Monday, March 29, 2010

Dermatitis Cercarial

Dermatitis cercarial adalah nama yang diberikan untuk sekelompok penyakit kulit yang memiliki etiologi umum – penetrasi kulit oleh cercariae yang hidup bebas dari schistosoma di luar manusia. Ada beberapa nama lain untuk penyakit ini, seperti penyakit gatal perenang (swimmer's itch), penyakit gatal penggali remis, penyakit gatal sedge-pool, koganbyo dan penyakit gatal sawah. Meskipun gambaran klinis dari kondisi-kondisi ini serupa bagaimanapun etiologinya, namun ada tiga jenis utama dari dermatitis cercarial, yaitu:
   

1. Dermatis cercarial burung air-tawar. Jenis ini adalah penetrasi kulit oleh cercariae dari cacing yang berasal dari spesies burung. Host-host perantara adalah moluska-moluska air tawar. Cacing-cacing ini termasuk ke dalam genus Trichobulharzia, Gigantobilharzia dan Ornitobilharzia. Peyakit ini telah ditemukan di berbagai belahan dunia termasuk Amerika Utara, khususnya daerah danau Amerika Serikat, Canada, Eropa, Afrika dan Timur Jauh. Pada beberapa negara penyakit ini mengenai pasien yang memiliki pekerjaan khusus seperti petani padi yang bekerja di sawah.
   
2.  Dermatitis cercarial burung laut. Jenis ini merupakan penetrasi kulit oleh cacing-cacing darah yang host-hostnya adalah burung-burug laut. Meskipun lebih jarang ditemukan dibanding infeksi yang diakibatkan oleh spesies burung air tawar, namun penyakit ini bertanggugjawab untuk sebuah kondisi yang disebut sebagai penyakit gatal penggali remis (clam-digger's itch), seperti yang banyak ditemukan di laut Atlantik Amerika Serikat). Host-host perantara adalah moluska-moluska laut. Istilah erupsi seabather digunakan untuk menjelaskan berbagai ruam berbeda yang bisa terjadi setelah mandi di air laut. Ada kemungkinan penyakit ini mencakup beberapa kondisi yang berbeda mulai dari dermatitis ubur-ubur sampai erupsi akibat alga beracun. Dengan demikian, dermatitis cercarial yang terjadi di air laut merupakan salah satu penyebab erupsi seabather.
   
3. Dermatitis cercarial mamalia laut. Dermatitis ini teah dilaporkan sebagian besar dari Timur Jauh, dan host utama untuk schistosoma pada penyakit ini adalah mamalia seperti kerbau air.
   
Upaya-upaya untuk mencari gambaran-gambaran umum yang dapat menghubungkan lokasi-lokasi yang mungkin untuk infeksi-infeksi cercarial belum berhasil dengan baik. Akan tetapi, telah ditemukan bahwa daerah-daerah yang endemik untuk dermatitis cercarial biasanya memiliki spesies tanaman bawah laut yang banyak dan menempati host-host perantara. Sengatan cuaca yang panas juga telah terkait dengan risiko perkembangan gejala yang lebih tinggi.
   
Patogenesis. Patogenesis dermatitis cercarial belum dipahami sepenuhnya, walaupun kinetika respon klinis menunjukkan bahwa kesensitifan (sensitisasi) terlihat dalam penyakit ini. Fase pertama penetrasi epidermal disertai dengan oedema dermal, yang kemudian diikuti dengan reaksi neutrofil yang berlangsung cepat.
   
Gambaran klinis. Kebanyakan bentuk dermatitis cercarial memiliki gambaran yang umum, walaupun intensitasnya bervariasi pada setiap individu. Tanda infeksi yang pertama adalah timbulnya sensasi geli setelah bersentuhan dengan air. Ini berlangsung selama sekitar 1 jam dan kemungkinan terdapat erythema makular yang jelas. Setelah 10-15 jam, biasanya terdapat fase kedua dengan kenampakan papula-papula gatal yang banyak dengan erythema di sekelilingnya. Ini bisa berkembang menjadi gelembung-gelembung atau lesi-lesi oedematous. Reaksi keseluruhan memerlukan waktu satu pekan untuk pulih. Papula-papula yang terbentuk sangat menyerupai gigitan serangga kecil. Tidak ada komplikasi jangka panjang.
   
Pengobatan. Pengobatan seluruhnya asimptomatik. Walaupun penggosokan dengan handuk kering bisa dilakukan, namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hal ini dapat mencegah fase kedua dari respon. Pasien bisa diobati dengan antihistamin atau pengaplikasian topikal seperti krotamiton. Tindakan-tindakan preventif jarang dibutuhkan karena infeksi cenderung berlangsung sporadis. Pengendalian tanaman host di daerah endemik atau populasi siput merupakan kemungkinan yang bisa dilakukan, tapi jarang dipraktekkan sebelum terjadi masalah schistosomiasis yang lebih serius.
Paragonimiasis
   
Infeksi-infeksi yang diakibatkan oleh cacing paru-paru, paragonimus westermani, dapat ditemukan di Timur Jauh, Pasifik Barat dan di beberapa bagian India dan  Afrika Tengah. Spesies-spesies yang serupa, P. africanus dan P. peruviuna, masing-masing menyebabkan penyakit di Kamerun dan Amerika Selatan dan Tengah. Di China, dua spesies langka, P. szechuanensis dan P. hueitungensis, telah dilaporkan sebagai penyebab nodul-nodul subcutaneous migratory pada manusia. Cacing-cacing dewasa ditemukan di saluran pernafasan, dimana ditempat inilah telur dikeluarkan dan membesar, sehingga memasuki feces. Miracidia dilepaskan ketika bersentuhan dengan air dan mencari serta memasuki siput. Siput ini menjadi host perantara yang pertama, dan cercaria yang bebas kemudian masuk ke dalam otot-otot krustasea air tawar seperti udang karang. Metacercaria yang tertelan akan menembus dinding usus dan masuk ke dalam diafragma terus ke paru-paru. Cacing dewasa membentuk kista dalam paru-paru (Gbr. 32.24) dan menyebabkan sebuah batuk kronis disertai demam dan keringat. Sputum berstain-coklat sangat khas. Cacing-cacing juga bisa mencapai tempat-tempat ectopik seperti peritoneum, otak atau kulit.
   
Lesi-lesi paragonimiasis pada kulit merupakan lesi-lesi subcutaneous yang luas dan berpindah-pindah, yang selanjutnya berkembang menjadi abscess. Lesi-lesi ini bisa terjadi di tempat manapun termasuk konjungtiva, dan bisa meluas dengan cepat mencapai diameter hingga 10 cm atau lebih. Lesi-lesi yang lebih besar seringkali nyeri tetapi bisa pecah secara spontan.
   
Diagnosa bisa ditegakkan dengan menunjukkan ova khas dalam sputum atau dalam lesi-lesi cutaneous.
   
Infeksi ini merespon baik terhadap praziquantel dengan dosis 25 mg/kg tiga kali dalam sehari.

Avertebrata Beracun atau Berbahaya Lainnya

Lintah (Hirudinea)
   
Lintah dikelompokkan ke dalam filum Annelida (cacing bersegmen), kelas Clitellata, ordo Hirudinea. Lintah air tawar merupakan sebuah metode yang populer untuk mengeluarkan darah di Eropa pada abad ke-18 dan 19. Walaupun beberapa spesies lintah digunakan, namun yang paling populer adalah Hirudo medicinalis. Spesimen H. medicinalis yang besar bisa mencapai panjang 12 cm. Tubuhnya semakin meruncing ke arah kedua ekstremitas, dilengkapi dengan disc atau pengisap. Dalam pengisap anterior terdapat mulut. Dibatasi oleh tiga rahang. Lintah menempelkan dirinya ke kulit dengan menggunakan rahang-rahang yang kuat ini, dan menghisap darah sampai tertelan, yaitu ketika mereka melepaskan pegangannya dan kembali ke tanah. Salivanya memiliki sifat-sifat antikoagulan, fibrinolytic, vasodilator dan kemungkinan juga sifat anestetik. Beberapa dari zat yang dikeluarkan oleh lintah selama menghisap adalah zat antigenik, dan jika kesensitifan terhadap zat-zat ini terjadi, maka reaksi terhadap gigitan bisa menimbulkan urtikaria atau bullous. Banyak pseudolimfoma yang telah terjadi setelah pengaplikasian lintah ke lengan.
   
Belakangan ini, minat kembali meningkat untuk menggunakan lintah dalam terapi. Lintah-lintah ini digunakan dalam bedah mikrovaskular untuk menyelamatkan replant atau flap kulit yang viabilitasnya terancam oleh kemacetan vena, dan juga untuk drainase hematoma-hematoma besar. Sayangnya, penggunaan lintah dapat menimbulkan risiko untuk terjadinya infeksi luka, paling sering infeksi dengan Aerominas hydrophila, sebuah bakteri gram negatif, meski organisme lain biasa juga terlibat. Aeromonas adalah bagian dari flora usus yang normal dari lintah, yang dianggap esensial untuk membantu pencernaan darah, karena enzim-enzim proteolitik hampir tidak ada dalam usus lintah. A. hydrophila seringkali rentah secara in vitro terhadap cephalosporin generasi ketiga, aminoglukosida, trimethoparim-sulfa-methoxazol, chloramfenicol, tetrasiklin dan beberapa quinolon. Spesies ini seringkali kebal terhadap hampir semua penicillin, cephalosporin generasi pertama, amoxicillin-asam clavulanat, vancomycin dan erythromycin. Banyak ahli operasi plastik yang memakai lintah menggunakan antibiotik profilaksis untuk melindungi dari infeksi luka.
Ubur-ubur, anemon laut, koral (Cniadria)
   
Filum Cnidaria mencakup ubur-ubur, anemon laut dan koral (bunga karang). Semua spesies ini adalah spesies ar, dan kebanyakan berada di laut. Tiga dari empat kelas filum ini memiliki sebuah tahapan medusa atau tahapan “ubur-ubur” dalam siklus hidupnya. Cnidarian memiliki tentakel yang yang mengandung sel-sel penyengat (nematocyst) yang digunakan untuk pertahanan dan menangkap mangsa. Dalam masing-masing nematocyst terdapat untaian bergulung spiral yang bisa dipanjangkan, dan disemprotkan. Jika bersentuhan dengan mangsa, ataau dengan kulit manusia, nematocyst terlepas dan untaian ini menyemprotkan sebuah bisa. Sifat-sifat dan efek toksik dari bisa ini berbeda-beda sesuai jenis spesies. Banyak spesies menimbulkan sekurang-kurangnya rasa tidak nyaman terhadap manusia, dan beberapa lagi berpotensi berbahaya.
   
Kelas Hydrozoa. Kelas ini mencakup koral api dan anggota sub-kelas Siphonofor yang mengapung bebas. Spihonofor adalah organisme berkelompok dimana beberapa individu, yang memiliki fungsi berbeda, memiliki kesamaan secara struktural. Mungkin sphinofora yang paling terkenal adalah Physalia, atau man-of-war Portugis. Spesies ini disebut “si botol biru” di Australia. Spesies ini memiliki pelampung berisi udara, yang bertindak sebagai sebuah layar, dan tentakel yang terseret. Nematocyst terdapat dalam 'batterai” atau “tombol sengat” di sepanjang tentakel, dan bersentuhan dengannya akan menyebabkan tekanan pada berbagai nematocyst dan inokulasi bisa/racun.
   
Kelas Cubozoa. Kelas ini sering disebut sebagai “ubur-ubur kotak”; beberapa spesies berbahaya bagi manusia. Yang paling terkenal adalah Chinorex fleckeri, yang telah menyebabkan beberapa kematian yang terjadi di perairan Australia. Spesies berbahaya lainnya antara lain Carybdea rastoni, dan Carukia barnesi. Ubur-ubur kotak lainnya disebut “Morbakka” yang telah menimbulkan masalah di daerah Pantai Moreton Queensland Selatan, Australia.
   
Kelas Scyphozoa. Medusa adalah bentuk dominan dari siklus hidupnya. Ubur-ubur dari kelas ini banyak tersebar di seluruh dunia, dan beberapa diantaranya memiliki manfaat dalam ilmu kedokteran.
   
Kelas Anthozoa. Kelas ini mencakup ribuan spesies, termasuk anemon laut, koral halus dan koral sejati atau koral berbatu. Beberapa spesies anemon laut dikenal dapat menimbulkan sengatan yang nyeri.
   
Koral yang membentuk karang bisa menyebabkan injuri pada kulit melalui nematocystnya, atau melalui kerangka terluar yang mengandung zat kapur.
   
Gambaran klinis. Kontak dengan tentakel Physalia biasanya menimbulkan sebuah erupsi erythematous linear disertai dengan beberapa nyeri lokal. Karena susunan “tombol sengat” dari nematocyst, maka terlihat seperti susunan manik-manik yang kecil. Pada manusia, lesi-lesi kulit dan nyeri biasanya merupakan kemungkinan terburuk dari toksisitasnya, meski reaksi yang lebih parah bisa erjadi. Hemolysis dan gagal ginjal akut pada seorang anak perempuan berusia 4 tahun, dan kematian telah dilaporkan.
   
Efek-efek lokal akibat bersentuhan dengan tentakel ubur-ubur kotak bisa berupa nyeri parah yang langsung, dan bidang-bidang linear dengan pusat ischemic yang berwarna putih. Bidang-bidang lebih luas bisa memiliki pola yang tipikal sesuai dengan bentuk tentakel. Nekrosis kulit parsial atau ketebalan penuh bisa terjadi. Ubur-ubur kotak bisa bertanggungjawab tidak hanya untuk lesi-lesi lokal, tapi juga untuk efek sistemik yang parah, yang bisa menyebabkan kematian.
   
Disamping lesi-lesi kulit yang akut, yang dianggap bersifat toksik, juga ada erupsi persisten atau rekuren di tepat-tempat envenomasi cnidarian, yang terkait dengan hypersensitifitas tertunda. Episode-episode rekuren bisa hanya satu kali atau beberapa kali, dan kemungkinan dalam bentuk erythema, lesi-lesi urtikaria, papula atau plak. Respon hypersensitifitas tertunda terhadap antigen-antigen ubur-ubur telah ditunjukkan dengan sebuah reaksi uji-patch positif terhadap preparasi nematocyst yang diambil dari Olindias sambaquiensis.
   
Komplikasi lain dari sengatan ubur-ubur yang dilaporkan antara lain erythema nodosum, urtikaria parah, dan penyakit Mondor.
   
Envenomasi oleh koral api biasanya menghasilkan sensasi luka bakar langsung atau nyeri sengatan, dikuti dengan lesi-lesi urtikaria pada bagian yang bersentuhan. Ini kemudian bisa diikuti dengan erupsi vesicubolluous terlokalisasi, dan granulomatous kronis dan lesi-lesi lichenoid. Sengatan koral, Euphyllia picteti, yang dialami oleh pekerja akuarium, telah dilaporkan.
   
Erupsi seabather. Papula-papula erythematous yang gatal terjadi sebagian besar pada bagian yang tertutupi pakaian renang, dan lesi-lesi ini biasanya berpusat pada daerah-daerah yang terikat ketat (Gbr. 33.40). Organisme menjadi terjebak di bawah pakaian mandi, dan pengeluara nematocyst menjadi terpicu. Ada kemungkinan bahwa sebuah gambaran klinis yang serupa dihasilkan oleh coelenterata yang berbeda di perairan yang berbeda. Di Florida, Teluk Mexico dan Caribbean, Linuche unguiculata terlihat bertanggungjawab, dan bukti baru-baru ini telah menunjukkan bahwa ketiga tahapan hidup ubur-ubur ini yang berenang bebas bisa menyebabkan erupsi seabather. Antibodi-antibodi IgG spesifik terhadap antigen L. unguiculata telah ditunjukkan oleh uji ELISA pada pasien yang mengalami erupsi seabather. Kasus-kasus di daerah Long Island, New York telah dihubungkan dengan larva anemon laut Edwardsiella lineata.
   
Patologi. Perubahan akut pada kulit yang dihasilkan oleh sengatan cnidarian terdiri dari oedema intraselular dari keratinosit, banyak diantaranya yang memiliki inti pyknotic, dan sebuah infiltrat lymphocytic di sebuah dermis permukaan oedematous. Nematocyst bisa dilihat menembus epidermis pada seorang anak yang berusia 5 tahun yang mengalami envenomasi fatal dari Chinorex fleckeri.
   
Histologi reaksi-reaksi rekuren menunjukkan sebuah dermatitis vesicular spongiotik dengan infiltrat lymphohistiocytik perivaskular padat, seringkali mengandung banyak eosinofil. Terdapat edema pada dermis papillary. Kajian immunohistokimia menunjukkan bahwa sel-sel Langerhans dan limfosit T helper memegang peranan penting, sehingga hypersensitifitas tertunda tipe IV terlibat dalam patogenesis lesi. Granuloma epitheloid dan limfosit CD30+ terdapat pada reaksi yang tertunda terhadap koral api.
   
Pengobatan. Penghambatan pelepasan nematocyst selanjutnya merupakan sebuah aspek penting dari pertolongan pertama untuk beberapa sengatan cnidarian. Cuka dapat menghambat pelepasan nematocyst dari semua jenis ubur-ubur kotak, dan harus dituangkan di atas daerah kulit yang terkena secepat mungkin. Akan tetapi, pada ubur-ubur yang lain, pelepasan nematocyst tidak terhambat, dan justru bisa dipicu oleh penuangan cuka.
   
Pengaplikasian kompres dingin telah terbukti dapat meredakan nyeri ringan sampai sedang akibat sengatan Physaliai dan beberapa spesies ubur-ubur. Sebuah antivenom bisa digunakan pada envenomasi Chinorex fleckeri.
   
Di Australia, pakaian pelindung dalam bentuk “pakaian penyengat” Lycra sangat bermanfaat dalam mencegah envenomasi ubur-ubur.

Keset Laut (Bryozoa)
   
Bryozoa merupakan hewan yang berukuran kecil, tidak berpindah-pindah, berkelompok, dan biasanya berbentuk seperti keset di bebatuan, rumput laut atau permukaan-permukaan yang lain. Alcyonidium gelatinosum dapat ditemukan di Laut Utara, dimana dia bisa menyebabkan dermatitis pada para nelayan yang mungkin harus melepaskan banyak bryozoa dari jala yang mereka gunakan. “Penyakit gatal Dogger Bank” merupakan sebuah dermatitis kontak papular akut, biasanya bullous, yang terdapat pada tangan, lengan dan wajah, bisa memiliki komponen fotoalergi. Hypersensitifitas terhadpa bryozoa lain, electra pilosa, juga telah ditemukan.

Urchin Laut (Echinoidea)
   
Echinoidea, atau urchin laut, termasuk ke dalam filum Echinodermata, yang juga mencakup bintang laut dan ketimun laut. Urchin laut biasanya berbentuk bulat atau lonjong, dan tertutup dalam sebuah cangkang yang disuplai dengan berbagai duri yang bisa digerakkan. Duri-duri ini terbentuk melalui kalsifikasi sebuah proyeksi jaringan konektif subepidermal yang berbentuk silindris. Diantara duri-duri ini terdapat pedicellariae berahang tiga, beberapa diantaranya berbisa. Ini digunakan untuk menangkap mangsa, dan juga dalam bertahan. Pada beberapa spesies urchin laut, duri-duri ni juga berbisa.
   
Patogenesis lesi-lesi kulit. Banyak spesies yang bisa menyebabkan lesi-lesi dari berbagai jenis – nyeri lokal intensif dan pembengkakan setelah envenomasi oleh duri-duri atau pedicellariae yang dimiliki urchin laut; infeksi sekunder dari luka tusukan duri; terjadinya kista epidermoid implantasi dari fragmen-fragmen epitelium yang diarahkan ke dalam luka oleh duri-duri; perkembangan lesi kulit granulomatous yang agak lambat; synovitis, dan kerusakan persendian jika tulang menembus kavitas sendi. Terkadang, gangguan sistem menyertai perubahan-perubahan lokal.
   
Patologi. Pada lesi-lesi kronis, sebuah reaksi inflammatory granulomatous cukup mendominasi, dengan tipe badan-asing atau sarcoidal yang paling sering. Inflamasi kronis non-granulomatous juga bisa terjadi.
   
Gambaran klinis. Envenomasi bisa terjadi akibat urchin laut menghasilkan nyeri langsug dengan sensasi terbakar, yang bisa sangat intensif dan berlangsung selama beberapa jam. Tingkatan pembengkakan lokal cukup bervariasi, tapi terkadang parah. Tanpa adanya infeksi sekunder, luka-luka tusukan bisa sembuh dalam satu pekan atau dua pekan.
   
Reaksi-reaksi granulomatous tertunda biasanya terjadi beberapa bulan setelah injury pertama, dan berbentuk papula atau nodul kebiru-biruan pada tempat penetrasi duri. Pada jari-jari, bisa terjadi pembengkakan fusiform difusif dan sulit digerakkan. Lesi-lesi ini akan berlangsung lama jika tidak diobati.
   
Seorang pasien yang mengalami erythematous pada lutut dan engkel setelah injury oleh sebuah urchin laut menghasilkan sebuah reaksi uji-patch positif terhadap sebuah esktrak dari duri urchin laut.
   
Telah diduga bahwa Mycobacterium marinum memegang peranan patogenik pada beberapa kasus granuloma urchin laut.
   
Pengobatan. Pengobatan cepat terdiri dari pemindahan duri dan pericellariae dengan hati-hati. Pencelupan bagian yang terkena dalam air hangat akan meredakan nyeri. Penduduk lokal di daerah tertentu dimana injury urchin laut umum terjadi biasanya mengenakan lilin obor panas pada bagian yang terkena. Duri-duri sulit untuk dikeluarkan secara bedah, tetapi ablasi laser erbium-yttrium-alluminium-garnet (er:YAG) telah terbukti efektif. Jika duri-duri menembus sebuah persendian, maka eksplorasi bedah disarankan. Lesi-lesi granulomatous bisa diobati dengan steroid intralesional.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...