Sunday, March 28, 2010

Kemajuan Dalam Diagnosa Tuberculosis Dengan Pendekatan Molekuler

Diagnosa tuberculosis secara dini dan akurat sangat penting untuk keberhasilan penatalaksanaannya. Beberapa metode yang tersedia untuk diagnosa tuberculosis antara lain uji tuberculin, pemeriksaan radiologi dan metode-metode pencitraan lainnya dan mikroskopi smear sputum. Histopatologi karakteristik merupakan sebuah pendekatan yang sangat penting tapi kemungkinan agak sulit untuk memperoleh spesimen yang representatif dan sifat-sifat yang tidak spesifik bisa menjadi masalah. Immunologi seringkali tidak konklusif sebagai antibodi dan respon hypersensitifitas tipe lambat terjadi setelah redanya penyakit klinis atau sub-klinis. Mikroskopi smear sputum memiliki masalah dalam hal sensitifitas dan spesifitas. Kultur lebih sensitif dan saat ini merupakan tolak ukur bagi diagnosis, tetapi lamanya waktu yang diperlukan dan seringnya diperoleh hasil negatif yang menghasilkan spesimen paucibacillary merupakan kekurangan utama dari metode ini. Selama 10 tahun terakhir, kemajuan utama dalam mehami struktur genetik mikobakteri telah dicapai. Berdasarkan pengetahuan yang lebih baru ini tentang urutan gen spesifik, beberapa sistem penyelidikan gen/penguatan gen untuk tuberculosis telah dikembangkan. Alat-alat dan metode-metode molekuler ini bisa digunakan untuk menguatkan identitas isolat-isolat, pendeteksian urutan-urutan gen secara langsung dari spesimen-spesimen klinis dan juga pendeteksian resistensi obat secara molekuler.

  
Penyelidik DNA : Pengidentifikasian mikobakteri memerlukan waktu yang cukup lama dan upaya yang tidak sedikit. Untuk pengidentifikasian Mycobacterium tuberculosis  dan beberapa mycobakteria lainnya secara cepat dan ilmiah, beberapa penyelidik DNA telah telah dikembangkan. Penyelidik DNA yang dipasarkan secara komersial untuk M. tuberculosis dan M. avium juga telah tersedia. Penyelidik-penyelidik ini telah digunakan di beberapa negara untuk mengkonfirmasikan identitas isolat-isolat mycobakteri secara cepat. Jika digunakan bersama dengan metode-metode pendeteksian permtbuhan dini yang lebih baru (seperti BACTEC, Septi-Chek, MGIT) penyelidik-penyelidik ini sangat membantu dalam mengkonfirmasikan diagnosa secara cepat dimana identitas tuberculosis bisa ditentukan dalam waktu 1 atau 2 hari dengan penyelidik gen sebagiamana jka dibandingkan waktu lebih lama yang diperlukan dengan uji biokimia klasik. Untuk pengkonfirmasian diagnosa secara langsung dari spesimen-spesimen klinis, maka metode-metode ini tidak begitu sensitif dan memerlukan lebih dari 10000 organisme dalam spesimen untuk menunjukkan hasil positif.
   
Penyelidik berbasis rRNA Ribosom: Belakangan ini, sifat-sifat gen RNA ribosom telah banyak diteliti untuk perancangan sistem fingerprinting DNA ribosom dan untuk pembuatan penyelidik serta pengujian penguatan gen untuk berbagai tipe spesies mycobakteri termasuk M. tuberculosis, M. leprae, M. avium, M. gardonae dan lain-lain. Penyelidik-penyelidik ini mentargetkan rRNA, DNA ribosom, spacer, dan urutan apitan. Penyelidik penarget rRNA yang tersedia secara komersial telah dilaporkan bermanfaat untuk pengidentifikasian isolat-isolat mycobakteri secara cepat. Penyelidik-penyelidik ini dulunya berlabel-radiologi tapi sekarang telah dikembangkan menjadi tehnik chemiluminescent. Penyelidik-penyelidik yang mentargetkan rRNA memiliki sensitifitas 10-100 kali lipat dibanding yang mentargetkan DNA dan bisa digunakan untuk menguatkan diagnosa secara langsung pada spesimen-spesimen klinis. Akan tetapi, batas pendeteksian terendah adalah sekitar 100 organisme. Saat ini, penyelidik-penyelidik ini utamanya bermanfaat untuk pengidentifikasian isolat-isolat secara cepat pada tuberculosis.
   
Metode penguatan gen: Untuk diagnisa penguatan gen tuberculosis, telah dikembangkan beberapa tehnik berdasarkan reaksi rantai polimerase (PCR) dan pengujian penguatan isothermal.
   
(i) metode penguatan gen untuk pengidentifikasian : Tehnik-tehnik ini juga bisa digunakan untuk pengkonfirmasian identitas isolat tapi masalah pemindahan dari inokulum asal perlu dpertimbangkan. Tehnik seperti ini juga melibatkan penguatan daerah-daerah gen spesifik yang diikuti dengan hybridisasi dengan penyelidikan spesifik spesies, pengurutan dan analisis RFLP. Di Central JALMA Institute for Leprosy (CJIL) Agra, telah dikembangkan dua pengujian PCR-RFLP yang didasarkan pada primer-primer spesifik mycobakteria yang dirancang secara in-house dan mengargetkan 16S rRNA dan spacer plus urutan apitan. Meskipn pendekatan pengurutan PCR bisa diaplkasikan oleh laboratorium-laboratorium referensi, pendekatan hybridisasi dan RFLP dapat berfungsi dengan mudah dalam laboratorium mykobakteriologi klinis.
   
(ii) Metode-metode PCR untuk pendeteksian M. tuberculosis dari spesimen-spesimen klinis: Tehnik-tehnik PCR memiliki sensitifitas tinggi dan kondisi-kondisi optimum diharapkan dapat mendeteksi 1-10 organisme. Setelah evaluasi yang cukup dan tindakan pencegahan untuk menghindari kontaminasi dilakukan, pengujina-pengujian ini memiliki peranan yang sangat bermanfaat dalam pengkonfirmasian diagnosa secara dini pada tahap paucibacillary dan tahap paling awal dari penyakit mycobakterial. Sebuah varietas metode PCR telah dimembangkan untuk M. tuberculosis dan mycobakteria lainnya. Pengujian-pengujian PCR ini mentargetkan DNA atau rRNA. Lebih lanjut, ini mencakup pengujian-pengujian berdasarkan PCR yang berbasis DNA konvensional, PCR tersarang (nested), RT-PCR dan lain-lain yang mentargetkan penyisipan dan elemen-elemen repetitif, berbagai protein yang mengkodekan gen-gen dan RNA ribosom. Perkembangan di bidang ini berlangsung sangat cepat dan banyak pengujian PCR yang mentargetkan potongan gen yang berbeda dari M. tuberculosis telah ditemukan. Kita sulit berkomentar tentang manfaatnya yang relatif karena sedikit data yang ada untuk perbandingan. Pemeriksaan-pemeriksaan ini sekarang telah banyak digunakan di seluruh dunia. Sistem pemeriksaan PCR untuk tuberculosis juga sudah tersedia secara komersial dan telah dilaporkan dapat direproduksi, sensitif serta spesifik. Metode-metode ini juga bisa diadaptasikan untuk pengaplikasian in-situ untuk pengkonfirmasian diagnosa histologis.
   
(iii) Tehnik-tehnik penguatan isothermal: Pada tehnik-tehnik ini, enzim-enzim yang berbeda selain taq polimerase digunakan dan berbagai tahap penguatan diselesaikan hanya pada satu suhu. Sistem penguatan displacement rantai (SDA) dengan menggunakan penguatan isothermal untuk M. tuberculosis (Becton -Dickinson) telah ditemukan dan terlihat menjanjikan. Pengujian penting lainnya yang didasarkan pada pendekatan ini adalah uji langsung M. tuberculosis yang diperkuat penyelidik gen yang menggunakan penguatan isothermal M. tuberculosis kompleks rRNA diikuti dengan pendeteksian amplicon dengan penyelidik DNA berlabel acridinium ester. Pendekatan penting ketiga untuk penguatan gen isothermal adalah penguatan gen berbasis QB replikase yang melibatkan produksi RNA dalam reaksi penguatan menggunakan QB replikase sebagai enzim dan reaksi pada suhu konstan (37oC) dan sensitifitas sampai satu unit koloni pembentuk koloni telah dilaporkan untuk M. tuberculosis.
Pendekatan-pendekatan biologi molekuler
   
Kemajuan dalam memahami struktur genetika molekuler dari M. leprae telah memberikan banyak informasi yang menyebabkan berkembangnya tehnik-tehnik untuk mendeteksi dan mengkuantifikasi urutan gen spesifik pada lesi dan atau spesimen lain (misalnya nasal scrapings) yang berimpas pada epidemiologis. Demonstrais bisa dilakukan dalam spesimen-spesimen klinik secara langsung atau dalam organisme terisolir dengan DNA atau RNA sebagai molekul target. Dengan bantuan reaksi rantai polimerase (PCR), tehnik-tehnik ini bisa diaplikasikan bahkan pada spesimen-spesimen yang memiliki muatan bakteri rendah.

Penyelidik penarget DNA
   
Pada penyakit kusta, penyelidik yang mentargetkan DNA telah dilaporkan memiliki sensitifitas pendeteksian sampai 104 hingga 105 organisme. Pengalaman menggunakan penyelidik penarget DNA seperti ini menunjukkan bahwa metode-metode ini tidak bisa berhasil dengan baik karena sensitifitas yang kurang pada kekambuhan pasien penderita kusta PB dan sulitnya kontinuasi sinyal untuk keluar setelah kematian bakteri.

Penyelidik penarget RNA
   
RNA merupakan sebuah molekul yang jauh lebih stabil dibanding DNA. Setelah kematian, RNA terdegradasi lebih cepat dibanding RNA, sehingga demonstrasi dan/atau kuantitasinya kemungkinan berkorelasi baik dengan adanya bakteri hidup dalam lesi. Telah diketahui bahwa mRNA memiliki waktu-paruh tersingkat sehingga akan menjadi sistem penargetan yag ideal untuk pembuatan penyelidik bagi penentuan yang baik. Penyelidik yang mentargetkan mRNA belum begitu berhasilan karena sulitnya pemurnian dan pendeteksian mRNA. RNA ribosom (rRNA) merupakan molekul target lain yang terdapat dalam beberapa salinan (2.000-5.000) per sel mycobakteria yang hidup. Karena daerah-daerah yang terlindungi secara evolusioner serta daerah-daerah yang bervariasi, maka kerberadaan salinan dalam jumlah besar, dan korelasi dengan viabilitas, maka rRNA telah menarik perhatian banyak ilmuwan dan beberapa penyelidik penarget rRNA telah dikembangkan dan telah diamati cukup sensitif untuk mendeteksi 100-1.000 M. leprae hidup secara langsung tanpa penguatan. Lebih lanjut, setuap pengujian untuk pengukuran kuantitatif terhadap sinyal-sinyal ini dengan scanning mikrodensitometri telah dikemabngkan dan diamati sangat bermanfaat untuk memantau perjalanan perawatan dan juga untuk mendiagnosa kekambuhan.

Penguatan gen – Metode-metode PCR
   
Berbagai tehnik PCR untuk menguatkan gen-gen M. leprae yang berbeda telah dikembangkan selama 10 tahun terakhir. Pengujian-penguijian ini belum diamati sensitif sampai 1-10 organisme dan dilaporkan positif pada 60-75% spesimen paucibacillary negatif smear. Ketika teknologi PCR diperkenalkan, telah dilaporkan bahwa ini bisa bermanfaat baik untuk diagnosa maupun untuk pemantauan viabilitas. Kecenderungan-kecenderungan ini dikuatkan dalam penelitian-penelitian selanjutnya. Akan tetapi, persistensi sinyal lemah yang lama setelah perawatan efektif telah dilaporkan. Persistensi ini bisa diakibatkan oleh DNA residual atau beberapa orgnaisme hidup. Karena temuan semacam ini, maka tampak bahwa pengujian PCR yang berbasis DNA mungkin memiliki pengaplikasian yang terbatas dalam memantau situasi-situasi seperti reaksi terlambat dan kekambuhan. Sebelum spesimen yang banyak diamati dan beberapa tipe penilaian kuantitatif/semi-kuantitatif dilakukan, maka pengujian PCR berbasis DNA akan sulit diaplikasikan pada kasus-kasus dimana sebuah jawaban pasti tentang viabilitas diperlukan.

Pengujian penguatan gen yang berbasis RNA
   
Sensitifitas pendeteksian RNA bisa ditingkatkan dengan mengkombinasikannya dengan tahap-tahap amplifikasi dengan transkripsi terbalik berdasarkan RT-PCR atau amplifikasi berbasis sekuensi asam nukleat – NASBA. PCR transkripsi terbalik yang berbasis RNA (RT-PCR) yang melibatkan transkripsi pembalikan awal dari RNA traget menjadi DNA diikuti dengan penguatan yang telah digunakan dalam kusta. Pada sebuah penelitian terhadap 80% spesiemn dari pasien penderita kusta PB kambuh dan sekitar 25% spesimen reaksi terlambat memberikan hasil positif dengan pengujian RT-PCR yang mentargetkan rRNA. NASBA didasarkan pada sifat-sifat intrinsik dari penguatan RNA dan cocok untuk jumlah template RNA yang kecil. Tehnik yang mentargetkan rRNA ini telah terbukti berkorelasi baik dengan viabilitas. Pendekatan-pendekatan seperti ini juga bisa bermanfaat untuk memantau respon-respon terhadap terapi dan mengamati kondisi-kondisi seperti reaksi lambat dan kekambuhan untuk pendeteksian organisme viable bagi perawatan pasien individu. Para pasien yang mengalami reaksi lambat dengan positifitas seperti ini harus dipertimbangkan untuk kemoterapi ketika dirawat dengan steroid. Ketersediaan tehnik seperti ini akan sangat bermanfaat karena bisa sangat tidak tepat untuk mengobati pasien dengan steroid saja.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...