Saturday, February 27, 2010

Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi

Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan seorang apoteker membuat campuran yang relatif stabil dan homogen dari dua cairan yang tidak dapat saling bercampur. Proses emulsifikasi ini memungkinkan pemberian sebuah obat cair dalam bentuk tetesan-tetesan kecil (globules) ketimbang dalam bentuk curah (bulk). Untuk emulsi yang diberikan lewat mulut, tipe emulsi minyak-dalam-cair memungkinkan dihilangkannya rasa pahit pada obat berupa minyak dengan cara menebarkannya pada sebuah medium cair yang manis yang bisa terasa sampai ke dalam perut. Ukuran partikel bulatan minyak yang berkurang bisa menjadikan minyak tersebut lebih dapat dicerna dan lebih mudah diserap atau lebih efektif. Sebagai contoh, keampuhan minyak mineral yang meningkat sebagai sebuah obat pencahar ketika diformulasi dalam bentuk emulsi.   



Emulsi yang akan diaplikasikan secara eksternal pada kulit bisa dibuat dalam bentuk emulsi minyak-dalam-cair atau cair-dalam-minyak, tergantung pada faktor-faktor seperti agen-agen terapeutik yang akan dimasukkan ke dalam emulsi, efek pelembutan jaringan dari obat, dan kondisi permukaan kulit. Agen-agen medisinal yang mengiritasi kulit pada umumnya kurang mengiritasi jika terdapat dalam fase internal sebuah preparasi topikal teremulsi ketimbang dalam fase eksternal dimana kontak langsung dengan kulit lebih prevalen. Pada dasarnya, ketidaklarutan dan kelarutan sebuah agen obat dalam minyak atau dalam air yang akan digunakan dalam sebuah preparasi teremulsi akan menentukan media yang cocok untuk agen obat tersebut, dan sifat-sifatnya akan menentukan fase emulsi dari larutan yang akan dihasilkan. Pada kulit yang tidak rusak, sebuah emulsi cair-dalam-minyak biasanya bisa diaplikasikan secara lebih merata karena kulit ditutupi dengan sebuah lapisan tipis dari sebum, dan permukaan ini dapat dibasahi dengan mudah oleh minyak ketimbang air. Emulsi cair-dalam-minyak juga lebih menghaluskan kulit, karena emulsi ini melawan pengeringan dan kebal terhadap pelepasan akibat bersentuhan dengan air. Di sisi lain, jika diinginkan sebuah preparasi yang lebih mudah terlepas dari kulit dengan air, maka emulsi minyak-dalam-cair lebih cocok. Seperti halnya untuk absorpsi, absorpsi melalui kulit (absorpsi percutaneous) bisa ditingkatkan dengan mengurangi ukuran partikel dari fase internal. Aspek-aspek lain dari preparasi topikal akan dibahas di Bab 9 dan 10.

Teori-Teori Emulsifikasi
   
Banyak teori yang telah berkembang untuk menjelaskan bagaimana agen pengemulsi bekerja dalam mempromosikan emulsifikasi dan dalam mempertahankan stabilitas emulsi yang dihasilkan. Walaupun beberapa dari teori ini berlaku secara spesifik terhadap tipe-tipe agen pengemulsi tertentu dan terhadap kondisi-kondisi tertentu, namun teori-teori ini bisa dianggap sebagai sebuah penjelasan umum untuk menjelaskan cara memproduksi dan menstabilkan emulsi. Diantara teori yang paling terkenal adalah teori tensi-permukaan, teori desakan-berorientasi, dan teori lapisan plastis atau interfacial.
   
Semua cairan memiliki kecenderungan untuk memiliki bentuk yang mempunyai jumlah daerah permukaan paling sedikit yang tereskpos. Untuk satu tetes sebuah cairan, bentuknya adalah bulat. Pada tetesan cairan yang bulat, ada gaya-gaya internal yang cenderung mempromosikan hubungan antara molekul-molekul zat untuk menghambat distorsi tetesan menjadi bentuk yang kurang bulat. Jika dua atau lebih tetesan dari cairan yang sama bersentuhan satu sama lain, maka kecenderungannya adalah bergabung membentuk satu tetes yang lebih besar dan memiliki daerah permukaan yang lebih kecil dibanding daerah permukaan total dari masing-masing tetesan. Kecenderungan cairan ini bisa diukur secara kuantitatif, dan apabila sekeliling cairan adalah udara, maka kecenderungan tersebut disebut sebagai tensi permukaan cairan. Apabila cairan bersentuhan dengan cairan kedua yang tidak saling melarutkan dan tidak bisa bercampur, maka gaya yang menyebabkan masing-masing cairan bertahan agar tidak terpecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil disebut sebagai tensi interfacial. Zat-zat yang bisa mempromosikan pengurangan resistensi terhadap pemecahan ini bisa mendorong sebuah cairan untuk tereduksi menjadi tetes-tetes atau partikel-partikel yang lebih kecil. Zat-zat yang mengurangi tensi ini disebut sebagai agen aktif-permukaan (surfaktan) atau agen wetting. Menurut teori tensi-permukaan emulsifikasi, penggunaan zat-zat ini sebagai pengemulsi dan pengstabil akan menyebabkan berkurangnya tensi interfacial dari dua cairan yang tidak saling bercampur, sehingga mengurangi gaya penolakan antara cairan-cairan dan mengurangi gaya tarik masing-masing cairan kepada molekulnya masing-masing. Olehnya itu, agen-agen permukaan mempermudah pemecahan bulatan-bulatan besar menjadi bulatan-bulatan yang lebih kecil, yang kemudian memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk menyatu atau bergabung kembali.
   
Teori desakan-berorientasi (oriented-wedge) menganggap bahwa lapisan-lapisan monomolekuler dari agen pengemulsi akan melingkar di sekitar tetesan fase internal dari emulsi. Teori ini didasarkan pada dugaan bahwa agen-agen pengemulsi tertentu mengorientasikan diri sendiri di sekitar dan di dalam sebuah cairan dengan cara yang mencerminkan kelarutannya dalam cairan tertentu. Pada sebuah sistem yang mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, kemungkinan agen pengemulsi lebih larut pada salah satu dari fase dan akan tertanam lebih dalam dan lebih kuat pada fase tersebut dibanding yang lainnya. Karena banyak molekul zat yang mendasari teori ini (sebagai contoh, sabun) yang memiliki bagian hidrofil atau suka-air dan sebuah bagian hidrofob atau takua air (tapi biasanya lipofilik atau suka-minyak), maka molekul-molekul akan memposisikan atau mengorientasikan dirinya dalam masing-masing fase. Dengan tergantung pada bentuk dan ukuran molekul, karakteristik kelarutannya, dan orientasinya, maka tatanan yang berbentuk irisan yang mencerminkan molekul-molekul akan menghasilkan butiran minyak atau cairan di sekelilingnya. Pada umumnya, sebuah agen pengemulsi yang memiliki karakter hidrofil yang lebih besar dibanding karakter hidrofobnya akan mempromosikan sebuah emulsi minyak-dalam-air, dan emulsi air-dalam-minyak dihasilkan melalui penggunaan agen pengemulsi yang lebih hidrofop dibanding hidrofil. Dengan kata lain, fase dimana agen pengemulsi lebih larut akan menjadi fase kontinyu atau fase eksternal dari emulsi tersebut. Walaupun teori ini mungkin tidak akurat dalam menggambarkan tatanan molekuler dari molekul-molekul pengemulsi, namun konsep bahwa pengemulsi larut-aIr pada umumnya membentuk emulsi minyak-dalam-air sangat penting dan pada umumnya diterapkan dalam praktek.
   
Teori lapisan-plastis atau lapisan-interfacial  menempatkan agen pengemulsi pada pertemuan antara minyak dan air, mengelilingi tetes-tetes fase internal sebagai sebuah lapisan tipis yang terserap pada permukaan tetesan. Lapisan ini mencegah kontak dan penggabungan dengan fase yang terdispersi; semakin kuat dan lentur lapisan tersebut, maka semakin besar stabilitas emulsi. Pada dasarnya, material pembentuk lapisan harus cukup untuk melapisi seluruh permukaan dari masing-masing tetes fase internal. Dalam hal ini, pembentukan sebuah emulsi minyak-dalam-air atau air-dalam-minyak tergantung pada tingkat kelarutan agen dalam dua fase, dimana agen larut-air mendorong terbentuknya emulsi minyak-dalam-air dan pengemulsi larut-minyak sebaliknya.
   
Pada kenyataannya, tidak mungkin ada satu teori emulsifikasi yang bisa digunakan untuk menjelaskan cara yang digunakan oleh banyak pengemulsi dalam mempromosikan pembentukan dan stabilitas emulsi. Ada kemungkinan bahwa bahkan dalam sebuah sistem emulsi tertentu, lebih dari satu teori emulsifikasi yang telah disebutkan dapat diterapkan dan memiliki sebuah peran. Sebagai contoh, pengurangan tensi interfacial cukup penting dalam pembentukan awal sebuah emulsi, tapi pembentukan sebuah iris molekul protektif atau lapisan pengemulsi cukup penting untuk stabilitas emulsi dalam jangka waktu lama. Tidak diragukan bahwa pengemulsi tertentu mampu melakukan kedua tugas ini.

Preparasi Emulsi

Agen-agen Pengemulsi
   
Tahap awal dalam preparasi sebuah emulsi adalah pemilihan pengemulsi. Agar bermanfaat dalam sebuah preparasi farmaseutik, agen pengemulsi harus memiliki kualitas tertentu. Salah satunya, harus kompatibel dengan komponen formulasi lainnya dan tidak boleh mengganggu stabilitas atau efikasi agen terapeutik lainnya. Harus stabil dan tidak merusak preparasi. Pengemulsi harus non-toksik dalam hal pemakaian dan jumlah yang dikonsumsi oleh pasien. Dan juga, harus memiliki sedikit bau, rasa, atau warna. Yang paling penting adalah kapabilitas agen pengemulsi untuk mempromosikan emulsifikasi dan untuk mempertahankan stabilitas emulsi bagi ketahanan produk sesuai dengan jangka waktu yang diinginkan.
   
Banyak tipe material yang telah digunakan dalam farmasi sebagai agen pengemulsi, dimana ratusan atau bahkan ribuan yang telah diuji kapabilitas pengemulsinya. Walaupun belum ada upaya yang dilakukan untuk membahas manfaat dari masing-masing agen ini dalam emulsi farmaseutik, namun ada baiknya jika kita menyebutkan tipe-tipe material yang umum digunakan dan pengaplikasiannya secara umum. Diantara pengemulsi dan stabilizer untuk sistem-sistem farmasetik adalah sebagai berikut :

1.Material karbohidrat seperti agen-agen alami, acacia, tragacanth, agar, chondrus, dan pectin. Material-material ini membentuk koloid-koloid hidrofil ketika ditambahkan ke air dan pada umumnya menghasilkan emulsi minyak-dalam-cair. Acacia kemungkinan merupakan pengemulsi yang paling sering digunakan dalam pembuatan emulsi-emulsi dadakan oleh para farmasis komunitas. Tragacanth dan agar umum digunakan sebagai agen penebal pada produk-produk yang diemulsi dengan acacia. Selulosa mikrokristalin digunakan pada beberapa suspensi dan emulsi yang dibuat secara komersial sebagai sebuah pengatur kekentalan untuk menghambat pengendalan partikel dan memberikan stabilitas dispersi.

2.Zat-zat protein seperti gelatin, kuning telur, dan casein. Zat-zat ini menghasilkan emulsi minyak-dalam-air. Kekurangan gelatin sebagai sebuah pengemulsi adalah bahwa emulsi yang dibuat dengannya seringkali terlalu cair dan lebih cair lagi pada saat didiamkan.

3.Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti stearyl alkohol, cetyl alkohol, dan glyseril monostearat. Zat-zat ini utamanya digunakan sebagai agen penebal pengstabil (stabilizer) untuk emulsi minyak-dalam-air dari lotion dan salep tertentu yang digunakan secara eksternal. Kolesterol dan turunan-turunannya juga bisa digunakan pada emulsi yang digunakan secara eksternal dan mempromosikan emulsi cair-dalam-minyak.

4.Agen wetting (pelembab), yang bisa berupa anion, kation atau nonionik. Agen-agen ini mengandung gugus hidrofil dan lipofil, dimana protein lipofil dari molekul pada umumnya bertanggungjawab atas aktivitas permukaan dari molekul. Pada agen-agen  anionik, bagian lipofil ini bermuatan negatif, tapi pada agen kation bermuatan posotif. Karena muatan ion nya yang beralwanan, maka agen-agen anion dan kation cenderung saling menetralkan satu sama lain jika terdapat dalam sistem yang sama sehingga dianggap tidak kompatibel satu sama lain. Pengemulsi nonionik menunjukkan tidak ada kecenderungan untuk berionisasi. Dengan tergantung pada sifatnya masing-masing, beberapa anggota tertentu dari kelompok ini membentuk emulsi minyak-dalam-air dan beberapa lainnya membentuk emulsi cair-dalam-minyak. Pengemulsi anion mencakup berbagai sabun monovalen, polyvalen dan sabun-sabun organik seperti triethanolamin oleate dan sulfonate seperti sodium lauryl sulfat. Benzalkonium klorida, yang dikenal karena sifat antibakterinya, bisa digunakan sebagai pengemulsi tipe kation. Agen-agen dari tipe nonionik mencakup ester sorbitan dan turunan-turunan polyoksietilen, beberapa diantaranya diperlihatkan pada Tabel 13.2.

Sifat ionik dari sebuah permukaan akan menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan surfaktan untuk digunakan dalam membentuk sebuah emulsi. Surfaktan-surfaktan nonionik efektif pada range pH 3 sampai 10; surfaktan kationik efektif pada range pH 3 sampai 7; dan surfaktan anionik memerlukan pH yang lebih besar dari 8.

5.Padatan-padatan yang terpecah halus seperti lempung koloid termasuk bentonite, magnesium hidroksida, dan aluminium hidroksida. Bahan-bahan ini umumnya membentuk emulsi minyak-dalam-air ketika material yang tidak dapat larut dimasukkan ke dalam fase cair dengan catatan ada volume fase cair yang lebih besar dibanding fase minyak. Akan tetapi, jika padatan bubuk ditambahkan ke dalam minyak dan volume fase minyak mendominasi, maka sebuah zat seperti bentonite dapat membentuk sebuah emulsi cair-dalam-minyak.

Volume fase internal dan eksternal dari sebuah emulsi cukup penting, tanpa memperhitungkan tipe pengemulsi yang digunakan. Pada saat konsentrasi internal dari sebuah emulsi meningkat, maka terjadi peningkatan viskositas dari emulsi sampai sebuah titik tertentu, dan setelah itu viskositas berkurang tajam. Pada titik ini, emulsi mengalami inversi; yaitu, perubahan dari emulsi minyak-dalam-cair menjadi emulsi cair-dalam-minyak atau sebaliknya. Pada prakteknya, emulsi bisa dibuat tanpa inversi dengan sebanyak 75% volume dari produk yang menjadi fase internalnya.

Sistem HLB

Secara umum, masing-masing agen pengemulsi memiliki bagian hidrofil dan sebuah bagian lipofil dimana salah satu atau yang lainnya menjadi lebih atau kurang mendominasi dan mempengaruhi dengan cara seperti tipe emulsi. Sebuah metode telah dianjurkan dimana agen pengemulsi atau agen aktif-permukaan bisa dikategorisasi berdasarkan sifat-sifat kimia dan berdasarkan keseimbangan hidrofil-lipofilnya atau “HLB”. Dengan metode ini, masing-masing agen diberi nilai HLB atau nomor yang menunjukkan polaritas zat. Walaupun nomor ini telah ditentukan hingga sampai 40, namun range yang biasa dipakai adalah antara 1 sampai 20. Material yang sangat polar atau sangat hidrofil diberi nomor yang lebih tinggi dibanding material yang kurang polar dan lebih lipofil. Secara umum, agen-agen aktif-permukaan yang memiliki nilai HLB mulai dari 3 sampai 6 sangat lipofil dan menghasilkan emulsi air-dalam-minyak. Dan agen-agen yang memiliki nilai HLB dari sekitar 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak-dalam-cair. Contoh dari beberapa nilai HLB yang ditentukan untuk beberapa surfaktan tertent ditunjukkan pada Tabel 13.2. Tipe aktivitas yang diharapkan dari surfaktan yang diberi nilai HLB seperti ini ditunjukkan pada Tabel 13.3.
   
Dalam sistem HLB, disamping menentukan nilai untuk agen-agen pengemulsi, nilai-nilai juga berikan untuk zat minyak atau yang mirip minyak. Dalam menggunakan konsep HLB pada pembuatan sebuah emulsi, seseorang akan memilih agen pengemulsi yang memiliki nilai HLB yang sama atau hampir sama dengan fase minyak dari emulsi yang diinginkan. Sebagai contoh, minyak mineral memiliki nilai HLB 4 jika emulsi cair-dalam-minyak diinginkan dan nilai HLB 10,5 jika emulsi minyak-dalam-air akan dibuat. Untuk membuat sebuah emulsi yang stabil, agen pengemulsi yang dipilih harus memiliki nilai HLB yang mirip dengan nilai untuk minyak mineral, tergantung pada tipe emulsi yang diinginkan. Jika diperlukan, dua atau lebih pengemulsi bisa dikombinasikan untuk mencapai nilai HLB yang lebih baik.

Metode-metode Pembuatan Emulsi
   
Emulsi bisa dibuat dengan beberapa metode, tergantung pada sifat komponen emulsi dan alat yang tersedia untuk digunakan. Pada skala kecil, seperti dalam laboratorium atau farmasi, emulsi bisa dibuat dengan menggunakan Wedgewood atau adukan porselain dan penumbuk, sebuah belender mekanis atau pencampur seperti Waring blender atau pencampur milk-shake, sebuah pengaduk tangan, dan pengaduk tipe bangku, atau terkadang botol resep sederhana. Pada skala besar, tangki-tangki pencampur yang bervolume besar bisa digunakan untuk membentuk emulsi melalui penggunaan pendorong yang berkecepatan tinggi. Seperti yang diinginkan, produk bisa dihaluskan dengan melewatkannya melalui sebuah tambang koloid, dimana partikel-partikel dicukur antara celah kecil yang memisahkan rotor berkecepatan tinggi dan stator, atau dengan melewatkannya melalui sebuah pengaduk besar, dimana cair dipaksa pada tekanan besar melalui lubang katup kecil. Pengaduk dalam industri memiliki kapasitas untuk menangani sebanyak 100.000 liter produk per jam.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...