Sunday, February 7, 2010

Peranan Vaksin dalam Pengendalian Penyakit Kusta

“Pengendalian morbiditas” merupakan sebuah tema yang yang berulang-ulang disebutkan dalam laporan WHO terbaru yang berjudul “Strategi global untuk lebih mengurangi bebas kusta dan menjaga kesinambungan aktivitas pengendalian kusta: 2006-2007”. Meskipun pendekatan ini terlihat rasional, berdasarkan alat yang ada sekarang untuk mengendalikan kusta (yakni pendeteksian kasus-kasus baru secara tepat, perawatan dengan kemoterapi efektif, pencegahan kecacatan dan rehabilitas), namun pendekatan ini tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya kusta kembali di masa depan. Haruskah kita menerima paradigma “pengendalian morbiditas” atau apakah ada pendekatan lain yang harus dicari yang dapat memberikan wawasan baru tentang pengendalian kusta dan kemungkinan intervensi yang dapat membawa kita ke jalur yang tepat untuk eradikasi kusta?

   
Saya sangat sepakat untuk terus melanjutkan mendukung strategi-strategi yang ada sekarang ini tetapi saya juga merasa perlu dilakukan evaluasi yang cermat terhadap pelayanan-pelayanan kusta dan hasil-hasilnya untuk memastikan bahwa perpaduan pelayanan-pelayanan kusta akan memiliki efek positif terhadap penyakit ini. Disamping itu, kita harus terus mencari alat-alat baru yang, jika diterapkan dengan baik, dapat memberikan praktek pengendalian yang mengarah pada pelayanan yang membaik, dan pada akhirnya dapat menghasilkan pemberantasan kusta. Menurut saya, bidang yang harus terus diteliti adalah tentang kerusakan saraf, transmis dan vaksin. Dalam tulisan kali ini saya akan berfokus pada vaksin. Saya akan memaparkan kemajuan-kemajuan terbaru yang menyebabkan meningkatnya minat terhadap pengembangan vaksin untuk patogen-patogen seperti M. leprae serta membahas kapan dan dimana vaksin kusta bisa diterapkan dalam sebuah strategi global untuk memberantas kusta.

Kemajuan-kemajuan teknologi
   
Proyek-proyek penentuan urutan genom skala besar terhadap bakteri patogenik telah menimbulkan wawasan-wawasan baru berkenaan dengan mekanisme-mekanisme virulensi dan resistensi obat, kapabilitas metabolik pada berbagai kondisi pertumbuhan yang berbeda dan variasi genetik yang bertanggungjawab untuk munculnya patogen. Berkenaan dengan pembuatan vaksin untuk kusta, melimpahnya informasi genom baik dari patogen (M. leprae) maupun dari host alamiahnya (manusia dan armadillo), telah mengalami revolusi. Disamping itu, kecepatan penemuan antigen saat ini telah meningkat dalam jumlah yang sangat besar. Penemuan antigen yang semakin maju telah terjadi akibat kemajuan prosedur untuk pengidentifikasian in silico terhadap antigen-antigen protein potensial dan kloning gen serta alat kenampakan protein rekombinan yang bisa digunakan untuk karakterisasi imunologi selanjutnya dan percobaan keampuhan vaksin untuk antigen-antigen yang memiliki prioritas tinggi.
   
Brennan dkk. adalah orang pertama yang melaporkan komposisi protein keseluruhan dari M. leprae yang didapatkan dari armadilloi melalui elektroforesis gel poliakrilamida dua-dimensi. Hasil yang diperolehnya menunjukkan sekitar 391 protein yang terkait sel. Jumlah ini kemungkinan terlalu rendah untuk proteom M. leprae karena prosedur pemurnian yang digunakan untuk membuat bacilli tidak dapat menangkap protein-protein yang disekresikan. Analisis In silico dan survei transkripsi gen  terhadap M. leprae yang viable menunjukkan adanya banyak protein M. leprae yang belum diidentifikasi. Diantara karakteristik-karakteristik lain, protein-protein ini bisa mencakup aktivitas-aktivitas yang terlibat dalam virulensi atau mengkodekan urutan-urutan peptida yang mampu menjadi imunogenik selama berbagai tahapan infeksi. Diantara kelompok gen yang ditranskripsi ini adalah homolog-homolog protein terhadap antigen-antigen M. tuberculosis yang yang immunodominan serta sebagai protein-protein yang terlibat dalam replikasi DNA, pembelahan sel, sekresi protein yang tergantung SecA, produksi energi, metabolisme perantara, transport dan penyimpanan zat besi. Cadangan antigen potensial ini untuk penelitian telah mengalihkan fokus kita terhadap alat-alat yang diperlukan untuk menguji berbagai antigen baru dengan tujuan untuk menyeleksi antigen-antigen yang harus ada untuk pengujian keampuhan vaksin.
   
Salah satu pendekatan untuk memisahkan banyaknya antigen protein menjadi jumlah yang mudah ditangani adalah dengan menunjukkan immunogeneitas pada pasien. Ini bisa dilakukan dengan menunjukkan antibodi, respon kekebalan yang termediasi sel (CMI), atau keduanya, secara in vitro. Baru-baru ini, Slayden dkk., mempublikasikan sebuah pendekatan yang sangat baik untuk mendeteksi antibodi serum dari pasien-pasien kusta dengan menggunakan berbagai protein dengan sekitar 30 antigen asli M. leprae dan protein-protein rekombinan. Metodologi ini bisa bisa diperbesar untuk mengscreening semua protein dari M. leprae menggunakan serum dari pasien-pasien yang mengalami satu atau lebih bentuk kusta. Protein-protein yang dipilih sebagai imunogenik dalam screening ini selanjutnya bisa dibuat dalam jumlah banyak dan diuji dalam pengujian CMI untuk mengetahui reaktivitas sel-T menggunakan sel-sel darah dari pasien-pasien kusta pada berbagai penyakit serta kontak-kontak nya. Protein-protein yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan selanjutnya bisa diuji pada uji tapak kaki tikus dengan hanya menggunakan adjuvant-adjuvant yang telah dipastikan untuk penggunaan pada manusia. Pengujian vaksin kusta eksperimental selanjutnya pada hewan mungkin tidak harus representatif pada tikus tersebut. Akan tetapi, mengetahui kekurangan-kekurangan yang terkait dengan model tapak kaki tikus (seperti pertumbuhan M. leprae yang terbatas dan patologi yang tidak karakteristik) menimbulkan pertanyaan: haruskah kandidat vaksin yang terbaik diuji pada armadillo, sebuah model hewan yang umum untuk kusta?
   
Ketertarikan yang baru pada model kusta armadillo telah dipicu oleh adanya pengetahuan genom yang baru tentang spesies ini. Truman dkk., telah memulai pengidentifikasian, kloning dan menampakkan gen-gen armadillo yang bisa digunakan untuk membuat pengujian dalam rangka memantau aspek-aspek patogenesis kusta dan respon imun yang sesuai. Diantara gen-gen yang pertama dilaporkan adalah IL2, TNF-α dan IFNg (, semuanya adalah mediator yang penting untuk sebuah respon CMI yang efektif. Eksploitasi lebih lanjut dari model armadillo pada tingkat sel dan molekuler bisa mengungkap parameter-parameter imunologi yang penting yang terkait dengan proteksi dari, dan kerentanan terhadap, infeksi  dimana vaksin yang potensial bisa dikonfigurasi dan diuji. Pengujian keampuhan vaksin pada armadillo juga akan memungkinkan penilaian keampuhan lintas penyakit karena armadillo memanifestasikan karakteristik pertumbuhan bakteri yang serupa dan gambaran histopatologi yang diamati pada manusia yang terinfeksi M. leprae.
   
Potensi untuk kemajuan teknologi pada formulasi vaksin untuk kusta bisa dilihat pada interasi terbaru dari vaksin TB eksperimenta. Platform-platform pemberian generasi vaksin TB yang baru ini yang berbentuk protein-protein subunit dengan adjuvant terbaru, vektor rekombinan, termasuk vaksin MVA atau adenovirus dan mikobakteri yang dimodifikasi secara genetik, seperti auxtrof M. tuberculosis atau BCG rekombinan yang menampakkan protein M. tuberculosis secara berlebihan. Beberapa telah dibuktikan lebih potensial dibanding vaksin BCG standar pada model hewan dari tuberculosis dan kemungkinan diberikan sesuai dengan BCG pada manusia. Vaksin BCG virus dan rekombinan yang menampakkan protein M. tuberculosis secara berlebihan memiliki kelebihan yaitu kemampuan vektor untuk menimbulkan respon CD4 dan CD8 yang kuat, sebuah efek tambahan yang sering diamati dengan vaksin hidup. Akan tetapi, kekurangan yang terkadang terkait dengan vaksin hidup, adalah potensi untuk menimbulkan infeksi setelah vaksinasi individu yang mengalami gangguan immunologi, khususnya, SCID (gangguan immunodefisiensi yang terkombinasi parah, penyakit granunlomatous kronis dan AIDS. Ini menekankan diperlukannya pengujian toksisitas-infeksi dari vaksin hidup baru pada model hewan yang kekurangan sistem imun. Demikian juga, pengimplementasian vaksin yang baru, dan yang hidup pada manusia harus disertai dengan evaluasi sistemik terhadap penerima vaksin untuk kondisi-kondisi yang mengganggu sistem kekebalan sebelum vaksinasi. Juga penting untuk diingat bahwa infeksi BCG yang menular akibat vaksinasi pada neonatus immunokompeten yang sehat cukup jarang tetap risiko penyakit BCG menular meningkat beberapa ratus kali lipat pada bayi yang terinfeksi HIV dibandingkan dengan bayi tidak terinfeksi HIV yang didokumentasikan.
   
Vaksin subunit protein menghindari dilema yang potensial ini. Akan tetapi, stimulasi imun yang signifikan pada umumnya memerlukan banyak injeksi. Pendekatan lainnya adalah menyalurkan sebuah vaksin protein sub-unit selanjutnya ke stimulasi imun yang lebih dulu. Pendekatan ini sering lebih dipilih sebagai “tambahan primer” dan didasarkan pada pemahaman klasik tentang kinetikan respon kekebalan pada manusia. Pada kasus vaksin TB, pendekatan “tambahan-utama” yang kemungkinan adalah kombinasi vaksinasi BCG neonatal diikuti dengan vaksin kedua, baik protein subunit atau yang lain. Masih diperdebatkan kapan penambah (booster) harus diberikan untuk memberikan hasil yang ampuh. Untuk mengetahui jawabannya seringkali ditentukan secara empiris melalui penelitian vaksin pada manusia dimana banyak kombinasi dan permutasi yang bisa diuji. Tetapi untuk penyakit kejadian rendah seperti kusta, banyak penelitian vaksin yang sulit mengorganisir untuk mengatasi isu-isu ini. Sehingga, ada baiknya jika kita menganggap penentuan waktu startegi boost-utama yang akan mengsinergikan potensi imunologi dengan karakteristik epidemiologi risiko penyakit yang akan menghasilkan peluang terbaik untuk memperkurang resistensi terhadap kusta dalam komunitas, sehingga membatasi penyebaran penyakit.
   
Dalam jangka pendek, kita harus mengeksplorasi semua platform vaksin ini menggunakan yang baru diidentifikasi dan yang sebelumnya telah dikenali, protein-protein dalam pencarian vaksin yang murah dan potensial untuk pengaplikasian dalam pengendalian kusta. Pendekatan praktis untuk memilih antigen buat sebuah vaksin kusta yang baru akan berfokus pada 1) protein-protein yang terbukti imunogenik pada kebanyakan pasien kusta dan kontak-kontak yang terekspos, 2) antigen-antigen protein yang diketahui homolog dengan protein TB, dan 3) protein-protein yang terbukti menginduksi imunitas protektif pada pengujian tapak kaki tikus. Alasan untuk memilih protein dengan homolog dalam M. tuberculosis berkembang dari fakta bahwa M. leprae, M. tuberculosis dan M. bovis BCG memiliki, sebagai bagian dari komposisinya, banyak protein secara umum. Jika reaktivitas silang antara antigen-antigen BCG dengan antigen M. leprae bisa dieksploitasi, karakteristik ini memberikan potensi untuk meningkatnya keampuhan vaksin ketika diberikan dengan strategi prime-boost dengan BCG. Vaksinasi BCG kemungkinan tetap pada kebanyakan negara endemik-TB karena efeknya yang bermanfaat terhadap tuberculomeningitis pada anak-anak dan imbasnya yang ditunjukkan pada beberapa area terhadap kusta.

Pengaplikasian vaksin kusta
   
Karena inovasi sering mendahului implementasi produk-produk baru, penting agar kita mempertimbangkan kegunaan potensial dari vaksin-vaksin baru untuk kusta sebagai sains yang mengarahkan kemajuan yang diperlukan untuk menyediakan alat-alat ini. Akan tetapi, waktu dan tenaga yang dihabiskan untuk membuat vaksin tanpa visi yang jelas mengenai bagaimana menggunakannya, tidak dijamin dan bisa dianggap sia-sia. Jadi, isu-isu apa yang terdapat di sekitar vaksin pada kusta dan bagaimana kemungkinan strategi pengendalian kusta dengan sebuah komponen vaksin?
   
Dari sudut pandang finansial murni, telah disebutkan bahwa vaksin bukanlah sebuah tindakan yang efektif biaya ketika diaplikasikan secara universal untuk menghentikan penularan penyakit yang memiliki kejadian rendah. Kusta termasuk ke dalam penyakit memiliki kejadian rendah; akan tetapi, argumen ini tidak mengingkari pembuatan sebuah vaksin terapeutik pasca-eksposur sebagai bagian dari strategi pengendalian kusta. Sebuah vaksin terapeutik bisa ditawarkan ke individu yang bersentuhan dekat dengan sebuah kasus indeks, dan dengan demikian, dianggap sebagai risiko bagi infeksi. Karena efikasi yang dilaporkan BCH sebagai sebuah vaksin terhadap kusta, Menteri Kesehatan Brazil merekomendasikan vaksinasi untuk kusta yang terjadi di rumah tangga. Pendekatan ini menjadi pembantu utama atau strategi revaksinasi dengan BCH dalam sebuah upaya untuk mendukung imunitas terhadap kusta yang dimulai dengan vaksinasi saat lahir dengan BCG. Cunha dkk. telah memulai sebuah penelitian untuk mengevaluasi dampak revaksinasi BCG pada anak-anak sekolah, beberapa diantaranya yang bisa bersentuhan dengan kasus-kasus kusta. Penelitian ini dilakukan pada 286 sekolah di Manaus, Brazil dan mencakup lebih dari 150.000 anak sekolah, yang diantaranya lebih dari 70.000 adalah sekolah intervensi. BCG diberikan secara intradermal dan follow-up sampai sekarang terus berlanjut. Telah diantisipasi bahwa hasil dari penelitian ini akan memberikan dukungan untuk revaksinasi sebagai sebuah cara untuk lebih lanjut mengurangi kusta baik pada rumah tangga maupun yang non rumah tangga di Brazil.
   
Sebuah vaksin terapeutik juga bisa digunakan untuk mengsupplementasi MDT dari pasien yang baru didiagnosa. Contoh penggunaan vaksin terapeutik yang berhasil untuk meningkatkan kemoterapi kusta telah dilaporkan dengan menggunakan Mycobacterium w. Meskipun kekhawatiran muncul dengan pendekatan ini, berkenaan dengan kenampakan reaksi Tipe 1 yang meningkat pada individu-individu yang divaksinasi, neuritis yang meningkat atau reaksi tipe 2 tidak diamati pada pasien yang divaksinasi.
   
Jika seseorang menerima kegunaan potensial dari vaksin terapeutik pada kondisi tertentu (misalnya, kontak rumah tangga), maka apakah peranan vaksin yang lebih luas dalam kusta bisa diharapkan? Sebagai contoh, bisakah strategi vaksin diorganisir sehingga akan meningkatkan proteksi pada individu-individu yang berisiko paling tinggi untuk mengalami kusta yang tidak bersentuhan dengan sebuah kasus kusta? Ini bisa menjadi persentase kasus baru yang signifikan dan telah diperkirakan mendekati 50% pada beberapa contoh. Meskipun bisa disebutkan bahwa ini akan terjadi apabila vaksin yang diaplikasikan secara universal akan sesuai, biaya vaksinasi semua penduduk untuk mencegah kasus yang relatif sedikit sulit bagi para petugas kesehatan masyarakat. Demikian juga, apa yang diperlukan sebelum mengimplementasikan vaksin cakupan luas adalah pemahaman yang meningkat tentang faktor-faktor kerentanan host untuk kusta dan gambaran yang lebih lengkap tentang pola-pola transmisi untuk penyakit ini. Pemahaman gabungan tentang kedua isu ini sangat penting untuk menentukan faktor-faktor risiko untuk mengalami kusta dan memberikan informasi yang diperlukan oleh para petugas kesehatan untuk mengimplementasikan strategi-strategi vaksin baru, haruskan ini diperlukan untuk mencari pengendalian kusta yang lebih baik dan pada akhirnya mengarah pada pemberantasan.
   
Dari perspektif pengendalian penyakit, vaksin adalah obat-obat yang tidak mungkin karena bisa diaplikasikan dengan strategi kontrol profilaksis (pra-eksposur) atau terapeutik (pasca-eksposur). Vaksin-vaksin potensial memiliki manfaat tambahan yaitu menghasilkan memori imunologi yang berumur panjang yang bisa bisa memblokir keterpaparan ganda selama masa hidup host. Sehingga, sebuah vaksin profilaksis yang efektif untuk kusta akan menghambat penyebaran dengan memberikan perlindungan terhadap penerima vaksin dari infeksi M. leprae. Sebuah vaksin profilaksis juga harus melindungi terhadap strain yang rentan obat dan kebal obat, sehingga membantu mengekang munculnya kekebalan obat. Demikian juga, ketergantungan terhadap tindakan preventif sekunder, seperti kemoterapi, kemungkinan dapat  mengarahkan kita ke tingkat pemberantasan penyakit. Menurut pandangan saya, vaksin memiliki potensi tersebut.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...