlukan kapanpun melakukan sebuah prosedur sementasi berkas sederhana atau perawatan yang lebih kompleks untuk panjang lengkung yang meningkat dengan mendistalisasi molar pertama bawah. Pita (band) yang tidak terpasang atau terekat dengan baik pada molar pertama bawah bisa menyebabkan implaksi molar kedua dan menghambat proses pelurusan, sebagaimana ditunjukkan dalam radiograf panoramik seorang gadis berusia 14 tahun (Gambar 9).
   
Opsi perawatan yang berbeda telah banyak dibahas dalam literatur. Secara umum, reposisi bedah dan transplantasi dapat memberikan risiko komplikasi yang lebih tinggi, seperti nekrosis pulpa, ankylosis, atau resorpsi akar, dan dengan demikian hanya boleh diaplikasikan apabila perawatan ortodondik dikontraindikasikan. Jika metode bedah merupakan perawatan yang dipilih, maka penting untuk mengetahui bahwa reposisi bedah memberikan prognosis jangka-panjang yang lebih baik dibanding transplantasi karena gigi tidak dikeluarkan dari soket. Ini membantu pembuluh-pembuluh apikal untuk tetap utuh dan mencegah kontaminasi akar oleh saliva. Ekstraksi gigi yang terimpaksi untuk membiarkan molar ketiga tumbuh juga memiliki beberapa kekurangan karena interval waktu yang lama antara ekstraksi molar kedua (pada usia 12-14) dan erupsi molar ketiga (pada usia 17). Akibatnya, molar ketiga bisa menjadi runcing dan terimpaksi. Akan tetapi, Orton-Gibbs dkk., dalam sebuah penelitian terhadap jalur eruptif dari molar ketiga setelah ekstraksi molar bawah, melaporkan bahwa tak satupun dari gigi ini yang terimpaksi sehingga semuanya mencapai posisi yang wajar, tetapi menyarankan bahwa opsi perawatan ini memerlukan seleksi kasus yang baik.
   
Sebuah alternatif yang kurang berisiko adalah erupsi yang dibantu secara ortodontik dengan atau tanpa pembukaan secara bedah; ini tergantung pada tingkat impaksi. Pemilihan alat harus didasarkan pada evaluasi yang cermat terhadap molar yang terimpaksi dan posisi molar ketiga yang sedang tumbuh. Faktor-faktor lain, seperti tingkat impaksi dan tipe pergerakan yang diinginkan, harus dipertimbangkan ketika memilih sebuah alat.
   
Sebelum terapi ortodontik, kebutuhan akan ekstraksi molar ketiga harus dievaluasi. Seringkali, posisi molar ketiga bisa menghalangi pergerakan distal dari molar yang terimpaksi, sehingga mengindikasikan diperlukannya ekstraksi. Akan tetapi, dari perspektif biomekanik, terkadang lebih baik membiarkan tunas molar ketiga untuk mempermudah rotasi molar kedua.
   
Pada kasus yang disajikan disini, evaluasi posisi tunas molar ketiga dalam ramus mandibular dan analisis biomekanik selanjutnya memungkinkan kita untuk merencanakan waktu germektomi setelah pelurusan ortodontik.
   
Alat yang paling sering direkomendasikan untuk pelurusan molar dan ekstrusi adalah sebuah pegas tip-back yang sederhana. Panjang penopang menentukan rasio momen/gaya, dan pergerakan yang dicapai. Sebuah penopang pendek memberikan lebih banyak ekstrusi dibanding yang lebih panjang. Walaupun beberapa ekstrusi diinginkan, namun penopang tidak direncanakan pendek karena sebuah rotasi murni dari molar yang runcing selalu meningkatkan tingginya dan tidak ada kebutuhan akan gaya ekstrusif biasa. Lebih daripada itu, penopang yang lebih panjang  memberikan laju defleksi/muatan yang relatif lambat sehingga memberikan tingkat konsistensi yang tinggi bagi sistem gaya. Karakteristik penting lainnya dari sistem gaya yang disalurkan oleh penopang adalah konsistensi rasio momen/gaya, yang menghasilkan pergerakan gigi yang lebih homogen. Penopang tip-back beraksi pada molar dalam tiga bidang, sehingga penting untuk menggunakan  ukuran kawat yang tepat mengisi slot untuk menghindari lingual tipping dari molar. Pada kasus yang disajikan, kawat TMA (0,017 x 0,025-inch) pada sebuah slot 0,018-inch, digunakan.
   
Kami memulai pelurusan dengan alat cekat parsial untuk memungkinkan kaitan (hook) bergerak secara distal pada saat gigi diluruskan. Penjangkaran yang dikuatkan dengan segmen anterior tetap dikontrol. Ketika perubahan pertama pada inklinasi terjadi, alat cekat penuh digunakan.

KESIMPULAN
   
Impaksi molar kedua merupakan sebuah gangguan yang sangat menantang, yang memerlukan evaluasi klinis, radiologis, dan biomekanis yang baik dan pemilihan alat yang tepat untuk keberhasilan perawatan.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...