Friday, March 26, 2010

Hyalinosis sistemik pada anak: Laporan kasus dan telaah jurnal

Abstrak

Hyalinosis sistemik pada anak (ISH) merupakan sebuah penyakit resesif autosomal progresif yang jarang terjadi, biasanya fatal pada usia 2 tahun. Onset klinis biasanya terjadi dalam beberapa pekan pertama setelah kelahiran. Penyakit ini ditandai dengan kontraktur (kekakuan) sendi, osteopenia, perkembangan diri terhambat, hypertropi gingiva, diare, enteropati yang kehilangan protein, dan infeksi yang sering. Manifestasi dermatologi mencakup kulit menebal, hyperpigmentasi, nodul-nodul perianal, dan papula-papula wajah. Histopatologi menunjukkan deposit-deposit hyalin dalam dermis dan organ-organ visceral. Disini kami memaparkan seorang pasien dengan ISH yang dikuatkan dengan temuan klinis dan histopatologi, serta analisis sekuensi DNA, yang menunjukkan mutasi T118K homozigot terbaru pada gen CMG2.

Hyalinosis sistemik pada anak (ISH) merupakan sebuah penyakit resesif autosomal yang jarang terjadi ditandai dengan kekakuan sendi, osteopenia, postur tubuh yang pendek, enteropati yang kehilangan protein, hypertropi gingiva, kerentanan yang meningkat terhadap infeksi, dan berbagai manifestasi dermatologi termasuk kulit menebal dan hyperpigmentasi;  tonjolan-tonjolan keras; nodul-nodul perianal; dan papula-papula kulit yang mirip mutiara dan berukuran kecil pada wajah. Gambaran klinis bisa ditemukan saat lahir atau terjadi dalam enam bulan pertama setelah kelahiran. Pasien-pasien menjadi rentan terhadap diare, infeksi, dan malnutrisi, dan dapat menyebabkan kematian biasanya pada usia 2 tahun. Pemeriksaan patologi pada kulit dan organ-organ yang terkena menunjukkan deposit-deposit material hyalin amorf. Meskipun patogenesis penyakit ini masih belum jelas, namun mutasi-mutasi yang menyebabkan inaktivasi pada gen yang mengodekan CMG2 (protein morfogenesis kapiler 2), yang merupakan sebuah protein transmembran yang mengikat protein-protein matriks ekstraseluler laminin dan kolagen IV, telah dibuktikan menyebabkan bukan hanya ISH tetapi juga fibromatosis hyalin remaja (JHF), sebuah bentuk penyakit yang lebih ringan dengan onset lambat. Fibroblast yang diambil dari pasien ISH dan JHF telah dibuktikan memiliki kontak CMG2/laminin yang tidak normal, sehingga menunjukkan bahwa kehilangan interaksi sel yang normal dengan matriks ekstraseluler bisa mendasari sebagian dari patofisiologi penyakit ini.
   
Disini kami melaporkan sebuah kasus ISH yang tampak pada usia 7 bulan dengan perut yang membesar, diare, kesulitan bernafas, kekakuan sendi, dan dermatitis pada leher yang disebabkan oleh mutasi gen CMG2 yang belum dilaporkan sebelumnya.

LAPORAN KASUS
   
Pasien adalah anak kedua dari pasangan suami-istri yang sama-sama tinggal di sebuah daerah di Mexico dan keduanya tidak memiliki hubungan keluarga. Riwayat temuan klinis yang serupa pada keluarganya menunjukkan hasil negatif, seperti kelainan skeletal, penyakit gastrointestinal, atau temuan dermatologis yang jelas terlihat. Pasien ini dilahirkan dari sebuah kehamilan yang normal demikian juga saat persalinan, dan tidak ada tanda-tanda atau gejala-gejala penyakit yang ditemukan pada saat kelahirannya. Kekakuan (kontraktur) jari ditemukan terjadi pada usia 2 pekan. Pada usia 7 pekan, pasien mengalami ruam yang diyakini sebagai dermatitis atopik. Infeksi ruam menghasilkan bakteremia Staphylococcus aureus yang kebal methicillin (MRSA). Ruam dan bakteremia MRSA berhasil dibersihkan dengan kortikosteroid topikal dan pengobatan antibiotik.
   
Pada usia 3,5 bulan, pasien mengalami kontraktur tangan bilateral  dan pergerakan lutut serta engkel yang terbatas. Radiograf skeletal menunjukkan erosi metaphyseal, osteopenia ringan, dan tulang-tulang wormian. Pemeriksaan genetika dilakukan saat itu. Pasien ini ditemukan memiliki analisis kromosom darah yang normal (46, XX, 550 band level) dan scan otak MRI yang normal.
   
Pada usia 7 bulan, dia mengalami kontraktur sendi yang semakin memburuk, perut membesar, diare, kesulitan pernafasan, dan lesi-lesi kulit di sekitar telinganya, sehingga di dirujuk ke bagian kulit. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, pasien ditemukan tidak tumbuh normal, dan memiliki roman muka yang sedikit kasar dengan mata cekung dan jembatan hidung yang lebar. Kontraktur tangan bilateral, khususnya pada sendi-sendi interphalangeal proksimal, serta kontraktur pergelangan tangan juga diamati. Pasien pun mengalami kontraktur bilateral pada lutut dan engkelnya, yang lebih parah dibandingkan pemeriksaan pada usia 3,5 bulan yang lalu. Pinggulnya membentuk posisi seperti kaki-katak dan tidak bisa direntangkan sempurna selama pemeriksaan. Juga ditemukan edema tidak lekuk (nonpitting) pada tungkai, khususnya tangan dan kaki. Juga terdapat nipel supernumerary. Pemeriksaan kulit menunjukkan banyak papula-papula erythematous yang menyatu membentuk plak secara simetris pada area praaurikular dan postaurikular, dan leher (Gambar 1, A) dan hyperpigmentasi pada metakarpophalangeal dan sendi phalangeal proksimal (Gambar 1, B). Pemeriksaan area perianal menunjukkan banyak papula terhyperpigmentasi yang telah menyatu, sehingga mengurangi area perineum (Gambar 1, C).
   
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar protein, albumin, dan igG darah yang rendah, serta menunjukkan adanya thrombositosis. Pasien juga memiliki kadar kreatinin yang rendah dan kadar aspartat amino-transferase yang sedikit meningkat selama dirawat di rumah sakit. Pemeriksaan laboratorium lainnya, yang mencakup jumlah darah dengan elektrolit darah dan banding, dan fungsi lain dari ginjal dan hati masih dalam batas normal.
   
Biopsi kulit dari aurikular posterior dan area belahan gluteal superior menunjukkan adanya material hyalin eosinofil amorf dalam dermis papillary dan proliferasi mirip fibroblast focal yang tertanam dalam zat dasar basofil, yang negatif saat diuji dengan uji besi koloidal (Gambar 2). Biopsi duodenum menunjukkan lymfangiectasia ringan. Gejala-gejala yang dialami pasien, yang mencakup diare yang parah dan pembesaran perut, serta kadar antitrypsin alfa-1 yang meningkat pada tinja merupakan petunjuk diagnostik untuk enteropati yang kehilangan protein. Uji untuk penyakit penumpukan lisosomal dan immunodefisiensi memberikan hasil negatif. Berdasarkan semua temuan klinis ini, maka pemeriksaan genetik labih lanjut dilakukan untuk diagnosa yang tepat.
   
DNA pasien discreening untuk mutasi CGM2. Analisis menunjukkan transversi C → A homozigot pada ekson 4 dari gen yang tidak terdapat pada kontrol populasi yang bersangkutan. Hasil ini lebih lanjut dikuatkan pada kadar mRNA dengan menggunakan cDNA yang disintesis dari RNA total yang diisolasi dari fibroblast pasien dan memprediksikan perubahan T118K yang ditampakkan pada kadar asam amino. Konsekuensi struktur-fungsi yang mungkin dari mutasi ini diteliti dengan memodelkan perubahan ini pada struktur kristal protein CMG2 yang telah diketahui dengan menggunakan program Coot. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3, mutasi T118K, yang terdapat dalam domain area adhesi yang tergantung ion logam (MIDAS) dari protein, mengganggu area koordinasi magnesium kritis dan dengan demikian dapat memprediksikan inaktivasi fungsi CMG2 oleh substitusi asam amino ini.
   
Pasien terus mengalami pembesaran perut selama 8 pekan perawatan di rumah sakit akibat diare parah dan penghambatan pertumbuhan, disamping menjalani perawatan yang agresif. Kondisinya semakin diperparah oleh bronchiolitis virus syncytal respirasi dan sepsis staphylococcus negatif-koagulase yang memerlukan terapi antibiotik.
   
Sebuah rapat tim dari berbagai disiplin diadakan bersama dengan keluarga, yang menjelaskan prognosis buruk dari penyakit yang diderita dan untuk mengimplementasikan tindakant-tindakan perawatan yang nyaman. Pasien meninggal 2 bulan setelah dikeluarkan dari rumah sakit, pada usia 11 bulan 2 minggu.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...