Monday, April 19, 2010

Konsep-Konsep dan Prinsip-Prinsip Manajemen Biaya

Hampir seperempat abad yang lalu, Peter F. Drucker menulis artikel “Manajemen Untuk Efektifitas Bisnis” untuk Review Bisnis Harvard. Saya tidak mengetahui seberapa besar pengaruh artikel tersebut setelah itu, tetapi sekarang terlihat bahwa artikel tersebut hanya memiliki sedikit atau tidak ada pengaruh sama sekali – dan, menurut pendapat saya, itu adalah sebuah tragedi.
   
Drucker menyebutkan bahwa tanggungjawab utama manajemen adalah “bekerja keras untuk hasil ekonomi yang sebaik mungkin dengan sumber-sumber daya yang saat ini digunakan atau yang tersedia.” Kemudian dia memaparkan bagaimana akuntansi biaya yang tidak efektif bisa merusak rute yang harus ditempuh oleh manajemen untuk memenuhi tanggungjawab ini. Drucker menyimpulkan artikelnya dengan memberikan saran berikut ini:

“Dan meskipun pekerjaan yang harus dilakukan terlihat berbeda di setiap perusahan, namun ada satu hal mendasar yang selalu ada: setiap produk, setiap operasi, dan setiap aktivitas dalam sebuah bisnis, harus diuji coba selama setiap dua atau tiga tahun. Masing-masing harus dipertimbangkan seperti cara kita mempertimbangkan sebuah proposal untuk sebuah produk baru, sebuah operasi baru atau aktivitas baru.”

Pesan yang ingin disampaikan cukup jelas. Setiap produk harus direview untuk memastikan bahwa perusahaan untung dari produksi dan distribusi produk tersebut. Bahkan jika sebuah perusahaan sedang membuat sebuah profit yang bisa diterima, manajemen masih harus memastikan bahwa setiap produk menghasilkan laba atau terdapat alasan stratejik untuk menjualnya dengan sedikit kerugian (misalnya alat cukur dengan pisau).
   
Dalam 20 tahun terakhir, akuntansi biaya telah mengalami sedikit inovasi. Para praktisi telah mengembangkan sebuah sikap dengan slogan “jika produk tidak rusak, jangan diperbaiki,” dan akademik hanya memberikan sedikit perhatian kepada akuntansi biaya. Perubahan utama yang telah terjadi – meningkatnya penggunaan pembiayaan berbasis waktu-mesin dan biaya material – masih sedikit mengatasi masalah yang paling serius dalam desain-desain sistem biaya yang telah ada.
   
Pada kebanyakan perusahaan, analisis profitabilitas produk dapat memberikan bantuan yang bermanfaat untuk mengetahui sumber laba dan rugi. Analisis seperti ini memerlukan penilaian akurat terhadap masing-masing biaya pemasaran dan produksi produk. Pada kebanyakan perusahaan, sistem akuntansi biaya diharapkan melakukan tugas ini. Sayangnya, banyak bukti yang menunjukkan bahwa sistem-sistem ini gagal untuk melaporkan biaya-biaya produk secara akurat, karena dua alasan. Pertama, sistem-sistem tersebut tidak pernah dirancang untuk melaporkan biaya-biaya produk yang akurat; tujuan utamanya adalah untuk melaporkan nilai-nilai inventaris. Kedua, sistem-sistem ini belum dimodifikasi ketika proses produksi telah berubah. Sistem-sistem ini tidak lagi layak untuk mengukur aliran biaya sebuah perusahaan. Akibatnya, sistem-sistem ini tidak berguna.

GEJALA-GEJALA
   
Untuk menentukan apakah sistem biaya sebuah perusahaan melaporkan biaya produk yang akurat dan melindungi dari kesia-siaan, maka manajemen secara berkala harus mengevaluasi sistem tersebut. Para manajer harus menanyakan kepada diri mereka sendiri, “Apakah saya benar-benar megetahui berapa biaya produk saya?” Untuk menjawab pertanyaan ini dibutuhkan sebuah analisis yang mendetail terhadap sistem biaya perusahaan – sebuah proses yang mahal dan memerlukan banyak waktu. Untungnya, manajemen bisa mengurangi risiko untuk melakukan analisis yang tidak perlu ini dengan mencari gejala-gejala yang biasanya menyertai sistem biaya yang tidak berguna atau yang tidak dirancang dengan baik. Ini akan dibahas pada bagian-bagian berikut.

Produk-produk yang sangat sulit diproduksi dilaporkan sangat menguntungkan walapun tidak diberi harga istimewa

Tidak semua produk mudah diproduksi: beberapa diantaranya adalah produk baru, dan tenaga kerja masih belajar bagaimana membuatnya; sementara beberapa yang lain memang sulit untuk dibuat. Tipe kedua ini dapat menjadi tes yang baik tentang seberapa baik sebuah sistem akuntansi biaya beroperasi. Jika sistem merekam biaya-biaya pembuatan tambahan, maka produk yang sulit dibuat ini akan dijual di atas harga yang sebenarnya atau memiliki margin yang rendah.
   
Akan tetapi, yang sering terjadi, produk-produk yang kompleks ini nampaknya sangat menguntungkan. Mereka bisa dijual dengan harga premium yang kecil, sehingga mencerminkan kemauan pasar untuk membayar lebih bagi produk tersebut, tetapi biaya produksinya yang dilaporkan tidak mencerminkan kesulitan dalam pembuatan produk ini. Dalam hal ini, sistem biaya gagal merekam biaya sesungguhnya dan justru melaporkan biaya-biaya yang mencerminkan tingkat kesulitan pembuatan rata-rata.

Margin-margin profit tidak bisa dijelaskan dengan mudah
   
Manajemen biasanya harus mampu mengidentifikasi mengapa beberapa produk lebih menguntungkan dibanding yang lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas mencakup pangsa pasar, perbedaan kualitas, perbedaan proses produksi, dan ekonomi skala. Jika biaya sistem secara akurat melaporkan biaya-biaya produk, maka manajemen harus mampu menjelaskan pola keseluruhan dari profitabilitas produk. Jika manajemen tidak bisa menjelaskan pola tersebut, maka sistem akuntansi biaya kemungkinan tidak berguna.

Beberapa produk yang tidak dijual oleh pesaing memiliki margin yang tinggi dalam laporan.

Jika tidak ada penjelasan sederhana untuk situasi ini, sistem biaya bisa salah. Sistem bisa melaporkan laba-laba bayangan sedangkan sistem pesaing tidak. Jadi jelas, penjelasan ini tidak absah jika perusahaan memiliki manfaat kompetitif seperti proteksi patent, pengakuan merek yang tinggi, atau proses produksi yang merupakan hak milik.
   
Jika kompetisi membeli produk-produk perusahaan, mengepak ulang, dan kemudian menjualnya kembali denga harga yang lebih tinggi, atau sebagai bagian dari sebuah orde yang lebih besar dengan harga sama, maka produk-produk ini kemungkinan diberi biaya dan harga yang tidak tepat. Atau, jika kompetisi mengidentifikasi perusahaan sebagai satu-satunya sumber produk-produk ini, maka kompetisi meyakini bahwa menjual produk-produk ini dengan harga yang tertera akan merugikan.

Hasil penawaran sulit dijelaskan
   
Perusahaan-perusahaan yang umumnya menawar untuk bisnis terkadang bisa menggunakan hasil dari penawaraya untuk menentukan seberapa baik sistem biayanya akan berfungsi. Jika manajemen tidak mampu secara akurat memprediksikan tawaran mana yang akan dimenangkan, maka sistem biaya bisa saja melaporkan biaya produk yang tidak akurat. Manajemen harus mencari tawaran yang berharga rendah untuk dimenangkan atau yang berharga tinggi dan diharapkan akan rugi. Jika  tawaran harga yang agresif seringkali rugi dan tawaran harga yang tinggi dimenangkan, maka sistem biaya harus diperiksa.
Produk kompetisi bervolume-tinggi diberi harga yang sangat rendah
   
Ketika pesaing-pesaing yang lebih kecil yang tidak memiliki manfaat ekonomi yang jelas memberi harga yang rendah terhadap produk-produk yang tinggi volume produksinya dan secara bersamaan menghasilkan keuntungan yang baik, maka sistem biayanya patut dicurigai dalam hal ini. Sistem biaya cenderung melaporkan biaya rata-rata yang tinggi. Produk bervolume tinggi pada dasarnya tidak terlalu mahal biaya produksinya dibanding produk-produk yag bervolume rendah, dan kebanyakan sistem biaya gagal menghitung secara akurat perbedaan ini. Pada kenyataannya, produk-produk bervolume tinggi baisanya diberi biaya yang berlebihan dan produk bervolume rendah diberi biaya yang terlalu kecil. Akan tetapi, perusahaan-perusahaan yang lebih kecil yang memproduksi lebih sedikit produk, sering mengalami lebih sedikit distorsi sehingga memiliki pemahaman yang lebih baik tentang biaya produknya.
   
Bahkan jika penetapan harga cost-plus tidak digunakan, distorsi yang berbasis volume dari biaya produk yang dilaporkan ini bisa menjadi sebuah masalah yang sangat serius. Karena produk-produk yang bervolume rendah terlihat lebih menguntungkan, maka produsen-penuh mencoba untuk berpusat pada produk-produk ini dan membiarkan produk-produk bervolume besar menjadi fokus para pesaing. Jika sistem biaya mendistorsi sumber laba, maka perusahaan bisa mengejar laba imajiner dan profitabilitasnya bisa sangat rendah dan merugikan. Kerugian ini bisa sulit dijelaskan karena tidak ada kerugian kompetitif yang jelas dan tidak ada perubahan fundamental pada struktur pasar yang telah dilakukan.
Tawaran distributor untuk suku-cadang jauh lebih rendah dari yang diharapkan

   
Suku-suku cadang sering dikeluarkan dari penawaran karena sangat mahal untuk dibuat dalam perusahana sendiri. Jika tawaran distributor terhadap suku-suku cadang ini jauh lebih rendah dari yang diharapkan dengan ekonomi produksi perkiraan yang terlibat, maka sistem biaya bisa keliru.
   
Informasi biaya memegang peranan penting dalam pembuatan keputusan tentang apakah harus membuat atau membeli barang. Sayangnya, sistem-sistem biaya konvensional tidak memberikan data biaya yang sesuai. Secara khusus, sistem-sistem ini gagal untuk secara akurat menentukan jumlah biaya overhead yang benar-benar dihindari oleh pembelian. Sistem-sistem ini terlalu berlebihan dalam memperkirakan penghematan, sehingga mendukung keputusan untuk membeli. Ketika bias ini ditambah dengan perkiraan biaya produksi yang berlebihan, maka keputusan biaya bisa terlalu sering diadopsi.
Kustomer tidak mempedulikan peningkatan harga, bahkan jika tidak ada peningkatan biaya yang bersangkutan

Ketika harga meningkat, kustomer biasanya bereaksi negatif. Jika ada sedikit atau tidak ada reaksi, maka sistem biaya kemungkinan memperkirakan biaya produk terlalu rendah. Pertimbangan ini meningkat jika harga kompetisi juga meningkat dan perusahaan bukan pemimpin harga.
   
Jika kustomer tidak komplen, maka mereka kemungkinan membayar lebih sedikit utnuk produk tersebut dibanding manfaat yang dirasakan. Jika pesaing juga meningkatkan harga mereka, maka mereka mungkin menyadari bahwa produk diberi harga terlalu rendah meski menginginkan perusahaan lain untuk menanggung risiko harga yang meningkat. Untuk penentu harga cost-plus, profitabiltias yang berlebih merupakan penentu terakhir. Dengan menyuplai biaya-biaya yang terlalu rendah, sistem menyebabkan manajemen memberi harga yang terlalu rendah pada produk di tempat pertama. Gejala-gejala ini bisa dideteksi hanya jika sistem biaya melaporkan biaya produk yang secara signifikan tidak tepat. Ini terjadi hanya jika desain sistem biaya benar-benar cacat.

CACAT DESAIN SISTEM
   
Sistem akuntansi biaya bisa mengalami cacat dengan beberapa cara. Cacat-cacat yang dibahas dalam bagian ini sangat umum dan bisa menyebabkan distorsi yang signifikan dalam biaya produk yang dilaporkan.
Hanya waktu (atau biaya) langsung dari pekerja yang digunakan untuk mengalokasikan overhead dari kelompok-kelompok biaya (pusat biaya) ke produk

Ketergantungan pada tenaga kerja langsung bisa ditelusuri sampai ke akar akuntansi biaya. Pada akhir abad terakhir, para manajer memasang sistem pengukuran tenaga kerja langsung yang rinci untuk menjaga agar angkatan kerja langsung tetap produktif. Para perancang dari sistem akuntansi ini memanfaatkan sistem-sistem ini dan mengadopsi jam tenaga kerja langsung untuk semua tujuan alokasi, bahkan apabila basis-basis lain tetap efektif. Pada saat itu, penyederhaan ini dapat diterima karena proses produksi sangat intensif tenaga kerja, overhead kecil, keanekaragaman produk cukup rendah. Pada kondisi-kondisi seperti ini, kuantitas tenaga kerja langsung dalam sebuah produk pada umumnya merupakan sebuah tolak ukur yang bisa dipercaya untuk tambahan total nilai/manfaat.
   
Sekarang ini, biaya tenaga kerja langsung biasanya kurang dari 10 persen dari biaya produksi total produk, sedangkan overhead lebih dari 30 persen biaya total. Jam-kerja tenaga kerja langsung tidak lagi menjadi prediktor yang baik untuk tambahan nilai bagi sebuah produk. Meski demikian, kebanyakan sistem biaya masih sangat bergantung pada jam-kerja tenaga kerja langsung untuk mengalokasikan biaya ke produk-produk.

Hanya basis-basis alokasi yang terkait volume (misalnya jam tenaga-kerja, jam mesin, dan dollar material) yang digunakan untuk mengalokasikan overhead dari kelompok biaya ke produk

Basis-basis ini mengasumsikan bahwa biaya untuk memproduksi sekelompok barang produksi berbanding lurus dengan jumlah item dalam kelompok barang tersebut. Asumsi ini tepat untuk aktivitas-aktivitas yang terkait volume (seperti tenaga kerja langsung, suplai produksi, dan komponen barang) tetapi tidk tepat untuk biaya-biaya yang terkait non-volume seperti inspeksi, pemasangan, atau penjadwalan. Biaya-biaya ini bervariasi menurut jumlah inspeksi yang dilakukan, jumlah setup, dan kuantitas penjadwalan, masing-masing.
   
Pengalokasian biaya yang terkait non-volume memerlukan pemilihan sebuah basis alokasi yang dengan sendirinya tidak terkait volume. Dalam proses pembuatan yang memiliki persentase biaya terkait non-volume tinggi, maka sistem-sistem biaya yang hanya menggunakan basis-basis terkait volume akan menghasilkan biaya produk yang tidak akurat. Kesalahan dalam biaya produk yang dilaporkan akan meningkat signifikan jika produk-produk dibuat pada ukuran kelompok barang yang sangat bervariasi. Banyak biaya-biaya terkait-volume yang tergantung pada jumlah kelompok barang yang sedang dibuat. Sistem biaya tradisional biasanya memberi biaya rendah bagi produk yang bervolume kecil dan memberi biaya berlebh bagi produk yang bervolume tinggi.
   
Para perancang sistem tradisional ini tidak mempedulikan hal ini karena kemungkinan dua alasan. Pertama, persentase biaya yang terkait non-volume jauh lebih kecil. Akibatnya, kesalahan biaya-biaya produk yang dilaporkan akibat hanya menggunakan basis-basis alokasi terkait volume, jauh lebih rendah. Kedua, sebuah fasilitas tunggal biasanya memproduksi produk yang lebih kecil dengan ukuran lot yang tidak terlalu beragam. Sekarang ini, persentase biaya-biaya yang terkait non-volume cukup tinggi dan sering mewakili sekitar 25% dari biaya produksi total. Dengan demikian, produk-produk bervolume produksi rendah bisa secara signifikan diberi biaya yang rendah, sedangkan produk-produk bervolume tinggi sedikit diberi biaya yang berlebih. Distorsi biaya produk yang dilaporkan ini juga mendistorsi strategi yang dipilih oleh perusahaan. Produk-produk yang bervolume kecil nampaknya lebih menguntungkan dari yang sesungguhnya, sehingga mendorong manajemen untuk berfokus pada bisnis khusus yang bervolume kecil.
Kelompok biaya terlalu besar dan mengandung mesin-mesin yang memiliki struktur biaya overhead yang sangat berbeda

Masalah ini diakibatkan oleh penyederhanaan yang dilakukan oleh perancang-perancang terdahulu. Pertama, proses produksi yang mereka hadapi jauh lebih sederhana dibanding sekarang; walaupun mesin-mesin yang berbeda mungkin telah digunakan dalam proses tersebut, dalam setiap tahapa utama mesin cenderung memiliki struktur biaya overhead yang mirip. Ini memungkinkan masing-masing tahapan diperlakukan sebagai sebuah pusat biaya tanpa gangguan utama pada biaya produk yang dilaporkan. Kedua, untuk meminimalisir jumlah perhitungan yang diperlukan untuk produk-produk biaya, perancang-perancang terdahulu membiarkan jumlah pusat biaya biaya serendah mungkin. Hambatan ini mencerminkan biaya perhitungan yang tinggi dalam masyarakat pra-komputer.
   
Karena otomatisasi yang meluas, pusat-pusat biaya sekarang memiliki campuran mesin konvensional dan mesin otomatis. Ini menjami pelaporan biaya-biaya produk yang terdistorsi. Wlaupun mesin-mesin otomatis pada umumnya memiliki biaya overhead yang lebih tinggi dari mesin konvensional, ini memerlukan lebih sedikit teaga kerja. Sistem biaya memberikan biaya masing-masing produk dengan biaya overhead rata-rata yang terlalu tinggi untuk mesin-mesin konvesional dan terlalu rendah untuk mesion-mesin otomatis. Produk-produk yang dibuat dengan mesin konvensional yang intensif tenaga kerja diaberikan biaya overhead yang lebih tinggi dari yang diperlukan.
Biaya pemasaran dan pengiriman produk berbeda dramatis menurut saluran distribusi, dan meski demikian sistem akuntasi tidak mengindahkan biaya-biaya pemasaran

Prinsip-prinsip akuntansi biaya hanya diaplikasikan untuk biaya-biaya produksi, sedangkan biaya-biaya lain (misalnya peasaran) tidak dihiraukan dan diperlakukan sebagai item tunggal. Penghilangan ini mencerminkan dominasi sasaran varluasi inventaris dalam akuntansi biaya. Walaupun biaya produksi bisa diinventarisir dengan prinsip-prinsip akuntansi yang umum, namun biaya-biaya pemasaran harus diperlakukan sebagai sebuah biaya periode dan dituliskan. Dengan demikian, biaya pemasaran dan distribusi tidak dialokasikan ke produk menurut sistem akuntansi konvensional.
   
Banyak perusahaan yang saat ini menjual produk mereka melalui berbagai saluran distribusi, dan biaya-biaya yag terkait dengan saluran-saluran ini bisa mencapai 25 persen dari total biaya. Sebagai contoh, salah satu channel mungkin memerlukan teaga penjualan terlatih yang seringkali menghubungi kustomer sebelum penjualan dilakukan, sedangkan pada saluran lain kustomer bisa menelpon dan memesan. Jadi jelas, biaya melakukan bisnis dalam dua saluran sangat berbeda, tetapi jika perusahaan mencoba untuk memaksimalkan margin kasar, maka perbedaan ini bisa diabaikan. Sistem akuntansi biaya juga tidak menghiraukan berbagai pengeluaran penjualan dan administratif karena termasuk biaya-biaya periode. Jika biaya-biaya ini berbeda secara sistematis menurut produk atau saluran produk, menggunakan margin kasar untuk mengurutkan produk adalah sebuah tehnik yang berbahaya.

KESIMPULAN
   
Pengetahuan yang tidak utuh tentang biaya produk membuat manajemen sulit untuk mengetahui bagaimana cara terbaik menggunakan sumber-sumber daya yang tersedia, dan dalam istilah Drucker, memenuhi tanggungjawab utamanya. Sayangnya, walaupun relatif mudah dibuktikan bahwa sebuah sistem biaya melaporkan biaya produk yang tida akurat, namuan sangat sulit untuk dibuktikan bahwa perusahaan mengalami penderitaan karena hal tersebut. Tidak ada keputusan bisnis yang semata-mata tergantung pada biaya produk; informasi biaya produk umum digunakan dalam keputusan yang bergantung pada berbagai informasi.
   
Gejala-gejala ketergantungan terhadap biaya-biaya yang tidak utuh bisa digunakan untuk menentukan apakah sistem biaya memerlukan desain ulang. Pendekatan ini cukup bermanfaat karena karena relatif cepat dan tidak mahal. Akan tetapi, ini bukanlah uji yang sempurna. Pertama, gejala-gejala tidak selalu mudah untuk dideteksi, dan ketidakmampuan mendeteksinya tidak menjamin bahwa perusahaan tidak mengalaminya. Kedua, ada beberapa penjelasan untuk masing-masing gejala, dan tidak selalu memungkinkan untuk menunjukkannya. Risiko menyalahkan sistem biya bisa dikurangi dengan menentukan apakah sistem tersebut menderita salah satu dari cacat desain yang lebih umum.
   
Tidak cukup sekedar memeriksa cacat desain. Tidak ada cara mudah untuk menjelaskan bahwa distorsi pada biaya produk yang dilaporkan cukup untuk menimbulkan masalah. Tingkat distorsi tergantung pada proses produksi, kisaran produk yang dihasilkan, dan saluran distribusi yang digunakan. Kejadian bersama-sama dari gejala-gejala ini dengan cacat yang memerlukan sebuah sistem biaya yang baru.

5.2  Biaya Produk Sesungguhnya

Bukan sistem akuntansi biaya tradisional yang tidak berfungsi, tetapi dunia yang untuknya sistem akuntansi tersebut dirancang terlalu cepat berubah. Biaya-biaya produk biasanya sebagian besar terdiri dari tenaga kerja langsung dan material; saat ini kita memiliki sebuah lingkungan produksi dimana tenaga kerja langsung biasanya mewakili jumlah sekitar 5% sampai 15% dari biaya dan material mewakili sekitar 45% sampai 55%. Ini memaksa adanya biaya overhead 30% hingga 50% (lihat Gambar 1). Dan overhead terus bergeser dari variabel menjadi tetap sebagai akibat dari investasi pada mesin. Dengan skenario ini, tidak sulit untuk membayangkan bahwa sistem akuntansi biaya kita sekarang ini kemungkinan tidak mencerminkan biaya produk yang sesungguhnya.
   
Petunjuk apa yang kita miliki bahwa deskripsi di atas benar? Sebuah artikel oleh Professor Robin Cooper dari Harvard University dalam Harvard Business Review, Januari-Februari 1989, berjudul “Anda Memerlukan sebuah Sistem Biaya Baru Apabila . . . “ Artikel tersebut menjelaskan beberapa gejala dari masalah dengan sistem biaya yang ada. Cooper mengatakan kemungkinan diperlukan banyak waktu untuk medensain ulang sistem biaya jika:

Para manajer fungsional ingin melepaskan lini-lini yang menguntungkan;
Produk yang sulit dibuat menunjukkan laba besar
Masing-masing departemen memiliki sistem biaya sendiri
Anda memiliki relung margin-tinggi semuanya untuk diri anda
Harga pesaing sangat rendah

5.3 Maju Mundurnya Produksi Berbasis-Waktu

Pada akhir tahun 1980an, kompetisi asing – khususnya dari Jepang – memaksa penyuplai otomotif Amerika Serikat beralih dari kompetisi yang didasarkan pada biaya ke kompetisi yang didasaran pada distribusi on-time dan kualitas tinggi. Untuk memenuhi tujuan-tujuan ini, banyak perusahaan yang mulai mengimplementasikan program-program untuk meminimalisir waktu proses dan memaksimalkan kualitas.
   
Perusahaan-perusahaan juga menyadari bahwa sistem pembiayaan standar tradisional, yang berlaku pada tenaga kerja langsung dan perhitungan varians, harus dianggap pertama-tama sebagai mekanisme akuntansi finansial dan kemudian digunakan secara hati-hati untuk tujuan pengontrolan biaya. Perusabaah Knussmann Corporation's Brice Plant merupakan sebuah contoh penyuplai otomotif yang berjuang untuk keluar dari penekanannya terhadap tolak ukur kinerja tradisional tetapi gagal.
   
Pada bulan Januari 1988, presiden Knussmann membentuk tujuan yang berbasis waktu dan berbasis kualitas untuk pabrik-pabriknya yang terletak di Amerika Serikat. Setiap pabrik, menurut presiden, akan mengembangkan waktu proses satu pekan (inventaris kerja-dalam-proses ditingkatkan 52 kali per tahun) dan untuk mengurangi sisa menjadi 0,5% dari biaya barang yang dijual.
   
Ketika tujuan-tujuan ini dibentuk, turover inventaris proses rata-rata sekitar 10 per tahun di pabrik Brice. Sisa sekitar 4,5%.
   
Selama tahun 1988, tidak ada perubahan menonjol yang ditemukan dalam rasio inventarios atau level sisa yang terjadi. Sebagai konsekuensinya, pada bulan Desember 1988, presiden Knussmann mengadakan sebuah pertemuan dengan para manajernya. Intinya, pesannya adalah: “Memenuhi tujuan-tujuan tersebut atau saya akan mencari orang lain yang mampu”.
   
Sebelum tahun 1988, pabrik Brice menggunakan sistem pembiayaan tradisional yang mirip dengan sistem yang digunakan di kebanyakan perusahaan Amerika. Biaya-biaya produk di pabrik Brice adalah material langsung,. 30%; tenaga kerja langsung, 8%; overhead pabrik, 62%. Pabrik Brice menggunakan pembiayaan standar dan mengaplikasikan overhead pabrik dengan menggunakan biaya tenaga kerja langsung.
   
Penekanan diberikan pada biaya tenaga-kerja langsung melalui sistem biaya standar yang menyusupi seluruh pabrik. Output produksi dari masing-masing departemen diukur dengan “dollar standar yang dihasilkan,” yang merupakan tolak-ukur standar dari output sebenarnya.
   
Laporan varians bulanan diperoleh dan varians dihitung untuk biaya-biaya “yang dapat dikontrol” seperti suplai, tenaga-kerja tidak langsung, maintenans, dan permesinan. Varias untuk “tenaga-kerja langsung” dianggap begitu penting sehingga dihitung dan dikirim ke manajemen dalam sebuah laporan terpisah. Penekanan utama diberikan untuk meminimalisir varians tenaga-kerja langsung. Para manajer departemen harus menjelaskan varians yang tidak mendukung dalam pertemuan mingguan. Ketergantungan pada pengukuran kinerja tradisional ini menghalangi pabrik Brice untuk mencapai dua tujuan perusahaan.

Mundurnya Brice
   
Para manajer pabrik Brice merespon terhadap ultimatum yang diberikan oleh presiden perusahaan dengan menekankan pengurangan inventaris dan perbaikan kualitas di semua departemen. Sebagai akibatnya, jumlah uang yang dihabiskan untuk tenaga kerja langsung dan tidak langsung meningkat dari Mei 1989 sampai Oktober 1989. Biaya tenaga-kerja tambahan yang dihasilkan dari pengangakatna lebih banyak pekerja untuk mengoperasikan mesin, memindahkan material, dan menginspeksi produksi. Disamping itu, pekerja-pekerja yang ada dibayar lembur.
   
Selama periode yang sama ini, standar tenaga-kerja langsung yang dihasilkan tidak meningkat dengan laju yang sebanding karena input kerja ke dalam toko tidak meningkat dibawah level permintaan, faktor ini menghasilkan pengurangan besar dalam inventaris pada pabrik selama periode waktu yang sama. Pengurangan ini adalah dari $1.122.000 sampai $806.000. Peningkatan yang sebanding untuk dollar yang dikirim dan peralihan inventaris yang dihasilkan, sebagian diakibatkan oleh penurunan inventaris.
   
Turn inventaris meningkat dari 14 pada bulan April 1988 menjadi 28 di bulan September 1989. Tingkat inventaris mencapai titik rendah $806.000 pada bulan Agustus 1989. Tidak pengurangan inventaris yang terjadi pada bulan   September 1989. Sehingga, dollar standar yang dikirim turun menjadi $1.435.000/ Peningkatan temporer untuk dollar standar yang dikirim selama bulan Juni, Juli dan Agustus diakibatkan oleh pengurangan inventaris yang berkenaan dengan sebelumnya. Jika pengurangan inventaris selanjutnya berhenti, maka tingkat output akan turun ke level yang diinginkan.
   
Akibat peningkatan dollar aktual yang dihabiskan utnuk tenaga kerja langsung dan kurangnya peningkatan dollar tenaga kerja langsung standar yang dihasilkan, varians tenaga-kerja langsung yang tidak mendukung untuk periode enam bulan (Mei-Oktober 1989). Untuk merespon langsung varians yang tidak mendukung ini (dan dollar standar yang dikirim turun ke level bawah), maka wakil presiden perusahaan untuk produksi mengirim sebuah memorandum ke manajer pabrik Brice yang meminta sebuah penjelasan.
   
Untuk sementara, manajemen teratas di Kunssmann “mencari cara lain”. Mereka menerima varians yang tidak mendukung pada Mei, Juni, Juli dan Agustus akibat peningkatan dollar yang dikirim. Tetapi ketika dollar standar yang dikirim menurun pada September dan Oktober, mereka tidak lagu mau mengacuhkan varians yang tidak mendukung. Sebuah memo, yang menekankan diperlukannya pengendalian biaya tenaga-kerja langsung, diikuti dengan beberapa panggilan telpon dari pengendali perusahaan ke manajer pabrik Brice.
   
Manajemen Brice merespon dengan membiarkan adanya waktu lembur di pabrik. Akibatnya, uang sebenarnya yang dihabiskan untuk tenaga-kerja langsung berkurang. Dan juga, lebih banyak material yang diinput ke dalam pabrik dengan memulai menjadwalkan order sedini mungkin. Ini dilakukan untuk meningkatkan inventaris, yang juga meningkatkan tenaga-kerja langsung stadar yang dihasilkan.
   
Seperti yang diharapkan, varians tenaga kerja langsung yang tidak mendukung berkurang, dengan pengurangan turn inventaris yang sebanding. Turn inventaris pada Oktober 1990 adalah 12 pertahun, yang merupakan tingkat terendah sejak awal periode 24-bulan.
   
Perbandingan data tentang “scrap sebagai sebuah persen dollar standar yang dikirim” degan “dollar yang dikirim dan inventaris” menunjukkan bahwa apabila tingkat inventaris berkurang, maka persentase scrap juga berkurang. Pada Desember 1988 dan Januari 1989, scrap memiliki rata-rata sekitar 4,4%. Pada bulan Agustus 1989, ketika inventaris berada pada level terendah, scrap juga berada pada level terendah – 1,9%. Dari Agustus 1989 sampai Oktober 1990, fulktuasi drmatis untuk level scrap terjadi. Tetapi level scrap cenderung meningkat, dan pada akhir periode 24-bulan, scrap rata-rata 4,1%.
   
Meskipun level scrap berkurang ketika manajemen menghasilkan dollar tenaga kerja tambahan untuk mengontrol scrap, cukup jelas pada akhir periode 24-bulan bahwa tidak perbaikan tajam untuk tingkat scrap yang telah direalisasikan. Ini merupakan salah sau dari dua tujuan utama yang ditentukan oleh perusahaan.
   
Sehingga, ketergantungan terhadap tolak-ukur kinerja tradsional yang tidak sesuai bukan hanya menghambat pengimplementasian produksi berbasis-waktu atau berbasis-kualitas tetapi juga bisa menghentikannya. Meskipun pengembangan tujuan perusahaan yang berbasis waktu dan berbasis kuat di Knussmaan telah dilakukan – waktu produksi sepekan memutar kerja-dalam-proses 52 kali per tahun dan tujuan kualitas 0,5% scrap – penggunan pembiayaan standar dan pemusatan pada varians tenaga-kerja langsung mencegah pabrik Brice dari membuat perkembangan jangka-panjang menuju pemenuhan tujuan-tujuan ini.
   
Meskipun perbaikan turnover yang cukup baik telah dicapai dan level scrap selama periode enam-bulan pada tahun 1989 dan periode yang sangat singkat pada tahun 1990, namun menajemen teratas di Knussmann tidak rela (tidak mampu) membuang sistem berbasis-biaya yang telah digunakan selama berpuluh-puluh tahun. Tidak ada tolak ukur kinerja yang terkait dengan tujuan baru perusahaan yang dikembangkan.
   
Dengan hanya membentukan tujuan-tujuan baru belumlah cukup. Perencanaan stratejik akan menyarankan bahwa rencana-rencana diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang baru. Para manajer di pabrik Brice nampaknya mengimplementasikan rencana seperti ini. Melalui pengeluaran tenaga kerja langsung dan tidak langsug, mereka memperoleh kapasias yang cukup untuk mencapai tujuan-tujuan yang baru. Tetapi meskipun tujuan-tujuan perusahaan disampikan, namun rencana tersebut tidak disampaikan.
   
Tidak ada tolak ukur kinerja baru yang didesain. Manajer Knussmann membentuk tujuan-tujuan baru dan berupaya mengukur pencapaian meggunakan sistem biaya standar tradisional. Para manajer di Brice membuat tolak ukur baru – tolak-ukur seperti turnover dan persentase scrap. Tolak ukur ini nampaknya cocok. Tetapi manajer Knussmann dilingkupi oleh varians tenaga kerja langsung dan ketergantungan terhadap tolak-ukur biaya.

MENGUBAH SISTEM BIAYA
   
Lalu siapa yang menjadi kambing hitam dari kegagalan Brice utuk memenuhi tujuan-tujuannya? Apakah para manajer di Knussmann yang salah karena tidak mengadopsi sistem pengukurna kinerja yang baru? Haruskah para manajer Brice disalahkan karena tidak menegaskan bahwa tolak-ukur yang terkait dengan tujuan digunakan? Mungkin sistem akuntansi biaya sendiri harus disalahkan. Apakah sistem biaya keliru, atau apakah hanya disalahgunakan? Apakah varians salah, atau  adalah varians yang lebih baik.
   
Para manajer sekarang ini menyadari bahwa sesuati harus dirubah jika perusahaan untuk menjadi produsen yang efektif. Banyak alternatif untuk perubahan, beberapa diantaranya bisa saling mendukung, beberapa diantaranya tidak, yang harus dipertimbangkan untuk pabrik Brice.

Kembali ke JIT
   
Banyak perusahaan yang telah mengadopsi beberapa jenis filosofi just-in-time (JIT) untuk berkompetisi berdasarkan waktu. Ini lebih efektif untuk beberapa perusahaan dibanding yang lainnya. Tentunya, ide menghilangkan kesia-siaan akan efektif di pabrik Brice. Dan hampir setiap perusahaan bisa diuntungkan dari ide-ide bertambah nilai/tidak bertambah nilai yang ditawarkan oleh beberapa filosofi JIT.
   
Bagaimana jika pabrik Brice telah mengimplementasikan filosofi JIT? Banyak aktitivitas yang tidak menambah nilai kemungkinan akan ditemukan. Ini bisa agak efektif. Apapun bisa terlihat efektif bagi sebuah perusahaan yang telah mencoba untuk terlalu lama tergantung pada sistem biaya standar dalam mengidentifikasi ketidakefisienan apabila sistem biaya stadar tidak berguna.

Mengadopsi ABC
   
Pembiayaan berbasis aktivitas (ABC) bisa efektif untuk perusahaan seperti pabrik Brice. ABC tidak mengubah proses finansial untuk pembiayaan inventaris secara material, sehingga maajemen teratas mungkin lebih memilih untuk mengadopsi ABC ketimbang JIT. JIT dan filosofi produk lain terlihat “lebih radikal” dibanding ABC.
   
Mekanisme pembiayaan yang melekat pada ABC mungkin tidak memberikan manfaat langsung, tetapi aspek-aspek manajemen berbasis-aktivitas dari ABC dapat membantu pabrik Brice. Dengan mengidentifikasi aktivitas yang, jika dikurangi, akan mencapai tujuan Knussmann, maka Brice bisa mencapai tujuannya dengan berhasil sambil menggunakan ABC. Tetapi ABC bisa lebih dari sekedar apa yang dibutuhkan oleh pabrik Brice.

Memodifikasi sistem akuntansi biaya yang ada
   
ABC dan JIT bisa menjadi cukup pentng untuk membenarkan pertimbangan di pabrik Brice. Tetapi manajer teratas, khususnya yang berkutat dalam dalam sistem akuntansi biaya tradisional, seringkali merasa enggan untuk mengubah sistem akuntansi biaya. Biasanya, setiap modifikasi yang dilakukan hanya melibatkan pendekatan alokasi overhead. Ini sudah cukup untuk pabrik Brice.
   
Hiromoto menyarankan bahwa basis alokasi harus ditentukan oleh aktivitas yang ingin diminimalisir oleh oleh manajemen. Sistem akuntansi biaya di Jepang, misalnya, menggunakan basis-basis alokasi yang akan memotivasi pembuatan keputusan manajemen menuju tujuan panjag ketimbang yang jangka pandek. Para akuntan Amerika sering disalhakan karena menjadi “pinponter” yang baik, yang melakukan perhitungan sampai ekstra desimal sambil tidak mempedulikan jangka panjang.
   
Para manajer di Knussmann menginginkan pabrik Brice menjadi sebuah pabrik yang berbasis-waktu. Pada kasus tersebut, salah satu aktivitas yang harus diminimalisir adalah waktu yang diperlukan mulai dari pelepasan bahan mentah sampai pengiriman produk jadi ke konsumen (waktu proses). Penggunaan waktu proses produk sebagai basis alokasi mendorong manajer operasi untuk berjuang secara terus menerus mengurangi waktu proses dan, pada gilirannya, mengurangi biaya produk.
   
Pada saat yang sama. Upaya-upaya ini meningkatkan manfaat kompetitif perusahaan yaitu waktu. Jika waktu proses digunakan sebagai basis alokasi, maka tenaga kerja langsung masih bisa ditelusuri ke produk. Biaya-biaya overhead akan dialokasikan menggunakan waktu proses.
   
Para manajer yang berkonsentrasi untuk meminimalisir biaya produk perlu mengurangi waktu yang diperlukan untuk membuat masing-masing produk, jika biaya produk berkurang. Fokus ini mendukung produksi ukuran batch yang lebih kecil dan pengurangan waktu setup untuk meminimalisir waktu antrian produk pada setiap mesin.
   
Ini juga mendorong manajer untuk memindahkan material lebih cepat sehingga memperbaiki aliran proses. Perbaikan kualitas, tujuan kedua yang dientukan oleh manajemen Knussmann, akan didukung (dan diperlukan). Pada saat kualitas meningkat, waktu penilaian kualitas (misalnya waktu pemeriksaan) bisa dikurangi dan waktu proses berkurang.
   
Biaya tenaga-kerja langsung harus dikurangi untuk menjustifikasi pembelian alat pemeriksaan baru agar para pekerja bisa memeriksa pekerjaan mereka sendiri. Pengurangan biaya tenaga kerja langsung seperti ini tidak bisa ditunjukkan di pabrik Brice. Pengeluaran seperti ini tidak dilakukan. Kemulusan waktu proses sebagai sebuah basis alokasi adalah bahwa pengurangan waktu akan memerlukan investasi semacam ini. Dan efek sistem akuntansi biaya terhadap perhitungan pendapatan bersih tidak akan berubah akiba penggunaan waktu proses.
   
Seperti halnya dengan setiap sistem biaya standar, jika waktu proses digunakan, standar harus akurat dan up-to-date. Kita yakin bahwa jika standar up-to-date, maka waktu proses akan memberikan manfaat yang baik kepada pabrik Brice. Sebelum anda mengetahuinya, para manajer di Brice akan melakukan apapun yang mereka bisa untuk mengurangi waktu proses. Mereka akan mencari aktivitas-aktivitas yang tidak menambah nilai, dan mereka akan mencoba menghilangkannya. Mereka akan memindahkan inventaris dengan cepat, dan level inventaris akan berkurang.
   
Kami berpikir bahwa tindakan-tindakan seperti ini mirip dengan manajemen berbasis-aktivitas dan filosofi JIT. Walaupun tidak, tindakan-tindakan seperti ini masih dapat membantu pabrik Brice. Jika tidak ada lagi kendala, maka para manajer di Brice akan memiliki kans yang lebih besar untuk meyakinkan para manajer di Knussmann agar memperhitungkan untuk mengadopsi JIT atau ABC.

PERMASALAHAN: MANAJER YANG KERAS KEPALA
   
Manajer-manajer teratas berhasil memerintah para manajer di pabrik Brice untuk mencoba berkompetisi berdasarkan waktu dan kualitas, bukan berdasarkan biaya. Meskipun pabrik Brice telah berhasil dalam pencapaian tujuan-tujuan ini, namun hanya berlangsung singkat.
   
Siapa yang harus disalahkan? Manajemen Knussmann kah? Manajemen Brice kah? Ataukah kurangnya kecocokan tujuan? Atau kegagalan membuat rencana?
   
Bahkan sistem akuntansi biaya terlihat sebagai sebuah penyebab potensial untuk kegagalan. Apapun alasannya, para maajer di Knussmann tidak mau melepaskan tolak-ukur kinerja akuntansi biaya tradisional, dan inilah yang menyebabkan merosoknya pabrik.
   
Ketika para manajer tidak mau melepaskan sistem akuntansi biaya tradisional, maka bisa jadi sulit, atau tidak mungkin, berkompetisi berdasarkan waktu dan kualitas. Hasil ini tampaknya sangat tepat jika sistem tradisional berkembang di sekitar tenaga kerja dalam proses yang intensif non-tenaga kerja.
   
Apabila akuntansi biaya tradisional sudah mengakar, maka harapan terbaik biasanya adalah memulai dengan mencoba meyakinkan manajemen agar mengupayakan basis alokasi yang berbeda. Untuk pabrik Brice, kami merekomendasikan waktu proses sebagai sebuah basis alokasi. Jika sebuah basis alokasi baru telah terbentuk, maka hal-hal yang baik lainnya seperti JIT dan ABC bisa terjadi.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...