Sunday, February 7, 2010

Survei Penyakit Kulit dan Isu-Isu Terkait Kulit Pada Orang-orang Amerika yang Berasal dari Arab

Abstrak

Latar belakang: Masih sedikit pengetahuan yang terkait dengan kondisi-kondisi dermatologi pada orang-orang Amerika yang berasal dari Arab.

Tujuan: Untuk mengevaluasi penyakit kulit umum dan kekhawatiran-kekhawatiran tentang kulit serta untuk mengevaluasi akses terhadap perawatan dermatologi dan persepsi tentang kulit pada orang Amerika Arab.

Metode: Orang Amerika Arab dari 3 lokasi di Micighan bagian tenggara (pusat- kesehatan-komunitas [n = 207], masjid [n = 95], dan gereja [n = 99]) menyelesaikan kuisioner survei.

Hasil: Kondisi kulit yang paling umum dilaporkan adalah jerawat, eczema/dermatitis, kutil, infeksi kulit akibat jamur, dan melasma. Kekhawatiran terhadap kulit yang paling utama adalah tekstur kulit yang tidak merata, perubahan warna kulit, kulit kering, jerawat, dan bulu wajah. Ada hubungan yang signifikan antara status sosioekonomi dengan kunjungan ke dermatologist. Sikap seputar persepsi kulit terkait dengan lamanya menetap di Amerika Serikat.

Keterbatasan: Data tentang kondisi kulit diperoleh dari survei dimana pasien melaporkan sendiri kondisi kulit yang diderita.

Kesimpulan: Kondisi-kondisi kulit dan isu-isu terkait kulit lainnya yang menimpa orang Amerika Arab cukup mirip dengan yang menimpa penduduk lainnya di Amerika Serikat.

Penduduk Amerika beranekaragam secara etnis dan budaya. Orang Amerika Arab merupakan sebuah kelompok etnis yang membentuk beberapa generasi imigran dari negara-negara berbahasa Arab di Asia bagian barat-daya dan Afrika Utara yang telah menetap di Amerika Serikat sejak tahun 1880an. Saat ini, diperkirakan 3,5 juta orang Amerika Arab tinggal di Amerika Serikat. Di seluruh wilayah Amerika Serikat, komunitas Amerika Arab juga berbeda dari segi negara asal, dimana Amerika Libanon merupakan kelompok yang terbesar. Michigan memiliki jumlah penduduk Amerika Arab terbesar di Amerika Serikat. Sekitar 490.000 orang Amerika Arab menetap di Michigan, dengan 39% tinggal di Wayne County, yang terletak di Michigan bagian tenggara. Populasi Amerika Arab berkembang lebih dari 65% antara tahun 1990 sampai 2000. Di Michigan, walaupun orang Amerika Libanon merupakan kelompok etnis terbesar, namun jumlah imigran baru terbesar berasal dari Irak pada tahun 1990an, setelah Perang Teluk.
   
Menurut data sensus tahun 2000, analisis terhadap penduduk Amerika Serikat menunjukan bahwa akan terjadi pergeseran demografi yang signifikan di engara ini pada abad ke-21, dengan laju pertumbuhan yang sangat tinggi diantara berbagai kelompok etnis yang berbeda. Diperkirakan bahwa sekitar 48% penduduk Amerika Serikat bukan lagi dari ras Kaukasoid pada tahun 2050 mendatang. Penyakit kulit sering  muncul secara berbeda pada individu-invidu yang berbeda warna kulitnya. Di Amerika Serikat, epidemiologi penyakit kulit pada populasi etnis telah diteliti untuk penduduk Hispanis, Amerika Afrika, Asia, dan Amerika Asli. Kulit berwarna atau kulit etnis didefinisikan sebagai kulit non-Kaukasoid yang lebih gelap, khususnya kulit Fitzpatrick fototipe IV, V, dan VI. Orang-orang keturunan Arab seringkali dikelompokkan sebagai Kaukasoid; akan tetapi, mereka memiliki banyak perbedaan warna kulit. Sebagai contoh, orang-orang yang berasal dari Libanon dan Syria cenderung memiliki kulit tipe biasa; sedangkan mereka yang berasal dari Yaman cenderung memiliki kulit yang berwarna lebih gelap.
   
Meskipun pertumbuhan populasi Amerika Arab yang terus berkembang, namun masih sedikit pengetahuan yang terkait dengan kondisi-kondisi dermatologi pada orang-orang Amerika Arab. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan penyakit kulit paling umum dan kekhawatiran-kekhawatiran berkenaan dengan kulit diantara orang-orang Amerika Arab dan untuk mengevaluasi akses terhadap perawatan dermatologi serta persepsi tentang kulit pada sebuah komunitas Amerika Arab di Michigan bagian tenggara.

METODE
   
Sebanyak 421 orang Amerika Arab, yang berusia 20 sampai 80 tahun, dari 3 lokasi berbeda di Detroit/wilayah Michigan tenggara – sebuah pusat kesehatan komunitas, sebuah masjid, dan sbuah gereja – diminta untuk berpartisipasi dalam sebuah penelitian cross-sectional. Penelitian ini melibatkan sebuah survei dalam bentuk kuisioner yang diisi sendiri oleh partisipan.
   
Selama fase pembuatan survei pertama, kumpulan pertanyaan awal dibuat oleh para peneliti, dan item-item pertanyaan awal ini dirancang untuk menilai penyakit kulit yang paling umum (yakni, diagnosa diberikan sebelumnya oleh seorang dokter) dan kekhawatiran-kekhawatiran terkait (yakni, kekhawatiran partisipan sendiri), dan akses terhadap perawatan dermatologi dan persepsi tentang kulit diantara orang-orang Amerika Arab. Item-item pertanyaan ini memalui banyak proses seleksi. Beberapa item direvisi supaya lebih jelas dan agar lebih dipahami oleh responden. Setelah proses revisi selesai, survei diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh seorang penerjemah bahasa Arab yang bersertifikasi. Versi bahasa Inggris dan bahasa Arab dari kuisioner tersebut diujicoba pada sebuah acara kesehatan di pusat kesehatan komunitas. Sebanyak 21 orang berpartisipasi pada uji coba tersebut. Setelah wawancara singkat menyusul pemberian kuisioner, semua responden melaporkan bahwa mereka telah mengerti pertanyaan-pertanyaan survei yang diberikan dan bisa menyelesaikan survei dalam waktu kurang dari 15 menit. Berdasarkan input partisipan selama sesi uji coba ini, ada sedikit perubahan yang dilakukan pada bagian demografi dari kuisioner tersebut. Lebih lanjut, selama sesi uji-coba. Beberapa responden belum menyelesaikan survei secara keseluruhan. Untuk mengatasi masalah ini, pada saat penelitian dilakukan, masing-masing partisipan didorong untuk menyelesaikan seluruh survei selama proses perizinan. Penelitian ini telah disetujui oleh Badan Review Internasional Henry Ford Hospital, Detroit, Michigan.
   
Setelah sesi uji coba, peneltian dilakukan di pusat kesehatan komunitas, di masjid, dan di gereja. Sampel ditentukan secara sistematis, yang melibatkan pengidentifikasian start acak dimana setiap elemen ke-n dipilih untuk berpartisipasi (yakni, apabila n = 3, maka diambil sampel setiap partisipan ketiga). Di pusat kesehatan komunitas, setiap pasien ketiga yang dijadwalkan untuk kunjungan klinis diundang untuk mengisi kuisioner. Di masjid setelah shalat Jum'at dan di gereja setelah Kebaktian, setiap orang ketiga yang keluar dari daerah peribadatan diajak untuk mengisi survei. Jadwal kunjungan di pusat kesehatan komunitas dibuat secara acak, demikian juga pola-pola keluar dari tempat peribadatan dalam masjid dan gereja.
   
Jika persetujuan telah diterima, para partisipan diberikan sebuah kuisioner untuk diisi baik dalam bahasa Inggris atau bahasa Arab. Disamping pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kondisi-kondisi kulit, penyakit dan isu-isu terkait kulit lainnya, informasi demografi, termasuk jenis-kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, negara asal, dan lamanya menetap di Amerika Serikat, juga dicatat.
   
Sampel-sampel dari masjid dan gereja tidak berbeda dalam hal status sosial-ekonomi sehingga digabung dalam analisis. Analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13.0. Statistik deskriptif dasar diperoleh dan mencakup nilai mean, nilai median dan frekuensi. Data kontingensi dianalisis menggunakan statistik chi-squarePearson. Disamping itu, rasio ganjil juga diperoleh. Tingkat alfa 0,05 ditentukan signifikan secara statistik. Perbandingan uji proporsi juga dilakukan.

HASIL

Demografi

Dari 421 pasien yang diberi kuisioner, 401 (95.2%) melengkapi survei secara keseluruhan (pusat kesehatan komunitas [n = 207], masjid [n = 95], gereja [n = 99]). Data dari 41 responden ini dimasukkan dalam analisis. Data demografi, yang mencakup jenis kelamin, usia, dan negara asal untuk 401 partisipan, ditunjukkan pada Tabel I.
   
Tingkat pendapatan sangat berbeda antara populasi pusat kesehatan masyarakat dengan populasi masjid dan gereja (Tabel I). Disamping itu, partisipan dari masjid dan gereja melaporkan tingkat pendidikan yang secara keseluruhan lebihtinggi dibanding partisipan pada pusat kesehatan masyarakat. Sebaliknya dengan populasi dari masjid dan gereja, populasi pusat kesehatan komunitas terdiri dari sekelompok orang yang merupakan imigran baru di Amerika Serikat.

Penyakit kulit yang dilaporkan sendiri dan kekhawatiran-kekhawatiran
   
Lima penyakit kulit yang paling umum, berdasarkan diagnosa yang diberikan oleh seorang dokter, yang dilaporkan oleh partisipan dari pusat kesehatan komunitas, partisipan dari masjid, dan partisipan dari gereja adalah jerawat (37,7%), eczema/dermatitis (25,5%), kutil (20%), infeksi kulit akibat jamur (20%), dan melasma (14,5%) (Tabel II). Lima kekhawatiran terhadap kulit yang paling utama, sebagaimana dirasakan oleh partisipan, adalah tekstur kulit yang tidak merata (56.4%), perubahan warna kulit (49,4%), dan rambut pada wajah (42.4%) (Tabel III). Tidak ada perbedaan signifikan natara populasi pusat-kesehatan-komunitas dengan populasi dari masjid dan gereka dalam hal penyakit kulit dan kekhawatiran yang dilaporkan.

Kunjungan ke dermatologist
   
Secara keseluruhan, 35,3% partisipan dari pusat-kesehatan-komunitas melaporkan pernah mengunjungi dermatologist sedangkan pada partisipan dari masjid dan gereja 61,1% pernah mengujungi dermatologist. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dari tingkat diploma memiliki kemungkinan dua kali lipat untuk menemui dermatologist dibanding yang rendah tingkat pendidikannya (rasio ganjil [OR] = 2,1 P < 0.01). Mereka yang memiliki pendapatan dalam satu tahun sebesar $40.000 atau lebih memiliki kemungkinan dua kali lipat untuk menemui dermatologist dibanding yang pendapatannya kurang dari $40.000 per tahun (OR = 1,8 P < 0,005).

Persepsi tentang kulit
   
Diantara partisipan dari pusat-kesehatan-komunitas, 74,3% melaporkan bahwa kulit mereka yang putih atau kuning-langsat lebih menyenangkan dipandang sedangkan pada partisipan dari masjid dan gereja hanya 38,9% yang melaporkan demikian (Tabel IV). Partisipan dari masjid dan gereja menganggap kulit olive atau kulit berwarna gelap lebih menyenangkan dipandang. Orang-orang yang tinggai di Amerika Serikat selama lebih dari 20 tahun dua kali lebih mungkin untuk menganggap kulit putih atau kuning langsat sebagai kulit yang lebih menyenangkan dipandang, sedangkan yang dilahirkan di Amerika Serikat atau yang tinggal di Amerika Serikat selama lebih dari 20 tahun dua kali lebih mungkin untuk menganggap bahwa kulit olive atau kulit berwarna gelap lebih menyenangkan dipandang (OR = 2,3, P < 0,01).

Cara-cara perawatan kulit
   
Cara-cara perawatan kulit yang diyakini spesifik budaya dilaporkan oleh para partisipan. Dalam survei, pertanyaan yang menanyakan hal ini termasuk pertanyaan open-ended (terbuka); sehingga hanya sedikit partisipan yang merespon. Cara-cara yang disebutkan oleh 2 hingga 6 partisipan antara lain penggunaan minyak zaitun pada kulit untuk melembabkan, penggunaan minyak dan minyak-rambut di rambut untuk melindungi agar kulit kepala tidak kering, dan penggunaan campuran madu murni dengan gula pada kulit untuk pengelupasan kulit. Mencuci muka dengan jus jeruk alami, dan mencuci muka dengan campuran susu dan jahe disebutkan sebagai cara-cara untuk membersihkan kulit. Disamping itu, pembuatan campuran herbal atau penggunaan lempung Laut Mati (Dead Sea clay) merupakan tehnik-tehnik yang digunakan untuk membuat masker wajah. Lebih daripada itu, sebuah metode pencabutan bulu juga dilaporkan yaitu dengan menggunakan benang untuk membersihkan bulu pada wajah.

PEMBAHASAN
   
Sejauh pengetahuan kami, penelitian ini merupakan survei sistematis pertama tentang penyakit kulit dan isu-isu terkait kulit lainnya yang dilakukan di sebuah populasi Arab di luar negara asal mereka Timur Tengah. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan penyakit kulit yang paling umum dan kekhawatiran-kekhawatiran tentang kulit pada penduduk Amerika Arab (Tabel II dan III). Penelitian berbasis-populasi lainnya yang melibatkan individu-individu kulit berwarna, seperti orang Amerika Afrika dan Hispanis, juga menemukan jerawat dan eczema sebagai dua diagnosa dermatologi yang paling umum. Jerawat diyakini kurang prevalen pada individu keturunan Asia.
   
Kondisi kulit dan kekhawatiran-kekhawatiran yang berkenaan dengan pigmentasi sering terjadi diantara para responden Amerika Arab (Tabel II dan III). Gangguan-gangguan pigmentasi pada kulit juga umum terjadi pada kelompok ras dan etnis lalinnya dengan kulit berwarna. Sebenarnya, gangguan-ganguan pigmentasi merupakan kelompok dermatose ketiga paling umum yang terjadi pada penduduk Amerika Afrika. Melasma telah dilaporkan sering terjadi pada orang Amerika Hispanis, Amerika Asia, dan Amerika Afrika. Disamping itu, melasma umum dilaporkan baik pada orang Etiopia laki-laki maupun perempuan. Kekhawatiran masalah pigmentasi lainnya, yaitu hypopigmentasi inflammatory, telah dilaporkan sebagai sebuah komplikasi umum pada kulit etnis dan bisa dianggap sebagai respon patofisiologis bawaan terhadap injury kulit pada kulit berwarna. Sebenarnya, pada orang-orang yang memiliki kulit berwara (skin of color), hyperpigmentasi postinflammatory seringkali menjadi keluhan utama seorang pasie yang mengalami acne vulgaris. Dengan frekuensi jerawat tinggi yang dlaporkan oleh para partisipan dalam penelitian ini, maka ada kemungkinan bahwa hyperpigmentasi postinflammatory sebagai akibat dari jerawat dapat memberikan kontribusi bagi frekuensi tekstur kulit yang tidak merata dan perubahan warna kulit yang dilaporkan oleh para partisipan.
   
Beberapa penelitian di dunia Arab telah mencermati bermacam-macam penyakit kulit di negara mereka masing-masing. Di United Arab Emirates, dari 10.995 diagnosa baru yang dicatat di pada sebuah klinik dermatologi selama periode 2 tahun, eczema (20,98%), acne vulgaris (9,07%), infeksi jamur permukaan (8,5%), infeksi virus (7,39%), dan gangguan-gangguan pigmentasi (5,41%) merupakan diagnosa yang paling sering. Lebih lanjut, di Libanon, sebuah penelitian retrospektif yang mengevaluasi 8552 diagnosa yang melibatkan 6882 pasien baru selama periode 5 tahun menemukan infeksi jamur (14,6%), jerawat (14,1%) dan eczema (8,56%) sebagai diagnosa yang paling umum. Lebih daripada itu, di Saudi Arabia, sebuah penelitian retrospektif yang mereview diagnosa dari 1076 pasien baru selama periode 1 tahun di sebuah klinik dermatologi menemukan dermatitis/eczema (19,6%), jerawat (13,8%), infeksi virus (13,5%), gangguan pigmentasi (9,7%), dan infeksi jamur (9,6%) sebagai kondisi-kondisi yang paling sering terjadi. Terakhir, di Yaman, diagnosa paling umum dari sebuah penelitian retrospektif yang melibatkan 13.840 pasien baru dengan 14.259 penyakit adalah eczema/dermatitis (27,2%), infeksi dan infestasi (24,2%), dan jerawat dan gangguan acneiform (15,2%). Jika penelitian kali ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan di United Arab Emirates, Libanon, dan Saudi Arabia, maka perbedaan utama yang dapat dilihat pada penelitian dari Yaman adalah kejadian bakteri endemik yang tinggi, mykobakteri, parasit, dan penyakit kulit arthropoda. Sebuah penjelasan yang bisa diberikan untuk hasil dari yaman ini adalah status sosial-ekonomi pasien yang rendah yang dimasukkan dalam penelitian dan kondisi hidup yang terlalu padat.
   
Terkecuali penelitian di Yaman tersebut, kondisi kulit yang paling prevalen dalam penelitian kali ini mirip dengan diagnosa palng umum yang dilaporkan oleh penelitian-penelitian lain di Timur Tengah yang berbasis populasi sehat. Perlu digarisbawahi, penelitian kali ini mengevaluasi prevalensi kondisi-kondisi kulit pada orang Amerika Arab yang tinggal di Michigan Tenggara dengan menggunakan metode sampling sistematis di masjid, gereja, dan pusat-kesehatan-komunitas, sedangkan penelitian-penelitian yang dilakukan di Timur Tengah tersebut mengevaluasi kejadian-kejadian penyakit kulit. Disamping itu, perbedaan metodologi penelitian, yaitu, antara penilaian yang dilaporkan sendiri oleh responden dengan penilaian klinis, dapat memberikan kontribusi bagi perbedaan frekuensi penyakit yang dilaporkan dalam penelitian kali ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan di United Arab Emirates, Libanon, Saudi Arabia, dan Yaman.
   
Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi akses terhadap perawatan dermatologi diantara orang Amerika Arab. Seperti halnya komnitas dari etnis minoritas lainnya, apakah partisipan mampu atau tidak menemui dermatologist tergantung pada status sosial-ekonomi mereka. Faktor-faktor budaya dan kendala-kendala bisa mempengaruhi apakah individu-individu ini akan mencari perawatan dermatologist atau tidak. Dari kelompok responden orang Amerika Arab yang berbeda, terdapat variasi yang cukup besar dalam hal persepsi mereka tentang kondisi-kondisi dermatologi yang dialami, dan ini berpengaruh terhadap perilaku mereka dalam mencar perawatan. Kendala-kendala perawatan kesehatan yang mempengaruhi ras dan etnis minoritas juga telah dilaporkan: ini mencakup antara lain kurangnya asuransi kesehatan, transportasi, dan kebutuhan perawatan anak. Rasa takut akan deportasi/pemulangan-ke-negeri-asal bisa menyebabkanya banyaknya imigran tidak terdaftar yang menghindari untuk menemui dokter yang tidak dikenal. Format-format registrasi yang digunakan oleh dokter-dokter privat ditakuti sebagai dokumentasi yang dapat diberikan kepada otoritas imigrasi. Kekhawatiran-kekhawatiran ini bahkan bisa mempengaruhi imigran-imigran yang resmi dan tercatat. Bagi semua populasi minoritas, kurangnya sensitifitas kultural yang dirasakan dari dokter, kendala bahasa, dan pelayanan terjemahan yang buruk merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku untuk mencari perawatan. Melatih lebih banyak dermatologist dari bangsa Arab untuk melayani populasi Arab yang besar di daerah Detroit metropolitan bisa membantu alam menyediakan perawatan dermatologi yang sesuai secara bahasa dan sensitif secara budaya.
   
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah mengevaluasi sikap seputar persepsi tentang kulit pada komunitas Amerika Arab. Mereka yang telah lama menetap di Amerika Serikat lebih mungkin menganggap kulit olive atau kulit berwarna gelap lebih menyenangkan dipandang, sedangkan imigran yang masih baru cenderung lebih menyukai kulit kuning langsat atau kulit putih. Ini bisa dijelaskan dengan adanya fakta bahwa di Timur Tengah, kulit terang dianggap sebagai sebuah sumber kecantikan dan prestise. Sebagai contoh, para bintang film dan wanita-wanita bintang iklan di Mesir cenderung memiliki kulit terang dan sifat-sifat fisik yang mencerminkan karakteristik Eropa. Demikian juga, pada berbagai negara Asia, kulit putih dan mulus dianggap sebagai kulit yang ideal.
   
Walaupun para partisipan yang disampling secara sistematis bisa jadi tidak represenatif, namun partisipan yang disurvei dari 3 lokasi berbeda, masjid, gereja, dan pusat-kesehatan-komunitas, dapat menjadi sampel dari berbagai populasi Amerika Arab di Michigan bagian tenggara. Para subjek diminta dalam kuisioner untuk merujuk ke sebuah diagnosa yang telah disebutkan sebelumnya oleh seorang dokter untuk pertanyaan “penyakit kulit”; akan tetapi, ada kemungkinan bahwa mereka bingung dengan diagnosa tersebut dan memilih diagnosa yang keliru dalam kuisioner. Olehnya itu, penelitian-penelitian di masa mendatang yang melibatkan penilaian klinis aktual oleh seorang dermatologist sangat diperlukan pada populasi Amerika Arab untuk membantu para dermatologis dalam merawat populasi Arab yang terus berkembang di Amerika Serikat.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...