Monday, February 1, 2010

Pelepasan Ion-Ion Nikel dari Tiga Alloy Casting Gigi Yang Berbeda

Ringkasan

Maksud dari penelitian kali ini adalah untuk mengamati pelepasan ion-ion Ni dari tiga alloy casting gigi berikut ini : alloy Au-Pt mulia dan alloy Ni-Cr non-mulia (logam dasar) dan alloy Co-Cr-Mo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah larutan yang kedalamnya dicelupkan sebuah alloy  serta kadar pH dan waktu paparan-nya memiliki pengaruh terhadap jumlah ion Ni yang dilepaskan dari tiga alloy yang disebutkan di atas.
   
Tiga alloy komersial digunakan dalam eksperimen ini: dua alloy logam dasar, Ni-Cr (Wiron 99, Bego, Germany) dan alloy Co-Cr-Mo (Wironit, Bego, Germany) dan satu alloy mulia Au-Pt (Noble Metals Refinery, Zagreb Croatia). Sampel-sampel alloy Ni-Cr dan sampel-sampel alloy Co-Cr-Mo, rol berdimensi sama degan diameter 8 mm dan tinggi 15,8 mm digunakan dan dibuat oleh pabrik. Sampel-sampel alloy Au-Pt adalah plat-plat dengan dimensi 8 mm dan tinggi 1 mm, yang juga dibuat oleh pabrik.
   
Semua sampel dicelupkan dalam tiga larutan berbeda selama periode waktu tertentu. Larutan dengan penyangga posfat pada pH = 6, mewakili saliva manusia, sedangkan asam laktat, yang ditambahkan dengan sejumlah asam formiat dan asam asetat tertentu, pH = 3,5 (0,1 M asam laktat, 0,1 M NaCl, 1% asam asetat dan 1% asam formiat) untuk mewakili kondisi yang terbentuk dibawah plak dentobakteri.
   
Larutan dengan penyangga posfat (pH = 3,5), yang disusun menurut standar-standar farmakopeical yang telah ditentukan, digunakan untuk perbandingan, karena kondisi-kondisi asam yang ekstrim seperti ini tidak terdapat dalam lingkungan rongga mulut.
   
Enam sampel digunakan untuk masing-masing alloy gigi yang dites (n = 6), untuk masing-masing larutan secara terpisah dan untuk masing-masing interval waktu yang diuji, sehingga ada 180 sampel yang digunakan atau 540 sampel secara keseluruhan.
   
Pelepasan ion dari alloy-alloy gigi yang diuji dalam larutan-larutan yang disebutkan di atas diukur pada selama 10 interval waktu, yaitu setelah 1, 2, 3, 4, 6, 7, 14, 21 hari dan 30 hari masing-masing.
   
Larutan-larutan dianalisis dengan spektrometer serapan atom dengan inductively coupled plasma (ICP – AES) JY 50, Perancis.
   
Hasil dari analisis ini menghasilkan kesimpulan berikut :

1.Pada alloy-alloy gigi berikut (Ni-Cr, Au-Pt, Co-Cr-Mo), perusahaan yang memproduksi menyatakan bahwa dalam alloy Ni-Cr hanya terdapat Ni. Hasil menunjukkan bahwa alloy Ni-Cr dan Co-Cr-Mo melepaskan ion-ion Ni, tapi alloy Au-Pt tidak, bahkan pada kadar pH rendah.
2.Selama periode awal paparan, ion-ion Ni dilepaskan dari alloy Co-Cr-Mo dalam jumlah kecil (10 μg/L) sedangkan peningkatan pelepasan ion diamati pada hari keenam dalam larutan-garam dengan buffer posfat pada pH 3,5. Pelepasan ion Ni secara signifikan juga terjadi pada hari ke-21 dan ke-30 masing-masing dalam larutan dengan buffer posfat pada pH 6 (saliva buatan) serta pada asam laktat pada pH 3,5 (plak dentobakterial) apabila jumlah pelepasan ion Ni melebihi asupan makanan harian dari oligo-elemen ini.
3.Alloy Ni-Cr melepaskan banyak ion Ni pada ketiga larutan sehingga pada haru pertama pengukuran, jumlah ini melebihi asupan diet harian yang dibolehkan untuk unsur ini. Secara perlahan, jumlah ion-ion Ni yang dilepaskan meningkat dengan variabilitas tinggi pada semua larutan. Akan tetapi, peningkatan pelepasan Ni yang tertinggi ditemukan dalam larutan-garam dengan buffer posfat, pada pH 6 (saliva buatan) dimana melebihi asupan diet harian yang dibolehkan untuk unsur ini. Dengan demikian, alloy ini harus digunakan secara eksklusif untuk pembuatan alat-alat logam-keramik dan harus ditutupi seluruhnya dengna keramik.

Kata kunci : Pelepasan, nikel, alloy gigi.


Pendahuluan
   
Alloy casting gigi tidak boleh bersifat toksik. Harus kebal terhadap korosi, yang berarti bahwa tidak boleh bereaksi secara kimia baik dengan larutan asam maupun dengan larutan basa. Disamping itu, harus memiliki sifat fisik dan teknologi yang baik seperti kekerasan dan kekuatan. Disamping itu, juga harus cocok untuk pemrosesan dalam keadaan panas. Lebih lanjut, alloy-alloy seperti ini harus tersedia bagi pasien dengan harga rendah. Sejak harga emas meningkat tajam pada tahun 1930an, banyak alloy baru yang non-mulia dibuat untuk digunakan dalam kedokteran gigi selain alloy Au-Pt. Alloy Au-Pt merupakan sebuah alloy yang sangat murni/mulia, sedangkan alloy Co-Cr-Mo yang digunakan untuk pembuatan gigi-tiruan alloy casting  (kerangka logam) atau alloy Ni-Cr yang digunakan untuk alat-alat keramik logam gigi adalah logam-logam dasar atau alloy-alloy yang non-mulia.
   
Semua alloy yang terdapat dipasaran akan mengalami tiga tahapan pemeriksaan sebagai berikut : pemeriksaan in vitro pada hewan-hewan percobaan, pemeriksaan in vivo pada hewan-hewan percobaan dan percobaan in vivo pada pasien. Menurut spesifikasi dari ADA, sifat paling penting yang harus diuji sebelum alloy dipasarkan adalah sifat biologisnya, yaitu biokompatibilitasnya.
   
Apabila sebuah alat prostetik disisipkan ke dalam alloy gigi kavitas oral, maka dia akan bersentuhan dengan saliva. Saliva merupakan sebuah larutan hypoyonik (K+, Na+, Ca++, Mg++, fosfat anorganik, bikarbonat, protein serum; IgG, IgM, IgA, albumin, enzim-enzim saliva, mukoprotein, glikoprotein, hormon, karbohidrat, lipid, senyawa nitrogen, lactoferin). Ini juga merupakan sebuah konduktor listrik yang baik, sehingga terjadi korosi elektrokimia, khususnya apabila dua atau lebih alloy yang berbeda terdapat dalam rongga mulut. Ada banyak alloy yang memenuhi persyaratan berkenaan dengan sifat-sifat mekanis, fisik dan tekologis. Meski demikian, sangat sering alloy-alloy seperti ini tidak kebal terhadap korosi. Ion-ion logam yang dilepaskan dari alloy gigi dalam medium rongga mulut yang lembab bisa menimbulkan respon alergi atau respon toksik. Lebih lanjut, ion-ion ini bisa ditransfer ke organ-organ lain, sehingga menyebabkan berbagai perubahan.
   
Alloy logam dasar menunjukkan banyak ion yang dilepaskan dibanding alloy-alloy yang mengandung lebih banyak emas. Schmaltz mengurutkan unsur-unsur menurut sitotoksisitasnya sebagai berikut : Ag, Zn, Cd, Hg, Pt, Cu, Ni, Pd, Mn, Nb, Mo, Ga, Cr, In, Sn.
   
Sebuah penelitian yang melibatkan 16 alloy logam berbeda dilakukan untuk mengukur sitotoksitasnya menurut jumlah ion yang dilepaskan. Dengan menggunakan prosedur-prosedur dan metode-metode yang berbeda, para peneliti menunjukkan bahwa alloy dengan komposisi yang lebih lengkap akan lebih toksik dibanding yang komposisinya kurang kompleks.
   
Craig dan hanks melaporkan pengurangan sitotoksitas pada alloy-alloy Ni-Cr yang mengandung  16-27% Cr yang terjadi akibat adanya overlay Cr(III) oksida. Mereka juga menemukan bahwa overlap ini dapat mencegah pelepasan ion lebih lanjut dalam jumlah besar. Disamping itu, ditemukan bahwa apabila sebuah kultur sel dari fibroblast manusia dipasang pada alloy Ni-Cr-Mo, maka dapat mengurangi produksi kolagen tipe III. Bumgardner dkk., lebih lanjut menentukan bahwa ion-ion Ni yang dilepaskan dari alloy Ni-Cr memiliki efek berbahaya terhadap proliferasi sel. Ketika sel-sel tumbuh dalam media kultur yang berbeda, maka akan ditemukan efek yang berbeda. Ni diterapkan pada sebuah medium kultur jaringan yang menunjukkan sitotoksitas lebih besar ketimbang Cr.
   
Ion-ion yang dilepaskan dari sebuah alloy dapat menyebabkan respon-respon alergi yang bisa bersifat lokal atau sistemik. Dengan menggunakan uji patch, Dooms-Goossens dkk., menemukan bahwa pada kebanyakan kasus, pasien memiliki respon-respon positif terhadap Cr, dan khususnya terhadap Ni. Allenby dan Goodwin menentukan bahwa diperlukan kadar Ni sebesar 112 ppm (<0,05% nikel-sulfat) untuk memperoleh sebuah respon positif. Franz menemukan bahwa Ni, Cr, dan Co merupakan alergen yang paling umum. Peltonen menemukan bahwa wanita 10 kali lebih sensitif terhadap Ni dibanding pria. Freeman dkk., menentukan bahwa efek Ni tergantung pada bentuk kimiawi Ni dalam tubuh. Dengan demikian, (Ni(CO4)), (NiS) dan (Ni3S2) menunjukkan efek karsinogenik yang paling kuat. Ni dianggap sebagai alergen yang paling umum pada alloy-alloy gigi, akan tetapi beberapa alloy gigi melepaskan ion Ni dalam jumlah hampir sama dengan yang disarankan sebagai asupan harian dari makanan. Disisi lain, jumlah Au, Pd, Ag, Cu dan Zn jauh berada di bawah dosis oligo-elemen ini, yang dianggap cocok untuk dalam asupan harian yang diperpoleh dari makanan.
   
Pelepasan ion dari sebuah alloy tidak harus terkait dengan kelimpahan elemen ini dalam alloy. Justru, ada pelarutan selektif sehingga unsur-unsur yang terdapat dalam alloy hanya sedikit yang bisa dilepaskan  dalam jumlah besar.  Wataha menentukan bahwa, berbeda dengan alloy-alloy yang sangat mulia, alloy-alloy yang kurang mulia terus melepaskan ion Ni selama beberapa hari setelah paparan terhadap sebuah medium asam. Covington dkk., menemukan bahwa Ni dilepaskan dari alloy-alloy yang kurang mulia (sekitar 2,5 μg/cm2) pada tingkat pH 2,3 selama 35 hari, yang menunjukkan adanya fakta bahwa alloy yang kurang mulia dengan alloy non-mulia sensitif jika diekspos terhadap sebuah lingkungan asam.

Tujuan
   
Karena Ni merupakan salah satu satu kelompok unsur yang dapat meningkatkan kemampuan memadatkan dari alloy-alloy gigi,  maka Ni umumnya ditambahkan kedalam alloy-alloy ini, paling tidak dalam jumlah minimal. Akan tetapi, seringkali perusahaan yang membuat tidak menyebutkan keberadaan Ni tersebut. Disamping itu, Ni dianggap sebagai alergen terbesar. Dan juga, Ni bersifat sitotoksik dan kankerogenik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati bagaimana berbagai faktor seperti tipe larutan yang kedalamnya dicelupkan alloy, kadar pH dan waktu paparan dapat mempengaruhi jumlah ion Ni yang dilepaskan dari tiga alloy yang disebutkan di atas.

Bahan dan Metode
   
Pelepasan ion Ni dari alloy casting gigi diukur. Alloy yang digunakan adalah 1-5sebagai beikut. Dua alloy non-logam-mulia, alloy Ni-Cr dan alloy Co-Cr-Mo., dan satu alloy logam-mulia, alloy Au-Pt. Alloy Ni-Cr yang diuji adalah Wiron(R) yang dibuat oleh BEGO, Jerman. Menurut pernyataan pabrik, alloy ini mengandung unsur-unsur berikut: Ni-65%, Cr-22,5%, Mo-9,5%, Si-1%, Nb-1%, Ce-0,5%, Fe-0,5% dan C<0,02%. Alloy Co-Cr yang diuji adalah WIRONIT(R) yang dibuat oleh BEGO, Jerman. Alloy ini mengandung unsur-unsur berikut: Co-64%, Cr-28,65%, Mo-5%, Si-1%, Mn-1%, C-0,5%. Alloy Au-Pt dibuat oleh Noble Metals Refinery, Zagreb, Croatia. Menurut pernyataan pabrik, alloy ini mengandung unsur-unsur berikut ini: Au-75%, PT-8%, Ag-9,5%, Cu-5,1%, alloy Cu-Zn 1,5% dan beberapa unsur lain sekitar 0,9%, masing-masing.
   
Sampel-sampel alloy Co-Cr-Mo dan Cr-Ni pada awalnya dibuat oleh pabrik sebagai rol dengan dimensi 8 mm dan tinggi 15,8 mm. Sampel-sampel alloy Au-Pt pada awalnya dibuat dalam platelet dengan dimensi sebagai berikut: 8 mm x 6,5 mm x 1 mm.
   
Semua sampel dicelupkan dalam tiga larutan yang berbeda selama interval waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Larutan dengan buffer posfat (pH=6), yang dibuat menurut standar-standar farmakopeical, diperlakukan sebagai saliva manusia, sedangkan asam laktat yang kedalamnya ditambahkan jumlah tertentu dari dua asam yang lain (asam laktat 0,1 M; 0,1 M NaCl, asam asetat 1% dan asam formiat 1%) secara in vitro diperlakukan sebagai kondisi di bawah plak dentobakterial.
   
Larutan dengan buffer fosfat yang ber pH 3,5 (dibuat menurut standar-standar farmakopeikal) digunakan untuk memastikan perbandingan, karena kondisi-kondisi asam seperti ini tidak terdapat dalam lingkungan rongga mulut.
   
Pelepasan ion dari alloy diukur selama interval waktu berikut: hari 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 14,21, 30, masing-masing. Enam sampel digunakan untuk masing-masing alloy (n=6). Jumlah sampel yang sama digunakan untuk larutan serta untuk interval waktu sehingga ada 180 sampel dari setiap alloy yang diuji. Sehingga, total sampel yang diuji adalah 540.
   
Sebelum dicuci dengan alkohol, masing-masing sampel dibersihkan secara merata dengan pengerukan menggunakan sikat-gigi yang halus. Selanjutnya sampel-sampel dikeringkan dengan gulungan kapas steril dan kemudian diamankan ke dalam tabung-tabung tes kaca yang steril bervolume 15 ml. Tabung-tabung ini ditutup dengan penutup plastik. 10 mL asam laktat (plus 1% asam formiat dan 1% asam asetat) (pH=3,5) ditambahkan ke dalam 180 tabung pertama dengan menggunakan sebuah pipet. Jumlah larutan garam dengan buffer fosfat yang identik ditambahkan ke dalam 180 tabung tes selanjutnya (pH = 6). Kemudian 10 mL larutan-garam dengan buffer fosfat (pH=3,5) ditambahkan ke dalam 180 tabung yang tersisa. Tabung-tabung uji diberi label. Sampel-sampel yang bersih dicelupkan ke dalamnya. Tabung-tabung uji ini kemudian dimasukkan ke dalam sebuah thermostat pada suhu 37oC untuk menstimulasi suhu lingkungan rongga mulut. Setelah mencelupkan dalam larutan tertentu selam aperiode 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 14, 21 dan 30 hari, masing-masing, sampel dikeluarkan dari tabung uji. Untuk memperoleh data tentang tipe dan jumlah ion yang dilepaskan dari alloy-alloy yang diuji, maka larutan dianalisis dengan menggunakan spektrofometri atom. Spektrofotometer yang digunakan dengan inductively coupled plasma (ICP-AES) JY 50 P, Perancis, ditempatkan di Institut for Research in Geology, Zagreb, Croatia. Alat ini memastikan dua analisis yaitu : analisis kualitas dan analisis kuantitas terhadap unsur-unsur yang dilepaskan pada argon plasma dengan menggunakan energi yang berfrekuensi tinggi. Secara simultan, suhu meningkat sekitar 8000 K. Cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda terbentuk dalam sumber coupling plasma yang menginduksi diarahkan dengan menggunakan lensa fokus menuju sebuah unit optik pada alat yang disebut polikromator. Alat untuk spektrofotometri serapan atom terdiri dari sebuah spektrometer kualitas untuk daerah ultraviolet dan visible dengan sebuah batang. Alat ini juga terdiri dari sebuah fotomultiplikator yang merupakan sebuah detektor. Alat ini menangkap radiasi yang terbentuk dan mentransformnya menjadi sinyal-sinyal listrik yang lebih lanjut ditransmisikan ke dalam unit pemrosesan (komputer IBM 32 byte). Hubungan antara kedua alat (JY 50 P dan komputer IBM) dikontrol dengan sebuah mikroprosessor SPECTRALINK. Peralatan elektronik dari alat ini memastikan pengukuran konsentrasi masing-masing elemen pada salah satu dari lima range potensi (sebagai contoh dari 1 μg/L sampai 0,1 μg/L atau antara 1 mg/L sampai 100 g/L). Program SPSS digunakan untuk analisis statistik dan persentasi data (statistik deskriptif, analisis varians).

Hasil dan Pembahasan
   
Ion-ion nikel dilepaskan dari alloy Ni-Cr serta dari alloy Co-Cr-Mo. Akan tetapi, ion-ion ini tidak dilepaskan dari alloy Au-Pt. Walaupun perushaan tidak menyatakan adanya nikel dalam alloy Co-Cr-Mo namun ion-ion Ni dilepaskan dari alloy ini. Jumlah ion-ion Ni yang dilepaskan dari alloy Ni-Cr dan dari alloy Cr-Co-Mo dalam tiga larutan yang diuji selama periode 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 14, 21 dan 30 hari masing-masing, dan standar deviasi ditunjukkan pada Tabel 1.
   
Dari tabel ini tampak jelas bahwa ada perbedaan jumlah ion Ni yang dilepaskan dari alloy-alloy tersebut. Sehingga alloy Ni-Cr melepaskan jauh lebih banyak ion Ni pada semua larutan ketika dibandingkan dengan alloy C-Cr-Mo (Tabel 1, Gbr 1, Gbr 2). Dan juga, perbedaan antara kedua alloy ini signifikan secara statistik (p<0,01, Tabel 2).
   
Selama periode lima hari pertama, ion-ion Ni dilepaskan dari alloy Co-Cr-Mo dalam tiga larutan yang diuji dalam jumlah kecil, sehingga keberadaannya sangat sulit dideteksi dengan alat (10 μg/L). Peningkatan jumlah ion yang dlepaskan dicatat pada hari ke-6  dalam larutan-garam dengan buffer fosfat pH 3.5, dimana pelepasan ion mencapai angka tertinggi pada hari ke-30. Akan tetapi, kondisi-kondisi yang disebutkan di atas tidak terdapat rongga mulut.
   
Dalam larutan-garam dengan buffer fosfat yang ber-pH 3,5 (saliva buatan), peningkatan pelepasan ion juga ditemukan masing-masing pada hari ke-21 dan hari ke-30. Akan tetapi, tingkat pelepasan ion tidak melebihi nilai 200 μg/L.
   
Peningkatan pelepasan ion yang sama terjadi dalam medium asam laktat, pH 3,5, yang dalam eksperimen ini, meripakan kondisi asam yang bisa ditemukan pada manusia baik di bawah deposit plak dentobakterial maupun pada permukaan alat-alat prostetik. Pada kedua kasus, plak dentobakterial terbentuk sebagai sebuah akibat dari kesehatan mulut pribadi yang tidak layak.
   
Asupan nikel pada makanan setiap hari pada wanita harus berkisar antara 90 μg, dibandingkan dengan pria yang perlu mengkonsumsi 97 μg unsur ini setiap hari. Dalam eksperimen ini, tingkat pelepasan ion Ni melebihi batas asupan nikel yang dianjurkan pada makanan sehari-hari.
   
Waktu paparan, serta kombinasi antara waktu paparan dan tipe larutan, memiliki efek yang signifikan secara statistik terhadap pelepasan ion Ni (p<0,05, Tabel 2). 
   
Pelepasan ion Ni yang cukup tinggi dari alloy Ni-Cr juga ditemukan dalam eksperimen ini. Jumlah ion-Ni yang dilepaskan melebihi jumlah yang disarankan untuk dikonsumsi setiap hari dan terjadi pada hari pertama eksposur. Selanjutnya, peningkatan pelepasan ion-Ni secara konsntan dari alloy Ni-Cr ditemukan pada beberapa hari setelahnya (Tabel 1, Gbr 1, Gbr 2). Pelepasan ini mencapai klimaks pada hari ke-21 dengan tingkat tertinggi lebih dari 1000 μg/L dalam larutan garam dengan buffer posfat, pH=6. Pelepasan ion Ni dalam asam laktat mencapai tingkat tertinggi pada hari ke-14 ketika melebihi 1000 μg/L.
   
Penyimpangan besar dari nilai mean (variabilitas tinggi) ditentukan pada pelepasan ion-Ni dari alloy Nbi-Cr (Tabel 1), sehingga jumlah ion Ni yang dilepaskan dari satu sampel dalam larutan garam dengan buffer fosfat, pH=6, hampir melebihi dosis yang dianjurkan dengan mencapai jumlah sebesar 2739 μg/L. Keragaman pelepasan ion Ni ini  dari alloy Ni-Cr menunjukkan penyimpangan dari standar mutu yang umum diadopsi yang telah ditentukan untuk alloy. Disini tampak jelas bahwa beberapa pabrik tidak mengikuti aturan-aturan berkenaan dengan produksi alloy yang berkualitas. Disamping itu, berdasarkan data yang ada, kita berhipotesis bahwa akan ada peningkatan yang lebih besar dalam hal jumlah ion yang dilepaskan pada perkembangan selanjutnya ketika alloy-alloy diproses dalam laboratorium (peleburan, casting, pendinginan, dan pemolesan).
   
Pada tahun 1993 Geis-Gerstorfer dan Passler mengukur pelepasan ion-Ni dari beberapa alloy. Mereka bahkan menemukan tingkat pelepasan ion Ni yang lebih tinggi dari alloy Ni-Cr. Berbeda sampel-sampel dalam penelitian ini, sampel yang mereka gunakan dicelupkan dalam sebuah larutan yang memiliki nilai pH lebih kecil (pH=2,3).
   
Dalam penelitian ini, tipe larutan dan nilai pH tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pelepasan ion Ni, bahkan apabila digabungkan dengan waktu paparan, walaupun jumlah ion Ni tertinggi yang dilepaskan diamati pada interval selanjutnya dan pada larutan-garam dengan buffer posfat pada pH 6 (p>0,05, Tabel 3, Tabel 1).
   
Telah diketahui bahwa respon-respon alergi tidak terjadi sebelum deposit-deposit nikel dalam tubuh manusia terisi.
   
Hasil-hasil dari penelitian terbaru menunjukkan bahwa jumlah ion Ni yang dilepaskan dari alloy Co-Cr-Mo meningkat seiring dengan waktu. Secara signifikan lebih besar pada interval-interval selanjutnya dibanding selama pekan pertama eksposur, sehingga pada hari ke-21, dan pada hari ke-31, konsentrasi Ni, baik pada larutan garam pH 6 dengan buffer posfat, maupun pada asam laktat pH 3,5, secara signifikan melebihi dosis, sehingga dianggap memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia terhadap unsur ini. Di sisi lain, ion-ion Ni yang dilepaskan dari alloy Ni-Cr dapat melebihi asupan Ni pada makanan setiap hari di hari pertama. Lebih lanjut, beberapa sampel dapat melepaskan ion Ni dengan jumlah sampai 20 kali lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah asupan nikel harian pada makanan yang diizinkan. Walaupun nikel termasuk ke dalam kelompok mikronutrien yang esensial, namuan telah diketahui bahwa unsur ini dapat menyebabkan depolarisasi RNA dalam sel. Disamping itu, dapat menyebabkan depolarisasi beberapa protein dalam sel. Lebih lanjut, Ni ditemukan memiliki efek-efek berbahaya terhadap daya kontraksi otot serta terhadap fungsi beberapa enzim.
   
Wataha dkk., menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara tingkat pelepasan ion dari alloy logam mulia dengan alloy-alloy yang berbasis Ni. Perbedaan ini terlihat jelas setelah 30 menit meskipun alloy-alloy diekspos terhadap larutan-larutan yang memiliki pH rendah. Menurut Wataha. Lepepasan ion dari alloy logam mulia tidak secara signifikan meningkat setelah alloy diekspos terhadap larutan yang memiliki pH rendah sedangkan pelepasan ion dari alloy semi-precious dan non-precious juga meningkat signifikan dengan berkurangnya kadar pH yang larutan yang kedalamanya dicelupkan alloy-alloy sebelumnya.
   
Dalam eksperimen ini, pelepasan ion dari alloy Au-Pt tidak ditemukan bahkan dalam larutan-larutan yang ber pH sangat rendah, sehingga bisa memberikan kesimpulan yaitu : 1) Ni tidak terdapat dalam alloy yang diuji atau 2) Ni tidak dilepaskan dari alloy yang diuji.
   
Perusahaan tidak menyatakan adanya nikel dalam alloy Co-Cr-Mo. Akan tetapi ada sedikit ion Ni yang dilepaskan dari alloy Co-Cr-Mo pada ketiga larutan. Jumlah ini menjadi besar pada akhir pengukuran (yaitu masing-masing pada hari ke-21 dan 31).
   
Tidak ada kemungkinan bahwa konsentrasi ion Ni yang rendah, yang dilepaskan dari alloy Co-Cr-Mo, dapat memiliki efek berbahaya baik terhadap organ-organ lain maupun jaringan tubuh manusia.
   
Jumlah ion Ni yang dilepaskan dari Ni-Cr pada eksperimen ini jauh lebih banyak dibanding jumlah yang disarankan untuk dikonsumsi setiap hari. Disamping itu, pada beberapa sampel, jumlah ion Ni yang dilepaskan terkadang mencapai sebuah tingkatan yang dianggap melebihi ambang batas yang dibolehkan pada makanan.
   
Telah ditunjukkan bahwa nikel, yang dilepaskan dari alloy-alloy gigi, terdeposisi dalam sel selama periode waktu yang lama, sehingga memiliki efek-efek berbahaya terhadap sel-sel hidup ketika terdeposisi pada dalam konsentrasi yang lebih tinggi. Jacobsen menemukan bahwa konsentrasi nikel yang rendah, sekitar 2,5 mg/ml, memiliki efek berbahaya terhadap sel-sel gingiva manusia dalam sebuah kultur medium jaringan. Pada pasien yang sensitif, sedikit saja ion Ni bisa menghasilkan respon alergi. Selain perubahan-perubahan alergi lokal terhadpa mukosa mulut, juga telah ada laporan tentang kasus-kasus reaksi kulit sistemik. Uji patch telah dilakukan pada banyak pasien, yang selanjutnya menghasilkan reaksi positif terhadap beberapa komponen alloy gigi, khususnya pada yang mengandung nikel dan kromium. Hasil dari peneltian epidemiologi terbaru ini menunjukkan bahwa kobalt, kromium, dan nikel yang dilepaskan dari alloy gigi, merupakan logam-logam yang paling sering menghasilkan respon alergi. Dengan memperhatikan fakta bahwa bahkan dengan zat dalam jumlah kecil saja bisa menyebabkan respon alergi pada orang yang hypersensitif, maka kita bisa menyimpulkan bahwa jumlah ion tertentu yang dilepaskan dari setiap alat prostetik cukup untuk menghasilkan respon seperti ini.
   
Allenyb dan Goodwin menemukan bahwa tingkat konsentrasi Nikel sebesar 112 ppm (<0,05% nikel sulfat) cukup tinggi untuk menimbulkan reaksi positif ketika uji patch Ni dilakukan.
   
Dari review literatur, terlihat bahwa ion-ion Ni memiliki efek berbahaya, baik lokal maupun sistemik. Dengan demikian, kita harus berhati-hati apabila menggunakan aloy Co-Cr-Mo, yang melepaskan ion-ion Ni pada hari ke-21 dan ke-30 pada tingkat konsentrasi yang lebih tinggi dari dosis yang dibolehkan untuk unsur ini yang direkomendasikan sebagai asupan harian pada makanan.
   
Jumlah ion Ni yang dilepaskan dari alloy Ni-Cr melebihi jumlah ion Ni yang diperlukan dalam asupan diet harian pada hari-pertama dalam kondisi saliva yang menstimulasi. Dengan demikian, alloy Ni-Cr harus digunakan secara eksklusif untuk alat-alat keramik logam. Alloy Ni-Cr tidak boleh digunakan untuk pembuatan veener mahkota dan sistem-sistem teleskopis pada alat-alat gabungan, namun sayangnya inilah yang banyak dipraktekkan saat ini, karena rendahnya biaya dari alloy jenis ini.
   
Penggunaan alloy Ni-Cr harus diindikasikan secara eksklusif untuk alat-alat keramik, karena seluruh permukaan alloy dilapisi dengan keramik sehingga mencegah kontak langsung dengan saliva dalam lingkungan mulut. Keramik bahkan harus disebar pada batas gingiva dari mahkota, sehingga mencegah margin gingiva untuk bersentuhan langsung baik dengan saliva maupun asam yang ditemukan dalam plak dentobakterial yang terbentuk akibat kesehatan mulut yang kurang baik.

Kesimpulan

1.Pada tiga alloy gigi (Ni-Cr, Au-Pt dan Co-Cr-Mo), pabrik yang membuat menyatakan adanya Ni hanya pada alloy Ni-Cr. Hasil dari pengamatan terbaru ini menunjukkan bahwa dua alloy, Ni-Cr dan Co-Cr-Mo, melepaskan ion-ion Ni, sedangkan alloy Au-Pt tidak melepaskan ion Ni meski pada pH rendah.

2.Selama hari pertama eksposur, ion-ion Ni dilepaskan dari alloy Co-Cr-Mo dalam jumlah kecil (10 μg/L), sedangkan peningkatan pelepasan diamati pada hari ke-6 dalam larutan-garam dengan buffer posfat, pH 6 (saliva), serta pada asam laktat pH 3,5 (plak dentobakterial). Juga ditemukan bahwa pelepasan ion melebihi asupan diet harian yang disetujui untuk oligoelemen ini pada hari ke-21 dan ke-30.

3.Banyak ion Ni yang dilepaskan dari alloy Ni-Cr pada ketiga larutan mulai sejak hari pertama pengukuran. Ini melebihi asupan nikel pada makanan yang dianjurkan setiap hari. Jumlah ion Ni yang dilepaskan meningkat secara perlahan dengan variabilitas tinggi pada semua larutan. Akan tetapi, tingkat variabilitas tertinggi diamati pada larutan-garam pH 6 (saliva) dengan buffer posfat, dimana bahkan melebihi asupan nikel pada makanan sehari-hari yang dibolehkan. Dengan demikian, alloy Ni-Cr harus digunakan secara eksklusif untuk pembuatan alat-alat logam-keramik dan tidak boleh digunakan untuk pembuatan mahkota veneer dan telescopic.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...