Sunday, February 7, 2010

Fibrosis Sistemik Nefrogenik: Sebuah Kajian Klinikopatologi Terhadap Enam Kasus

Abstrak

Latar belakang : Fibrosis sistemik nefrogenik merupakan sebuah kondisi fibrosis yang jarang dan terjadi pada pasien yang mengalami gangguan ginjal. Meskipun karakteristik histologisnya telah diketahui dengan baik, namun etiologi dan patologinya belum sepenuhnya diketahui. Berberapa penelitian terbaru mendukung teori bahwa agen-agen kontras yang berbasis gadolinium memegang peranan kausatif dalam terjadinya penyakit ini. Terapi erythropoietin dan kerusakan endothelial akibat prosedur-prosedur bedah juga telah diduga sebagai faktor pengkontribusi yang potensial.

Tujuan : Penelitian ini berupaya untuk membantu memberikan kontribusi dalam memahami penyakit yang tergolong baru ini.

Metode : Kami melakukan sebuah review grafik retrospektif terhadap 6 pasien yang didiagnosa dengan fibrosis sistemik nefrogenik pada institusi kami. Penekanan diberikan pada pengidentifikasian agen-agen etiologi putatif yang potensial termasuk gadolinium, terapi erythroprotein, dan prosedur-prosedur bedah terdahulu.

Hasil : Semua pasien pernah mengalami eksposur terhadap agen kontras yang berbasis gadolinium. Tiga dari enam pasien diobati dengan erythropoietin, dan semua pasien mengalami prosedur bedah sebelumnya.

Kekurangan : Penelitian ini dibatasi oleh ukurannya yang kecil; dengan demikian, temuan dan hasilnya tidak bisa diaplikasikan pada semua pasien yang menderita penyakit ini.

Kesimpulan : Data yang kami peroleh menunjukkan bahwa gadolinium memegang peranan penting dalam fibrosis sistemik nefrogenik sehingga bedah sebelumnya bisa menjadi faktor kontribusi.

Fibrosis sistemik nefrogenik (NSF) merupakan sebuah penyakit fibrosis yang jarang terjadi dan pertama kali ditemukan pada tahun 1997 pada pasien-pasien yang mengalami dialysis di sebuah institusi di California bagian selatan. Karena kemunculannya yang tiba-tiba dan mengelompoknya kasus-kasus awal ini, maka sebuah agen infeksi atau toksik diduga terlibat; akan tetapi, tidak ada agen umum yang diidentifikasi. Penyakit ini pertama kali disebutkan dalam lieratur pada tahun 2000 sebagai sebuah kondisi mirip scleromyxedema; kemudian pada tahun 2001, istilah “nephrogenic  fibrosing dermopathy” diusulkan karena hubungannya dengan gagal ginjal dan keberadaan fibrosis cutaneous pada pasien yang mengalami kondisi ini. Walaupun pasien yang mengalami gangguan ini biasanya memiliki keterlibatan cutaneous, tapi sekarang ini diketahui memiliki manifestasi sistemik juga; dengan demikian istilah “fibrosis sistemik nefrogenik” merupakan istilah yang lebih cocok.
   
Berbagai laporan kasus telah menunjukkan bahwa semua pasien penderita NSF mengalami gangguan ginjal dengan berbagai tingkat keparahan dan penyebab mendasar, dimana kebanyakan diantaranya memiliki riwayat baik hemodialysis maupun peritoneal. Para pasien seringkali sudah pernah mengalami prosedur bedah seperti transplantasi, dan prosedur-prosedur yang lebih kecil seperti pemasangan fistula dialysis dan kateter sentral. Hubungan dengan prosedur bedah dan hubungan dengan kondisi hyperkoagulasi dan peristiwa-peristiwa thrombotik menunjukkan bahwa kerusakan endothelial bisa menjadi sebuah faktor pemicu dalam terjadinya penyakit ini. Gambaran klinis antara lain kulit menebal dengan papula, nodula dan plak yang berdurasi singkat. Kulit bisa memiliki kenampakan kuat atau peau d'orange  atau bisa tampak erythematous dan bercorak. Lesi-lesi pada umumnya memiliki distribusi simetris dan dependen, yang muncul pada ekstremitas dan batang-tubuh tapi biasanya menempati wajah; lesi-lesi ini yang muncul secara asimetris pada tubuh biasanya memiliki pola distribusi vaskular, seperti di sepanjang jalur sebuah kateter sentral yang disisipkan secara peripheral. Kemungkinan ada riwayat edema yang terjadi pada eksteremitas yang terlibat dengan kenampakan kulit berkayu selanjutnya ketika edema sembuh.
   
Spesimen-spesimen biopsy dari lesi-lesi cutaneous menunjukkan sel-sel jarum yang menampakkan CD34 dan prokolagen-1 serta sel-sel dendritik atau histiocytic yang menampakkan CD68 dan faktor XIIIa. Jumlah dermal mucin berbeda-beda. Spesimen biopsy incisional menunjukkan berkas berserat tebal yang membentang ke dalam septa subcutis dan bahkan menbentang ke dalam fascial atau otot skeletal yang bersangkutan. Meskipun kenampakan histologi dan pola staining immunohistokimia dari lesi-lesi NSF telah disebutkan dengan baik dalam berbagai literatur, namun etiologi dan patogenesis gangguan ini masih belum diketahui sepenuhnya.
   
Sel-sel jarum yang membentuk lesi-lesi ini diyakini sebagai fibrosit asal hematopoietic yang bersirkulasi  karena kenampakan CD34 dan prokolagen-1 nya. Fibrosit diketahui memiliki peranan dalam penyembuhan luka, pembentukan granuloma, presentasi antigen, dan gangguan-gangguan fibrosis lainnya yang mencakup scar hypertropi dan scleroderma. Leis-lesi NSF yang lebih tua (>20 pekan) menunjukkan kenampakan CD34 yang berkurang, ini bisa menunjukkan apoptosis dari fibrosit, diferensiasi myofibroblastik, atau terlepasnya fibrosit dari lesi (kemungkinan kecil). Transformasi menjadi sebuah fenotip myofibroblast akan disertai dengan kenampakan actin otot halus-α (α-SMA) dalam sel-sel jarum.
   
Beberapa model tentang etiologi NSF telah diusulkan. Kebanyakan model menyatakan bahwa gangguan ginjal menyebabkan deposisi sebuah antigenik yang tidak teridentifikasi pada jaringan perifer yang bertindak sebagai target pengganti untuk fibrosit bersirkulasi yang termobilisasi. Mediator profibrotik yang mentransform faktor pertumbuhan-β (TGF-β) bisa memegang peranan. Agen kontras yang berbasis gadolinium baru-baru ini dianjurkan sebagai sebuah agen etiologi, dan penelitian-penelitian selanjutnya mendukung teori ini. Karena gadolinium dibersihkan oleh ginjal, maka waktu-paruhnya meningkat dari 1,3 jam (±0,25 jam) menjadi 34,3 jam (±22,9 jam) pada pasien yang mengalami gangguan ginjal parah. GE Healthcare mengeluarkan sebuah pernyataan pada tanggal 6 Juni 2006 untuk memperbaharui profesional perawatan kesehatan, yaitu pernyataan tentang keamanan penggunaan agen kontras pencitraan resonansi magnetik yang berbasis gadolinium Ominascan (gadodiamida). FDA Amerika Serikat mengeluarkan sebuah rekomendasi Kesehatan Masyarakat pada tangga 8 Juni 2006 yang memperingatkan tentang hubungan antara agen-agen kontras yang mengandung gadolinium untuk MRI dengan NSF pada pasien yang mengalami gagal ginjal.
   
Walaupun bukti semakin banyak tentang gadolinium sebagai agen etiologi dalam NSF, namun obat atau toksin lain juga bisa ditemukan memegang peranan kausatif atau peranan yang turut memberikan kontribusi. Terapi erythropoietin baru-baru ini diusulkan sebagai sebuah agen potensial karena seringkali digunakan untuk mengobati anemia pada pasien dialysis, terapi  ini menstimulasi sirkulasi sel-sel hematopoietin, dan telah terbukti dapat menginduksi respon penyembuhan luka yang besar secara in vivo. Kami menyajikan 6 pasien yang didiagnosa dengan NSF pada institusi kami untuk membantu memberikan kontribusi dalam memahami penyakit terbaru tersebut.

BAHAN DAN METODE
   
Kami melakukan review grafik retrospektif terhadap 6 pasien SF untuk menemukan karakteristik demografis, penyebab dan tingkat gangguan ginjal, tipe dialsis, prosedur bedah terbaru dan peristiwa-peristiwa thrombocit, presentasi klinis dari NSF dan gejala-gejala terkait yang mencakup bukti keterlibatan sistemik. Penekanan khusus diberikan pada pengidentifikasian eksposur terhadap gadolinium dan erythroprotein. Fotograf klinik dan slide biopsi kulit diagnostik juga direview, dan CD34, α-SMA, dan stain biru alcian untuk mucin dilakukan pada jaringan yang tertanam dalam parafin dan diikat dengan formalin. Dua pasien (kasus 1 dan 6) sebelumnya telah dilaporkan.

DESKRIPSI KASUS

Kasus 1
   
Kasus 1 telah dipublikasikan sebelumnya; pasien adalah seorang pria kulit putih berusia 60 tahun dengan riwayat ketidakleluasaan gerakan sendi, nyeri dan kulit kaku yang melibatkan ekstrimitas atas dan bawah bilateral selama 5 pekan terakhir. Dia memiliki riwayat dua transplantasi hati – yang paling terbaru 2 bulan sebelum onset gejala – dan dia juga pernah mengalami 2 prosedur bedah kecil satu bulan sebelum onset gejala. MRI menggunakan agen kontras berbasis gadolinium dilakukan 8 pekan sebelum onset gejala. Sebuah spesimen biopsy yang diambil dari kulit lengan kiri menunjukkan peningkatan jumlah sel fibrohistiosit di seluruh dermis. Sel-sel jarum distaining kuat untuk CD34 tapi negatif untuk  α-SMA dan stain biru alcian mengidentifikasi peningkatan mucin dermal.

Kasus 2
   
Pasien 2 adalah seorang pria Asia berusia 42 tahun dengan 3-pekan riwayat arthralgias dan kulit menebal yang melibatkan ekstrimitas atas dan bawah bilateral yang mencakup tangan, yang didahului 2 pekan sebelumnya oleh nyeri ankle bilateral dan rash macular/pruritic pada lengannya, batang tubuh dan punggung (Gbr. 1). Riwayat bedah terbaru mencakup pemasangan kateter dialysis peritoneal 6 hari sebelum onset gejala dan pemasangan sebuah kateter hemodialysis 4 pekan sebelumnya. Angiografi resonansi magnetik untuk menilai stenosis arteri ginjal dengan menggunakan “gadolinium intravenous 50 cc” dilakukan 19 hari sebelum onset gejala. Sebuah spesimen biopsy yang diambil dari kulit pada lengan kanan menunjukkan sel-sel fibrohistiocytic lunak pada dermis dan meluas sampai ke subcutis yang distaining lemah untuk CC34 dan negatif untuk  α-SMA. Tidak ada mucin dermal signifikan yang diidentifikasi oleh stain biru alcian.

Kasus 3
   
Pasien 3 adalah seorang wanita kulit hitam berusia 46 tahun yang mengeluh tentang rash nonpruritic yang tidak lunak pada lengan-lengannya. Secara klinis, ditemukan sebuah rash papular pada aspek flexor lengannya, plak-plak yang jelas serta papula-papula pada kedua lengan atas dan lengan bawah. Dia pernah menggunakan kateter dialysis periotoneal 2 bulan sebelum onset gejala. MRI dan angiografi resonansi magnetik pada kepala dengan menggunakan agen kontras berbasis gadolinium dilakukan 7,5 pekan sebelum onset gejala. Sebuah spesimen biopsy yang diambil dari kuilt lengan atas sebelah kanan menunjukkan penebalan dermis oleh berkas-berkas kolagen yang terpisah oleh sebuah batas, dengan banyak sel-sel dendritis dan berbentuk jarum tersebar di sepanjang lesi (Gambar 2.4). Komponen sel jarum yang distaining kuat untuk CD34 (Gambar 2, B), memberikan hasil negatif untuk  α-SMA dan tidak ada mucin dermal signifikan yang diamati dengan stain biru alcian.

Kasus 4
   
Pasien 4 merupakan seorang wanita kulit putih berusia 65 tahun dengan riwayat kontraktur, nyeri difusi dan kekencangan kulit selama 12-bulan yang mulai terjadi 1 pekan setelah fiksasi internal reduksi terbuka untuk fraktur femur kiri. Gejala-gejalanya mulai terjadi sebagai nyeri dan rasa kaku pada ekstremitas kanan bawah yang menyebar ke ekstremitas kiri bawah, kemudian ke ekstremitas atas, dan disertai dengan pembengkakan tangan dan kelemahan serta paresthesia ekstremitas bawah. Pada saat dilakukan biopsy kulit, lesi-lesi yang dialami terdiri dari plak-plak yang bertemu pada ekstremitas atas dan bawah bilateral, abdomen, dada, punggung, dan wajah. Dia mengalami 5 eksposur terhadap gadolinium selama waktu 13 bulan sebelum onset gejala, dimana yang terakhir diberikan 7 bulan sebelum gejalanya muncul. Dia juga pernah mengalami dua eksposur tambahan terhadap gadolinium antara onset gejala dan waktu biopsy. Sebuah spesimen biopsy yang diambil dari kulit paha kanan (Gbr 3) menunjukkan gambaran patologis yang terlokalsiasi pada panniculus dengan pelebaran septa yang cukup jelas dengan berkas-berkas berserat padat yang bergabung dengan sel-sel fibrohistiosit yang tipis yang distaining secara focal dan distaining lemah untuk CD34 dan negatif untuk  α-SMA. Dermis tidak mengalami perubahan besar, dan stain biru alcian menunjukkan sedikit peningkatan mucin dermal.

Kasus 5
   
Pasien 5 adalah seorang wanita kulit hitam yang berusia 23 tahun dengan 3 pekan riwayat plak-plak hyperpigmentasi dan berlangsung singkat pada daerah-daerah dependen di paha, bokong, dan pinggang bawah serta panggul, ankle dan lengan bawah sebelah kiri. Lesi-lesi disertai dengan pruritus, nyeri badan difusi, dan nodul-nodul subcutaneous mobile dan tidak-lunak pada abdomen nya. Dia pernah memakai kateter dialysis peritoneal yang dilepaskan 11 pekan sebelum onset gejala. MRI pada pelvis dan angiogram venous iliac umum sebelah kanan dengan menggunakan agen kontras gadolinium dilakukan 10 dan 9 pekan sebelum onset gejala, masing-masing. Sebuah spesimen biopsy yang diambil dari kulit paha sebelah kiri menunjukkan lesi sel-jarum selular yang lunak yang meluas sampai ke dermis dan ke dalam subcutis. Sel-sel jarum distaining secara focal dan distaining secara lemah untuk CD34, hasilnya negatif untuk α-SMA, dan stain biru alcian mengidentifikasi peningkatan mucin dermal.

Kasus 6
   
Kasus 6 telah dipublikasikan sebelumnya; pasien merupakan seorang pria kulit putih berusia 76 tahun dengan 2 bulan riwayat  “kulit keras” pada ekstrimitas atas, paha medial, groin, dan eksterimitas bawah distal terjadi sesaat setelah transplantasi hati. Satu bulan sebelum presentasi, edema ekstremitas atas terjadi, dengan lesi mirip sarang pada lengan-bawah sebelah kiri. MRI dan angiografi resonansi magnetik untuk abdomen dengan menggunakan agen kontras berbasis gadolinium dilakukan 2 pekan sebelum onset gejala. Sebuah spesimen biopsy yang diambil dari kulit lengan-bawah kiri proksimal menunjukkan lesi selular sedang yang tersusun atas sel-sel fibrohistiocytic lunak yang mengisi dermis dan meluas ke jaringan subcutaneous. Sel-sel jarum yang distaining secara focal dan distaining secara lemah untuk CD34, memberikan hasil negatif untuk  α-SMA, dan stain biru alcian tidak menemukan adanya peningkatan mucin dermal.

HASIL
   
Presentasi klinis dirangkum pada Tabel I. Usia rata-rata pasien adalah 52 tahun (rentang, 23-76 tahun) dengan distribusi jenis kelamin yang sama. Setengah pasien adalah kulit putih, dua kulit hitam, dan satu Asia. Gejala yang paling umum adalah kulit menebal atau mengeras, tapi gejala-gejala lain seperti gerakan yang terbatas pada sendi, nyeri difusi, dan ruam juga ditemukan. Lesi-lesi paling umum muncul pada ekstremitas, lalu diikuti pada batang-tubuh. Lesi-lesi juga muncul pada wajah seorang pasien. Gejala-gejala terkait lainnya mencakup arthralgia, pruritus, pembengkakan ekstrimitas, lesi mirip sarang, dan nodul subcutaneous.
   
Semua pasien memiliki riwayat gangguan ginjal, utamanya karena diabetes mellitus atau hypertensi. Keparahan gangguan ginjal berbeda-beda, dengan nitrogen urea daerah rata-rata 38,7 mg/dL (rentang, 18-72 mg/dL) dan kreatinin darah rata-rata 6,0 mg/dL (rentang, 2,1-9,5 mg/dL). Keenam pasien memiliki riwayat hemodialysis, dimana 3 juga mengalami dialysis peritoneal. Karena mencakup bedah-bedah utama, seperti transplantasi hati, dan prosedur bedah kecil, seperti pemasangan atau pelepasan kateter dialysis, maka semua pasien sebelumnya memiliki prosedur bedah dengan sebuah durasi rata-rata sampai onset gejala 31 hari (rentang, 5-77 hari). Embat dari enam pasien memiliki riwayat satu atau lebih peristiwa thrombotic; peristiwa-peristiwa ini mencakup mikroangiografi thrombotic, thrombosis venous dalam femoral, embolisme pulmonary, dan sindrom vena cava superior. Keenam pasien pernah mengalami eksposur terhadap agen kontras berbasis gadolinium, dengan duras rata-rata sampai onset gejala 69,5 hari (rentang, 14-212 hari). Tidak ada infeksi yang diketahui. Tiga dari enam pasien mengalami eksposur terhadap erythropoitein, dan semuanya memonium agonist opiat.
   
Durasi rata-rata mulai dari onset gejala sampai biopsy adalah sekitar 128 hari (rantenga, 1-630 hari). Gambaran histologi biopsi dari 6 pasien konsisten dengan laporan NSF sebelumnya, terkecuali kasus 4 dimana spesimen biopsy menunjukkan lesi subcutaneous yang menonjol. Spesimen-spesimen biopsy untuk 3 dari 6 pasien menunjukkan peningkatan mucin dalam clefts antara berkas-berkas kolagen, dan tidak ada spesimen biopsy yang menunjukkan kenampakan  α-SMA pada sel-sel jarum.

PEMBAHASAN
   
Gadolinium saat ini ditargetkan sebagai sebuah agen etiologi primer yang bertanggungjawab untuk terjadinya NSF pada pasien yang mengalami gangguan ginjal. Diduga demikian karena pembersihan ginjalnya yang menonjol, pemakaiannya yang pertama dilaporkan pada pasien ginjal yang hampir bersamaan dengan kasus NSF pertama, dan banyak laporan yang menguatkan hubungan sementara antara pemberian gadolinium dengan perkembangan NSF. Seri kasus yang ditunjukkan disini memberikan dukungan lebih lanjut terhadap teori ini. Kami menguatkan sebuah riwayat pemberian gadolinium pada 6 dari pasien NSF kami; walaupun 5 dari enam pasien mengalami NSF dalam waktu 9 pekan setelah eksposur terhadap gadolinium, satu pasien (kasus 4) tidak mengalami gejala sampai 7 bulan setelah terapi gadolinium. Pemeriksaan grafiknya menunjukkan bahwa NSF berkembang dalam satu pekan setelah bedah pada pasien ini. Fakta bahwa bedah merupakan prosedur pertama yang harus dijalani sejak menerima gadolinium 7 bulan sebelumnya menunjukkan bahwa kerusakan endothelial, atau beberapa faktor lain yang terkait dengan bedah, bisa mejadi faktor kontribusi dalam perkembangan NSF pada pasien ini. Tundaan onset gejala selama 7 bulan juga menunjukkan bahwa jika gadolinium diperlukan untuk terjadinya penyakit, maka zat ini tetap berada dalam tubuh selama periode waktu yang lama. Dua bukti laporan terbaru tentang deposisi gadolinium dalam jaringan pasien penderita NSF, memberikan sebuah mekanisme untuk menjelaskan tundaan ini. Disamping itu, karena pasien ini menerima agen kontrask berbasis-gadolinium 7 kali dan memiliki keterlibatan yang lebih parah karena NSF jika dibandingkan dengan pasien lain dalam seri ini, maka ada kemungkinan bahwa ada hubungan antara  gadolinium dengan keparahan penyakit selanjutnya. Walaupun masih sedikit dukungan terhadap hubungan antara tingkat gangguan ginjal dengan keparahan NSF, namun bisa terbukti bermanfaat untuk meneliti hubungan antara jumlah gadolinium total yang diberikan dan keparahan penyakit cutaneous dan sistemik selanjutnya.
   
Erythropoitein telah dianjurkan sebagai sebuah agen etiologi potensial dalam NSF. Hanya 3 dari 6 pasien yang diekspos terhadap terapi erythropoietin, semuanya dalam bentuk darbepoietin. Apakah obat ini memegang sebuah peran dalam perkembangan lesi NSF atau tidak masih belum pasti, tapi tidak ada kemungkinan menjadi faktor etiologi primer karena tidak umum pada keenam pasien. Agonis opiat merupakan pengobatan yang umum dimana 4 pasien meminum hydromorfon dan dua pasien meminum oxycodon. Menurut pengetahuan kami, sebuah hubungan dengan agonist opiat dan NSF sebelumnya dilaporkan dalam literatur; signifikansinya, jika ada, masih belum jelas. Yang jelas adalah bahwa jika seorang pasien bisa mengalami NSF 7 bulan setelah eksposur gadolinium, riwayat-riwayat pengobatan dalam penelitian epidemiologi terhadap pasien yang mengalami gangguan ginjal seperti ini mungkin diperlukan lebih menyeluruh, dan kembali meneliti secara cermat grafik pasien untuk melihat pengobatan yang umum.
   
Secara umum, gambaran histologi pada semua pasien cukup mirip, terkecuali kasus 4, dimana penyakit utamanya terletak pada subcutis. Walaupun telah disarankan bahwa deposisi mucin meningkat pada lesi NSF, namun ini bukan merupakan temuan yang onsisten dalam penelitian kali ini. Walaupun kenampakan cellularitas dan CD34 berkurang pada lesi NSF yang lebih tua jika dibandingkan dengan lesi NSF paling awal (< 1 pekan), maka kenampakan cellularitas dan CD34 bervariasi pada kasus-kasus lain dan tidak terliat terkait dengan usia lesi. Karena keenam spesimen biopsy negatif untuk kenampakan  α-SMA, maka tidak ada bukti yang mendukung bahwa fibrosit yang membentuk lesi mengalami diferensiasi myofibroblastik.
   
Berdasarkan hasil dari seri perawatan ini dan penelitian-penelitian terbaru lainnya, sebuah hubungan antara NSF, gangguan ginjal, dan agen kontraks berbasis gadolinium bisa terjadi.  Kerusakan endothelial akibat prosedur-prosedur bedah bisa menjadi sebuah faktor risiko tambahan. Meski demikian, penelitian-penelitian tambahan masih diperlukan sebelum patogenesis NSF bisa diketahui secara lengkap, dan faktor risiko tambahan bisa ditemukan.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...