Saturday, March 13, 2010

Aktivitas Antioksidan Potensial dari Sebuah Senyawa Mirip Dithiocarbamat yang Diperoleh dari Sebuah Hydroid Laut

Abstrak

Baru-baru ini, kami menemukan suatu kelas produk alam baru, dinamakan tridentatol, pada sebuah hydroid laut. Pengamatan pada struktur molekul produk ini menunjukkan bahwa produk ini mungkin memiliki aktivitas antioksidan. Pengamatan ini mendorong kami untuk mengevaluasi secara in vitro kapasitas dari salah satu tridentatol tersebut, yaitu viz. tridentatol A, untuk menghambat peroksidasi lipid dengan menggunakan LDL (low density lipoprotein) manusia sebagai model eksperimen.  LDL diinkubasi dengan 5μM cupric chloride (Cu2+) dengan dan tanpa adanya tridentatol A atau standar referensi antioksidan, seperti vitamin E.  Pembentukan formasi awal dari lipid hidroperoksidasi terkonjugasi berjalan lambat pada variasi konsentrasi dari tridentatol A. Lebih spesifik, LDL diinkubasi dengan Cu2+ membutuhkan waktu fase lambat yaitu 150 menit (waktu yang dibutuhkan sebelum pembentukan awal lipid hidroperoksidasi terkonjugasi). Akan tetapi, apabila 150 μM tridentatol A ditambahkan selama waktu inkubasi, maka waktu fase lambat bertambah menjadi 225 menit. Dengan 1 μM tridentatol A, waktu fase lambat adalah 300 menit. Pembentukan vitamin E dengan konsentrasi yang sama membutuhkan waktu fase lambat lebih sedikit. Sehingga, jika dibandingkan dengan vitamin E, tridentatol A memiliki proteksi yang lebih baik terhadap pembentukan lipid hidroperoksidasi terkonjugasi dalam LDL. Pengukuran langsung dengan colorimetric untuk lipid hidroperoksidasi dan zat yang reaktif terhadap asam thiobarbiturat menunjukkan potensi relatif lebih besar oleh tridentatol dibanding vitamin E. Lebih lanjut, trindentatol meniadakan mobilitas LDL dalam elektroforesis yang dipengaruhi Cu2+, menyebabkan peningkatan mobilitas electrophoretic LDL dan jauh lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E. Sebagai kesimpulan, tridentatol A merupakan antioksidan yang kuat terhadap peroksidasi lipid dari LDL dan secara signifikan lebih potensial dibanding vitamin E dalam hal ini.

PENDAHULUAN

Identifikasi antioksidan-antioksidan baru masih tetap menjadi salah satu bidang penelitian yang sangat aktif karena antioksidan-antioksidan bisa mengurangi risiko berbagai penyakit kronis yang diyakini diakibatkan oleh radikal-radikal bebas. Banyak antioksidan penting dari sumber tanaman darat yang sebelumnya telah diketahui. Sebagai contoh, asam askorbat, vitamin E, karotenoid, dan berbagai flavonoid terdapat dalam aneka macam buah-buahan dan sayur-sayuran. Asam askorbat dan vitamin E merupakan gizi esensial. Karotenoid dan flavonoid dianggap sebagai komponen makanan yang non-esensial, tapi bisa mempromosikan kesehatan optimum. Disamping itu, antioksidan-antioksidan fitokimia ditemukan pada produk-produk tanaman yang dapat dimakan lainnya seperti herbal dan bumbu-bumbu, yang mencakup Ginkgo biloba dan rosemary.
Antioksidan alami terdapat dalam jumlah tidak terbatas pada spesies tumbuhan. Antioksidan ini juga ditemukan pada spesies tumbuhan laut seperti rumput laut. Sebagai contoh, antioksidan karotenoid memiliki kemampuan antimutagenik yang terdapat pada alga merah Porphyra tenera. Kemungkinan bahwa antioksidan yang berasal dari laut terdapat pada sumber bukan tumbuhan belum diteliti secara luas.

Baru-baru ini, mycosporine-glycine, yang banyak ditemukan pada invertebrata laut, telah dilaporkan mempunyai aktivitas antioksidan. Kami sebelumnya telah mengisolasi 3 senyawa golongan dithiocarbamate baru dari hydroid laut Tridentata marginata. Kelas dari produk alam ini dinamakan tridentatols. T. marginata kemungkinan menghasilkan tridentatol sebagai metabolit sekunder yang memproteksi hydorid dari predator dan juga melindunginya dari radiasi UV. Akan tetapi, disamping dua aktivitas ekologi yang penting ini, juga ada kemungkinan bahwa tridentatols mempunyai sifat kimia lain yang menguntungkan hydroid.

Zat phenolic umumnya memiliki aktivitas antioksidan yang memungkinkannya untuk mencari/mengikat radikal bebas. Dengan demikian, adanya gugus hydroxyl phenolic pada struktur tridentatols menunjukkan bahwa masing-masing tridentatols dapat melepaskan atom hydrogen untuk mengikat radikal bebas dengan baik. Olehnya itu, kami mencoba sebuah tridentatols representatif, yaitu viz. tridentatol A, untuk meneliti aktivitas antioksidannya dengan mengevaluasi kapasitasnya untuk menghambat peroksidasi lipid dari LDL manusia, sebuah model yang banyak digunakan mengevaluasi antioksidan.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Tridentatol yang diekstraksi dan dimurnikan dari T. marginata seperti dilaporkan sebelumnya. Vitamin E dan semua pereaksi diperoleh dari Sigma Chemical Co.

Isolasi LDL manusia

Darah diambil dengan cara venipuncture pada dua waktu berbeda dari seorang wanita sehat setelah puasa 1 malam. EDTA digunakan sebagai antikoagulan (1,5 mg/mL darah). Setelah sentrifus darah dengan kecepatan rendah untuk memperoleh plasma, LDL diisolasi dari plasma dengan ultrasentrifus gradien kepadatan diskontinyu seperti diuraikan sebelumnya. Selanjutnya, LDL dihilangkan garamnya dengan melewatkannya melalui suatu paket kolom gel filtration dengan Bio-Gel P-6DG (Bio-Rad) dan disetimbangkan dengan 10 mM PBS, pH 7.4 . Setelah filtrasi melalui suatu filter 0,45 μm, LDL pada PBS disimpan pada  suhu 4o dibawah suhu gas nitrogen dan digunakan dalam waktu 2 minggu. Kandungan protein dari LDL ditentukan dengan menggunakan BSA sebagai standar.

Tes awal Tridentatol A untuk mengetahui aktivitas antioksidannya

LDL (0,05 mg protein/mL) diinkubasi dengan 5 μM cupric chloride atau 1 mM AAPH, dengan dan tanpa adanya tridentatol A atau vitamin E (0-50 μM) dalam pelarut etanol. Konsentrasi etanol dalam campuran inkubasi berbasis-PBS, termasuk kontrol, adalah 5 % (v/v). Inkubasi dilakukan pada temperatur 25oC dengan variasi waktu (masing-masing 6, 6,5 atau 10 jam), tergantung pada eksperimen. Pembentukan asam lemak diena terkonjugasi (hidroperoksidasi lipid terkonjugasi) selama oksidasi LDL diamati secara kontinyu dengan Beckman DU 640 spectrophotometer dengan mengukur peningkatan absorbans pada panjang gelombang 234 nm. Setelah memplot data, waktu fase lambat dapat ditentukan.
Tes Lanjutan Tridentatoll A untuk mengetahui aktivitas antioksidannya dengan menggunakan metode pengukuran oksidasi LDL yang lain.

LDL (0,4 mg protein/mL) diinkubasi dengan μM Cu2+ dengan dan tanpa tridentatol A atau vitamin E (0-100 μM) dalam pelarut etanol. Konsentrasi etanol dalam campuran inkubasi berbasis-PBS, termasuk kontrol, adalah 5 % (v/v). Inkubasi dilakukan pada temperatur 37oC selama 2-6 jam. Tiga metode lanjutan kemudian digunakan untuk mengukur tingkat oksidasi LDL, untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut.
Level hidroperoksida lipid dalam LDL dapat ditentukan secara spektrofotometri menggunakan pereaksi FOX. Singkatnya, 0,9 mL pereaksi FOX ditambahkan ke dalam 0,1 mL campuran pasca-inkubasi, dan juga ke dalam larutan standar hidrogen peroksida (0-10 μmol). Setelah pencampuran dan mendiamkan campuran selama 30 menit, absorbans diukur pada 560 nm terhadap sebuah pereaksi blanko.

Kadar TBARS dalam LDL juga ditentukan secara spektrofotometri. Ke dalam 0,1 mL aliquot campuran pasca-inkubasi dan juga ke dalam standar tetramethoxypropana (0-4 nmol) ditambahkan 1 mL asam trikloroasetat 20 %(w/v) yang mengandung EDTA (79 mg/100 mL). Setelah penambahan 1 mL asam thiobarbiturat 1 % (w/v) dan mencampurnya, tabung-tabung ditempatkan dalam waterbath selama 15 menit. Setelah didinginkan, tabung di sentrifus pada 1500 g selama 15 menit. Absorban supernatant diukur pada 532 nm.

Perubahan mobilitas LDL dalam elektroforesis dievaluasi sebelumnya menggunakan Ciba-Corning electrophoresis System/lipoprotein gel kit [agarose gel 1 % (w/v) dengan zat warna fat red 7 B]. Prosedur yang digunakan adalah prosedur dari perusahaan (Ciba-Corning).

Hasil

Awalnya, kapasitas tridentatol A menghambat peroksidasi lipid LD yang diinduksi AAPH atau yang diinduksi Cu2+ dievaluasi dengan pengukuran kinetika. Dengan cara yang tergantung konsentrasi, tridentatol A dapat menunda terjadinya pembetukan hidroperoksida lipid terkonyugasi secara cepat, yang menyerap cahaya pada panjang gelombang 234 nm, pada LDL yang diinkubasi dengan 5 µM Cu2+ (Gbr. 2).

LDL yang  diinkubasi hanya dengan Cu2+ memiliki waktu fase-keterlambatan 150 menit (waktu yang dibutuhkan sebelum pembentukan langsung hidroperoksida lipid konjugasi). Akan tetapi, ketika 0,5 μM tridentatol A ditambahkan selama masa inkubasi LDL dengan Cu2+, waktu fase-keterlambatan bertambah menjadi 225 menit. Dengan penambahan 1 μM tridentatol A, waktu fase-keterlambatan bertambah menjadi 300 menit. Pembentukan hidroperoksidasi lipid konyugasi dapat dicegah dengan penambahan 2 μM tridentatol A.

Ketika 1 mM AAPH digunakan sebagai prooksidan untuk menginduksi oksidasi LDL, tridentatol A memperlambat pembentukan hidroperoksidasi lipid kunjugasi dengan mekanisme yang sama seperti jika menggunakan larutan Cu2+ (gambar 3). Efek yang jelas dapat terlihat jika menggunakan 1 μM tridentatol A. Konsentrasi 10 μM tridentatol A dapat memperlambat pembentukan hidroperoksida lipid konjugasi sekurang-kurangnya 600 menit. Pada perlakuan lainnya, 0,1 μM tridentatol A, diluar dugaan dapat meningkatkan pembentukan hidroperoksida lipid konjugasi (ditandai dengan pembacaan absorban pada waktu inkubasi 510 menit). Peningkatan pembentukan ini menunjukkan efek pro-oksidan yang kurang jelas.
Seperti terlihat pada gambar 4, jika dibandingkan dengan antioksidan standar (vitamin E), maka tridentatol A lebih memperlambat pembentukan hidroperoksidasi lipid konjugasi pada LDL yang diinkubasi dengan Cu2+. Waktu fase-keterlambatan LDL yang diinkubasi dengan Cu2+ saja adalah 155 menit. Pada penambahan 1 μM vitamin E, waktu fase-keterlambatan bertambah menjadi 185 menit, tapi penambahan tridentatol A dengan konsentrasi yang sama menambah waktu fase-keterlambatan menjadi 280 menit. Efek utama dengan penambahan 1 μM tridentatol A lebih besar dibandingkan dengan setiap penambahan 2 μM vitamin E, yang membutuhkan waktu fase-keterlambatan hanya 215 menit.
Pengukuran kolorimetrik langsung untuk hidroperoksidasi dan TBARS menunjukkan potensi antioksidan yang sangat aktif dari tridentatol A relatif terhadap vitamin E. seperti terlihat pada gambar 5, ketika LDL diinkubasi dengan CU2+ masing-masing selama 2 atau 3 jam, maka tridentatol A menghambat produksi hidroperoksidasi lipid jauh lebih baik dibandingkan dengan vitamin E, dengan hasil yang jelas pada konsentrasi 3,125; 6,25; 12,5; dan 25 μM. Konsisten dengan hasil tersebut, tridentatol A menghambat produksi TBARS lebih baik dibandingkan dengan vitamin E pada konsentrasi antioksidan 12,5; 25 dan 50 μM ketika LDL diinkubasi dengan  Cu2+ selama 4 jam (gambar 6).
Dengan waktu inkubasi 6 jam, dibutuhkan 50 μM tridentatol untuk menghambat produksi TBARS, sementara vitamin E tidak memberikan efek pada konsentrasi 50 atau 100 μM pada penelitian ini. Dengan demikian, vitamin E pada 25, 50, dan 100 μM dapat menghambat pembentukan TBARS selama 4 jam, tapi tidak untk 6 jam, kemungkinan vitamin E telah jenuh dalam mengikat radikal-radikal lipid selama penambahan 2 jam waktu inkubasi. Kondisi yang sama juga ditemukan pada pengujian efek tridentatol pada 12,5 dan 26 Μm. Ada efek penghambatan pada pembentukan TBARS pada waku 4 jam tapi tidak pada 6 jam.
   
Disamping itu, analisis elektroforesis (Gbr. 7 dan 8) mendukung hasil dari analisis spektrofotometri (Gbr. 4-6) dalam hal kapabilitas tridentatol A untuk menghambat oksidasi LDL yang diinduksi Cu2+ lebih baik dibanding vitamin E. Jika dibandingkan dengan LDl control (lane 1), LDL yang diinkubasi dengan Cu2+ (lane 2) telah meningkatkan mobilitas terhadap anoda pada elektroforesis dalam gel agarose, yaitu lebih banyak modifikasi oksidatif dari LDL (Gbr. 7). Akan tetapi, keberadaan kadar tambahan tridentatol A selama inkubasi LDL dengan Cu2+ menghapuskan peningkatan mobilitas pada elektroforesis LDL dengan cara yang tergantung konsentrasi (lane 3-8). Pada sebuah eksperimen komparatif dimana LDL diinkubasi dengan Cu2+ dengan atau atau tanpa adanya tridentatol A atau vitamin E (Gbr. 8), yang paling jelas bahwa 25 µM tridentatol A (lane 3) versus 25 µM vitamin E (lane 4) lebih baik dalam menghambat peningkatan mobilitas LDL dalam elektroforesis yang diakibatkan oleh Cu2+ (lane 2). Disamping itu, diperlukan 100 µM vitamin E (lane 8) untuk menyamai efek dari 25 µM tridentatol A (lane 3).

PEMBAHASAN

Empat metode eksperimen, yang dikenal sebagai prosedur-prosedur standar untuk mengukur oksidasi LDL dan untuk menguji aktivitas antioksidan zat, digunakan untuk mengevaluasi secara iritis kapasitas tridentatol A untuk menghambat modifikasi oksidatif dari LDL. Hasil-hasil dari pemantauan terjadinya pembentukan hydroperoksida lipid terkonyugasi yang cepat (Gambar 2-4), dengan mengukur kadar-kadar lipid hidroperoksida (Gbr. 5) dan TBARS (Gbr.6 ), dan juga dengan menengukan perubahan mobilitas LDL dalam elektroforesis (Gbr. 7 dan 8) semuanya menunjukkan bahwa tridentatol A memiliki aktivitas antioksidan, dan demikian juga dengan vitamin E. Efek antioksidan dari tridentatol A mirip dengan efek zat fenolik nya. Sebagai contoh, obat-obat fenolik seperti asetaminofen dan 5-aminosalisilat, yang masing-masing mengandung satu gugus hidroksil fenolik sebagaimana tridentatol A, akan menghilangkan radikal-radikal peroksil yang diperoleh dari AAPH dan menghambat peroksidasi lipid membran yang dipengaruhi oleh zat besi / askorbat. Zat-zat fenolik dari sebuah tanaman asing dapat juga menghambat peroksidasi lipid membran. Dengan memiliki lebih dari satu gugus hidroksil fenolik atau unit-unit struktural fenolik, zat-zat fenolik alami seperti flavonoid, dan polyfenol yang terdapat pada banyak buah dan saturan juga memiliki kemampuan untuk membersihkan radikal bebas. Disamping itu, flavonoid dan polyfenol bisa mencegah modifikasi oksidatif dari LDL, sebagimana yang dilakukan tridentatol dalam penelitian kali ini.
   
Mekanisme yang digunakan tridentatol untuk memunculkan efek aktioksidannya tidak diteliti, tapi kemungkin mirip dengan zat-zat fenolik lanilla yang berfungsi sebagai antioksidan. Secara spesifik, gugus hidroksil fenolik dari antioksidan fenol bisa memberikan atom hidrogen untuk menghilangkan radikal bebas. Demikian juga, bisa disimpulkan bahwa gugus fenolik tunggal dari tridentatol A dapat memberikan sebuah atom hidrogen untuk menangkap radikal bebas dalam menghambat oksidasi LDL baik yang dipengaruhi oleh AAPH maupun oleh tembaga. Pada perlakuan LDL dengan ion-ion kuprat (Cu2+) untuk menghasilkan oksidasi, diyakini bahwa hidroperoksida lipid yang telah ada pada LDL dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+, yang merupakan bentuk Ionik dari tembaga yang memulai pembentukan radikal peroksil lipid. Kita bisa mengatakan bahwa gugus hidroksil fenolik dari tridentatol A melepaskan atom hidrogennya untuk mencari radikal peroksil lipid semacam ini. Sebagai konsekuensinya, fase propagasi peroksidasi lipid akan terhambat, sehingga oksiasi LDL juga terhambat.
   
Pemikiran-pemikiran lain mendukung pendapat bahwa gugus hidroksil fenolik dari tridentatol A melepaskan atom hidrogen dalam mencari radikal bebas dan menghambat oksidasi LDL. Tridentatol A dapat menunda terjadinya pembentukan hydroperoksida lemak terkonyugasi yang cepat pada LDL yang diperlakukan dengan AAPH (Gbr. 3). Karena tidak stabil terhadap suhu, AAPH akan terdekomposisi selama inkubasi untuk menghasilkan radikal-radikal eroksil yang larut dalam air. Radikal-radikal peroksil ini dibersihkan dengan diterimanya atom-atom hidrogen, seperti yang akan tersedia dari gugus hidroksil fenolik tridentatol A. Dan juga, kami menemukan bahwa tridentatol A dapat bereaksi dengan radikal bebas yang stabil DPPH  (data tidak ditunjukkan), yang menerima sebuah atom hidrogen pada saat diambil.
   
Karena ion-ion tembaga mempengaruhi oksidasi LDL, maka menurunkan ketersediaan ion-ion tembaga diharapkan dapat mengurangi besarnya oksidasi LDL. Telah dikethaui bahwa zat-zat fenolik lain, walaupun tidak semuanya, bisa membentuk senyawa chelate dengan logam-logam transisi seperti tembaga. Sehingga, mekanisme yang mungkin lanilla untuk efek penghambatan tridentatol A pada oksidasi LDL yang diinduksi tembaga kemungkinannya hádala bahwa gugus hidroksil fenolik dari tridentatol A membentuk senyawa chelate dengan Cu2+, ini diyakini terjadi selama reduksi Cu2+ oleh lipid hydroperoksida LDL.
   
Disini terlihat bahwa gugus hydroksil fenolik tunggal dari tridentatol A Sangat penting untuk aktivitas antioksidannya. Apabila gugus hidroksil dimetilasi untuk membentuk metoksitridentatol A, maka produk ini tidak mampu menghambat oksidasi LDL yang dipengaruhi oleh ion-ion tembaga (data tidak ditunjukkan). Dengan demikian, data-data ini mendukung konsep yang menyatakan bahwa gugus hydroksil fenolik dari tridentatol A melapskan sebuah atom hidrogen untuk mencari radikal bebas atau mungkin terlibat dalam membentuk senyawa chelate dengan ion tembaga. Lebih lanjut, falta bahwa oksidasi LDL dipengaruhi oleh ion-ion tembaga tidak dihambat oleh metoksitridentatol A mengindikasikan bahwa gugus S-metil-dithiocarbamic dari tridentatol A tidak terlibat dalam menghambat oksidasi LDL dengan kemungkinan berinteraksi dengan ion-ion tembaga.
   
Sebuah temuan yang paling bermanfaat adalah bahwa tridentatol A terbukti lebih potensial dibanding vitamin A (-tokoferol) dalam menghambat oksidasi LDL yang dipengaruhi tembaga (Gbr. 4-6 dan 8). Potensi tridentatol yang lebih besar relatif terhadap vitamin E tidak mudah untuk menjelaskan secara penuh tentang perbedaan struktur antara kedua zat ini. Kedua zat tersebut memiliki satu gugus hidroksil yang mampu melepaskan sebuah atom hidrogen untuk menangkap radikal bebas atau mungkin membentuk senyawa chelat dengan ion tembaga. Jelas, gugus hidroksil yang menempal pada cincin benzen pokok dari tridentatol A, melepaskan atom hidrogennya lebih dulu dibanding gugus hidroksil tunggal yang menempel pada sistem cincin masing-masing dari tridentatol A dan vitamin E mempengaruhi kepoadatan electrón dari gugus hidroksil dan pada akhirnya melepaskan atom hidrogennyua. Ini menunjukkan bahwa kepadatan electrón dari gugus hidroksil tridentatol A lebih besar dari kepadatan electrón gugus hidroksil vitamin E, sehingga mendukung pelepasan atom hidrogen yang lebih mudah untuk bereaksi dengan radikal bebas lipid LDL.
   
Eksistensi antioksidan yang potensial seperti tridentatol A pada T. margarinata bisa membantu kelangsungan hidup hydroid pada sebuah lingkungan kasar. T. marginata umumnya melekat pada rumput laut Sargasso, yang mengapung di permukaan laut. Sehingga, T. marginata mengalami eksposur terhadap radiasi UV matahari yang meningkat, yang diketahui dapat menghasilkan radikal bebas yang bisa merusak biomolekul penting seperti DNA. Dengan demikian, kapabilitas antioksidan dan kapabilitas untuk menyerap UV dari tridentatol, yang menyusun 10% dari massa kering hydroid, bisa menjadi penting dalam melindungi T. margarinata terhadap radiasi UV yang berpotensi mematikan.
   
Karena tridentatol pada dasarnya merupakan turunan dithiocarbamat, maka ini akan menimbulkan pertanyaan tentang apakah tridentatol bisa berfungsi seperti jenis dithiocarbamat lanilla yang telah diteliti. Sebagai contoh, DDC memiliki aktivitas antioksidan, sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuannya untuk membentuk senyawa chelate dengan ion-ion logam dan juga untuk membersihkan asam hypochloroous, radikal hydroksil, dan peroxynitrit. DDC juga menghambat modifikasi oksidatif dari LDL, sebuah efek yang consisten dengan dua atom sulfur bebas, yang satu Sangat aktif karena DDC terdapat sebagai sebuah anion monothiolat pada kondisi-kondisi experimental.sebaliknya, kedua atom sulfur dari tridentatol A termetilasi, sehingga menghalnginya untuk menjadi aktif. DDC telah digunakan dalam pengobata AIDS. Jelas, kita tidak bisa mengatakan bahwa tridentatol A memiliki aplicáis klinis secara ini.
   
Sebagai kesimpulan, tridentatol A merupakan sebuah antoksidan kuat terhadap lipid peroksidasi dari LDL dan secara  significan lebih potensial dibanding vitamin E dalam hal ini. Penelitian-penelitian tambahan diperlukan untuk menelusuri potensi tridentatol A dan tridentatol lain sebagai reagen terbaru untuk penelitian biokimia dasar.  Jika terlihat mana dalam penelitian biologis, maka produk-produk laut ini bisa digunakan dalam pencegahan atau pengobatan berbagai penyakit kanker yang terkait dengan tekanan oksidatif.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...