Thursday, February 18, 2010

Hubungan antara usia suami dengan keguguran alami

Abstrak

Tujuan: Untuk mengevaluasi pengaruh usia suami terhadap keguguran alami.

Metode: Penelitian ini terdiri dari 13.856 sampel wanita yang dipilih berdasarkan data dari wawancara antenatal atau postpartum wanita-wanita di Jerussalem Perinatal Study, sebuah kohort berbasis populasi yang diperoleh dari 92.408 kelahiran antara tahun 1964 – 1976. Wanita perlakuan (n=1.506) melaporkan keguguran alami sebelum wawancara; mereka dibandingkan dengan wanita yang melaporkan kelahiran hidup pada kehamilan sebelumnya (n=12.359). Regresi logistik digunakan untuk melakukan penyesuaian usia ibu, diabetes ibu, kebiasaan merokok ibu, riwayat keguguran alami sebelum kehamilan pertama, paritas pada wawancara, dan interval antara kelahiran pertama dan wawancara.

Hasil: Rasio ganjil yang disesuaikan untuk keguguran alami adalah 0,59% (95% interval kepercayaan 0,45-0,76, P<0,0001) untuk kehamilan dari ayah yang berusia dibawah 25 tahun dibandingkan dengan kehamilan dari ayah yang berusia 25-29 tahun. Untuk ayah yang berusia 40 tahun atau lebih, rasio ganjil untuk keguguran alami adalah 1,6 (95% interval kepercayaan 1,2 – 2,0, P = 0,0003) jika dibandingkan dengan kelompok referensi yang sama.

Kesimpulan: Usia bapak yang lebih tinggi secara signifikan terkait dengan keguguran alami, tanpa tergantung pada usia ibu dan berbagai faktor lainnya.

Tingkat kepercayaan: II-2

Keguguran alami (spontaneous abortion) terjadi pada 10–15% kehamilan yang diidentifikasi secara klinis, biasanya dalam trimester pertama atau awal trimester kedua. Keguguran alami ini didefinisikan sebagai hilangnya kandungan yang terjadi sebelum 20 pekan kehamilan. Kelainan-kelainan genetik diketahui memegang peranan penting pada berbagai keguguran dini yang terjadi, dimana 35-75% menunjukkan kelainan kromosom pada pemeriksaan karyotyping. Faktor-faktor lain yang diketahui terkait dengan keguguran antara lain usia ibu yang sudah lanjut dan riwayat keguguran berulang yang dialami ibu (yakni, terjadi keguguran dua kali atau lebih pada kehamilan-kehamilan sebelumnya), serta infeksi yang dialami ibu seperti Listeria monocytogenes, Toxoplasma gondii, dan rubella. Diabetes dependen-insulin dan thyroid autoimunitas pada ibu yang tidak diobati dengan baik juga terkait dengan keguguran alami, demikian juga antibodi-antibodi antifosfolipid dan faktor V Leiden. Toksin-toksin lingkungan yang terkait dengan keguguran ini antara lain benzen, bensin, hidrogen sulfida, timbal, dan merkuri, serta rokok, alkohol, dan kafein. Faktor-faktor gaya hidup, makanan, kekurangan asam folat atau vitamin B12, dan obesitas ibu juga bisa memberikan pengaruh.
   
Walaupun banyak literatur yang membahas tentang faktor-faktor maternal dalam keguguran alami, namun masih sedikit perhatian yang diberikan untuk pengaruh bapak terhadap keguguran tersebut. Keterpaparan laki-laki terhadap pestisida, herbisida, dioksin, dan sulfonamida di tempat kerja telah ditemukan terkait dengan keguguran, dan semakin disadari bahwa usia bapak mempengaruhi penyakit-penyakit yang berbahaya dan kompleks pada keturunannya yang sudah dewasa, mulai dari kanker sampai schizophrenia dan penyakit Alzheimer. Kelompok peneliti kami telah menemukan bahwa usia bapak terkait dengna pre-eklampsia, dan telah diketahui bahwa usia bapak yang sudah lanjut terkait dengan kelainan-kelainan pada sperma, gangguan kromosom tertentu, dan berbagai gangguan kelahiran yang terkait dengan mutasi-mutasi dominan autosomal. The American Society for Reproductive Medicine telah menentukan batas usia maksimal untuk penyaluran sperma karena risiko kelainan genetik yang meningkat setelah usia ini pada keturunan bapak yang sudah lanjut usia.
   
Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara usia bapak dengan aborsi alami, tetapi penelitian-penelitian ini gagal mengklarifikasi apakah terdapat usia maksimal atau kecenderungan progresif untuk seluruh rentang usia. Beberapa dari penelitian ini memiliki kekuatan statistik yang rendah, penyesuaian yang tidak memadai untuk usia ibu, perlakuan usia bapak secara apriori sehingga sulit untuk menginterpretasi hasil, inklusi kematian janin menjelang lahir, atau tidak dimasukkannya beberapa keguguran dini. Penelitian kali ini menguji hipotesis yang mengatakan bahwa usia bapak yang mulai lanjut terkait dengan meningkatnya risiko keguguran alami, tanpa tergantung pada usia ibu serta faktor-faktor lainnya. Penelitian ini menggunakan data historis skala besar yang mengandung informasi tentang berbagai karakteristik ibu dan bapak yang mungkin memberikan kontribusi bagi keguguran alami. Dengan data ini kami bisa melakukan kontrol untuk berbagai kemungkinan pembaur (confounder) yang dapat mengaburkan hubungan antara usia bapak dengan keguguran alami. Karena melahirkan tertunda semakin umum di negara-negara maju, maka penjelasan tentang isu ini akan dapat memberikan informasi tambahan yang penting untuk pasangan-pasangan dalam merencanakan keluarga mereka.

BAHAN DAN METODE
   
Penelitian ini mengambil sampel dari data Jerussalem Perinatal Study, sebuah kohort berbasis populasi yang diperoleh dari 92.408 kelahiran antara tahun 1964-1976, yang rancangannya telah diuraikan secara rinci pada publikasi terdahulu. Dalam kohort ini, dua sub-kelompok ibu diwawancarai berkenaan dengan riwayat obstetri. Informasi yang mereka laporkan mencakup kehamilan-kehamilan sebelumnya dan nasib dari kehamilan tersebut bersama dengan bulan dan tahun masing-masing kehamilan. Pada tahun 1965-1968, para ibu dari 11.467 bayi-baru-lahir diwawancarai di klinik-klinik antenatal, biasanya pada kunjungan pertama, dan pada November 1974 sampai Desember 1976 ibu dari 16.990 bayi-baru-lahir diwawancarai selama masa-masa postpartum ketika mereka masih tinggal di rumah sakit. Wawancara pertama mencakup para wanita yang mendatangi klinik-klinik antenatal kota yang melayani mereka yang berisiko rendah untuk hasil obstetri yang buruk; wawancara ini dikaitkan dengan 6,5% kelahiran di Jerussalem pada tahun 1965 dan 67,5, 64,7 dan 50.5% pada masing-masing tahun 1966, 1967, dan 1968. Wawancara kedua mencakup 98% wanita yang melahirkan di tiga unit obestetri terbesar kota tersebut dalam 26 bulan sampai pada tahun 1976 dan sangat mewakili seluruh populasi, karena 92% dari semua kelahiran terjadi pada ketiga rumah sakit tersebut.
   
Penelitian ini disetujui oleh badan review institusonal di New York dan Jerussalem. Kami mengelompokkan dua kumpulan data dari catatan-catatan komputer tentang wawancara-wawancara di atas dan menyusun penelitian kasus-kontrol untuk masing-masing kumpulan data. Setelah membandingkan data dan hasil dari dua kumpulan data, kami menggabungkannya. Yang termasuk ke dalam kelompok kasus adalah adalah para wanita yang sebelumnya hamil tetapi berakhir dengan keguguran alami sebelum bulan ke-5 (20 pekan) kehamilan. Kelompok kontrol adalah para wanita yang sebelumnya hamil dan melahirkan anaknya dengan selamat. Kasus dan kontrol dibatasi pada wanita yang telah dua kali melahirkan atau lebih. Pembatasan ini diperlukan karena wanita pada kelahiran pertama tanpa kelahiran sebelumnya tidak bisa dijadikan sebagai kontrol bagi wanita pada melahirkan pertama setelah keguguran alami. Kami tidak memasukkan wanita yang melaporkan kehamilan sebelumnya yang berakhir dengan kehamilan ectopic, aborsi terpaksa, kematian janin menjelang lahir (dari bulan ke-5 dan seterusnya) atau kematian janin intrapartum. Usia ibu dan bapak pada saat kehamilan kasus atau kontrol diperoleh dari usianya saat wawancara, dikurangi interval waktu dari kehamilan sebelumnya sampai wawancara dilakukan. Terdapat 13.865 wanita yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Tabel 1 menunjukkan jumlah yang diperoleh dari arsip-arsip data berdasarkan keturunan. Dari 9.827 wanita yang diwawancarai sekurang-kurangnya satu kali antara tahun 1965-1968 kami mengeluarkan 600 (6,1%) yang melahirkan di rumah sakit yang tidak dicakup oleh surveilans diabetes kami. Dari 5.743 sampel yang memenuhi syarat, yang kehamilan kedua atau selajutnya didahului oleh kelahiran hidup atau keguguran alami, kami mengeluarkan 62 (1,1%) yang tidak diketahui informasi tentang usia ibu dan bapak dan 40 lainnya (0,7%) tidak diketahui informasinya tentang variabel-variabel lain. Setelah dibandingkan, kami mengeluarkan 293 (3,0%) yang tidak memiliki data tentang usia dan 55 (0,6%) yang tidak memiliki data tentang variabel-variabel lain dalam model kami dari 9.703 kohort yang berpotensi memenuhi syarat. Para wanita yang tidak lengkap data riwayat pendidikannya tidak dikeluarkan.
   
Kami menggunakan program SAS 9.0 untuk menganalisis data. Setelah membandingkan karakteristik demografi dan karrakteristik lain dari kasus dan kontrol dengan menggunakan tabulasi silang, kami membuat model-model regresi logistik unkondisional. Dengan menggunakan Proc Logistic yang disediakan oleh SAS, hasil-hasil regresi dipresentasikan sebagai rasio ganijl dengan interval kepercayaan 95%. Semua uji adalah uji two-tailed dan P<0.05 dipilih sebagai tingkat signifikansi statistik.
   
Data untuk usia bapak dipresentasikan pada kelompok usia 5-tahun; kategori 25-29 tahun ditentukan sebagai kelompok referensi karena kelompok ini paling besar. Usia ibu adalah faktor pertama yang disesuaikan dalam analisis untuk hubungan antara usia bapak dan keguguran. Variabel usia ibu dijadikan sebagai variabel linear kontinyu, yang dinyatakan sebagai deviasi dari nilai mean-nya. Kami menggunakan pengkodean ortogonal usia ibu dan bapak untuk mengurangi efek korelasi antara usia bapak dan ibu.
   
Pembaur potensial lainnya atau pengubah efek yang dipertimbangkan untuk inklusi dalam model adalah diabetes yang diderita ibu (dicatat dalam rekam medik) dan merokok (pernah dibandingkan dengan tidak pernah, dilaporkan sendiri saat wawancara, sangat sedikit yang telah berhenti), riwayat keguguran alami sebelum kehamilan yang diinginkan, paritas (riwayat 2, 3-4, atau 5 atau lebih kehamilan pada saat wawancara dalam kumpulan data pertama, atau sebelum kehamilan yang baru saja dilahirkan, pada kumpulan data kedua), interval dari wawancara dengan kehamilan sebelumnya (kurang dari 3 tahun dibandingkan dengan 3 tahun atau lebih), status sosioekonomi (rendah, sedang, tinggi), lama pendidikan ibu dan bapak (kurang dari 9 tahun atau 9 tahun keatas), dan riwayat keguguran yang disengaja. Variabel-variabel ini dimodelkan sebagai dikotomi atau kumpulan variabel-variabel dummy. Kami mengkonfirmasikan bahwa kelompok referensi yang kami pilih untuk masing-masing kategori menghasilkan model keseluruhan yang paling baik dengan menggunakan skor Wald. Variabel-variabel yang merubah efek usia bapak terhadap keguguran alami sebesar 10% atau lebih dimasukkan sebagai pembaur dalam model regresi akhir. Kami menguji efek modfikasi dengan membandingkan kemungkinan -2log dari model efek utama dengan model yang mengandung hubungan interaksi; jika hubungan interaksi signifikan maka kami memasukkan variabel dalam model akhir. Data tentang riwayat merokok bapak hanya tersedia untuk wawancara kedua dan akibatnyak tidak dimasukkan dalam kumpulan data gabungan.

HASIL
   
Tabel 2 menunjukkan perbandingan dua kumpulan data, yang menunjukkan jumlah kasus dan kontrol dan distribusi persen karakteristiknya. Secara keseluruhan, data dari kedua wawancara sangat mirip. Proporsi-proporsi yang melaporkan aborsi alami adalah 10,3% dan 10,7% masing-masing pada wawancara pertama dan kedua, dengan 10,6% dalam kumpulan data gabungan. Distribusi usia wanita dan usia suami mereka mirip untuk kedua kumpulan data, dan pada kedua kumpulan data, wanita pada kelompok kasus dan suaminya cenderung lebih tua dibanding pada kelompok kontrol. Usia mereka pada saat kehamilan pertamanya berkisar antara 13 hingga 50 tahun. Usia mean untuk kasus dan kontrol adalah 29,0 tahun (standar deviasi 5,0) dan 26,3 tahun (standar deviasi 4,6), masing-masing pada kumpulan data gabungan. Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kedua wawancara kelompok kasus lebih besar kemungkinannya mengalami diabetes dan lebih sering merokok. Pada kumpulan data kedua rasio ganjil (OR) untuk riwayat merokok bapak adalah 1,1 (95% interval kepercayaan [CI] 0,93 – 1,2), tetapi kami tidak memiliki data tentang riwayat merokok bapak dalam wawancara pertama dan tidak memasukkan kovariat ini pada model akhir kami. Pada kedua wawancara, para wanita yag melaporkan keguguran alami pada kehamilan pertamanya lebih besar kemungkinannya mengalami keguguran alami dan keguguran yang disengaja pada kehamilan-kehamilan awal dibanding kontrol. Seperti yang diharapkan, wanita pada kelompok kasus untuk kedua wawancara melaporkan interval yang lebih singkat dari sejak hemialan pertama sampai wawancara. Ini sudah diprediksi, karena wanita yang menginginkan kehamilan kemudian keguguran dapat mengupayakan kehamilan lebih cepat dibanding wanita yang mengandung sampai melahirkan dengan selamat. Pada kedua wawancara, kelompok kasus sedikit lebih besar kemungkinannya melaporkan 3 atau 4 kehamilan pada saat wawancara, sedangkan kontrol lebih besar kemungkinannya melaporkan lebih sedikit atau lebih banyak anak. Di sisi lain, golongan sosial dan tingkat pendidikan tidak berbeda signifikan antara kelompok kasus dan kontrol. Pendidikan dan golongan sosial meningkat dalam 9-10 tahun antara kedua wawancara; ini berlaku baik pada kontrol maupun pada kasus. Karena karakteristik subjek dalam dua kumpulan data begitu mirip, begitu juga hasil dari analisis-analisis selanjutnya jika dipisahkan, maka kami menggabungkan data dari kedua wawancara menjadi satu data tunggal.
   
Kami mempertimbangkan apakah data yang tidak tercatat dalam kedua wawancara memiliki potensi untuk membiaskan hasil yang diperoleh. Akan tetapi, untuk masing-masing variabel, proporsi kasus atau kontrol potensial yang kehilangan data tidak jauh berbeda; sehingga kami menyimpulkan bahwa data tidak tercatat yang dikeluarkan tidak mungkin membiaskan hasil yang diperoleh.
   
Wanita yang tidak tercatat tingkat pendidikannya menjadi kelompok yang lebih besar dalam wawancara 1, dan membentuk banyak informasi yang hilang untuk kumpulan data tersebut. Kasus dan kontrol terdistribusi sama pada mereka yang kehilangan data pendidikan sebagaimana dibandingkan dengan mereka yang memiliki data pendidikan, dan pendidikan bukanlah sebuah faktor risiko untuk keguguran alami baik pada wawancara 1 maupun 2. Karena ini, dan karena alasan eksklusi wanita dalam wawancara pertama adalah tingkat pendidikan yang tidak diketahui, maka mereka yang memiliki data pendidikan tidak diketahui tidak dimasukkan dalam kedua kumpulan data.
   
Tabel 3 menunjukkan efek usia ibu terhadap rasio ganjil (OR) untuk keguguran alami, yang diperoleh dari analisis kumpulan data gabungan dan dengan menggunakan model regresi logistik. Kami juga memodelkan data untuk masing-masing wawancara secara terpisah; tetapi karena rasio ganjil untuk masing-masing variabel ini begitu mirip, kami hanya menyajikan satu temuan dari kumpulan data gabungan. Perlu diperhatikan bahwa karena keguguran alami bukan hasil kelahiran yang jarang, rasio ganjil tidak ekivalen dengan risiko relatif. Tabel ini membandingkan rasio ganjil kasar dengan rasio ganjil yang disesuaikan untuk variabel-variabel lain. Seperti yang diharapkan, terdapat efek kuat dari usia ibu terhadap keguguran; rasio ganjil kasar meningkat lebih dari 10 kali lipat dari 0,42 pada kelompok wanita yang berusia lebih muda dari 20 tahun sampai 5,3 pada usia 35 tahun atau lebih. Penyesuaian untuk variabel-variabel lain merubah hasil ini, yakni, dari 0,41 pada wanita termuda sampai 8,3 pada yang tertua. Tabel ini juga menunjukkan OR untuk usia ibu yang memenuhi kecenderungan linear sebagai sebuah variabel kontinyu; dalam hal ini, OR mewakili peningkatan dalam pelaporan keguguran alami dengan masing-masing tambahan tahun usia ibu.
   
Tabel 4 menunjukkan hubungan keguguran alami dengan variabel-variabel lain, dengan menggunakan kumpulan data gabungan. Tabel ini mebandingkan OR yang disesuaikan usia dengan OR yang disesuaikan lebih lanjut untuk variabel-variabel lain. Riwayat merokok ibu, keguguran sebelum kehamilan pertama (baik keguguran alami maupun keguguran disengaja), 3 tahun atau kurang sejak kehamilan pertama sampai wawancara, lima atau lebih banyak kehamilan, dan lebih sedikit tingkat pendidikan ibu dan bapak semuanya terkait dengan keguguran alami. Efek pendidikan cukup kecil. Diabetes ibu yang dicatat pada wawancara terkait dengan risiko keguguran yang meningkat pada kehamilan pertama (Tabel 3). Akan tetapi, dengan banyaknya wanita diabetes yang tersedia untuk penelitian, hubungan ini tidak mencapai signifikansi statistik.
   
Kami memasukkan usia ibu, riwayat keguguran alami sebelum kehamilan pertama, interval waktu dari kelahiran pertama sampai wawancara, paritas, diabetes ibu, dan riwayat merokok ibu sebagai kovariat dalam analisis selanjutnya terhadap efek usia suami. Empat variabel pertama dari variabel-variabel ini memenuhi kriteria formal kami untuk modifikasi efek atau pembauran (yang terkait dengan usia suami dan keguguran alami dan yang menyebabkan sekurang-kurangnya 10% perubahan OR untuk usia suami, atau yang mencapai signifikansi pada uji kemiripan -2log yang disebutkan di atas) atau memperbaiki kecocokan model regresi akhir (dengan membandingkan kecocokan model akhir dengan atau tanpa kovariat spesifik). Walaupun ada terlalu sedikit perokok atau pasien diabetes untuk mencapai signifikansi statistik, namun kedua variabel ini pada umumnya diakui sebagai penyebab keguguran dalam literatur. Keduanya dikaitkan dengan usia suami dengan ukuran efek yang cukup besar pada sampel kami. Sebagai konsekuensinya, kami memasukkannya dalam model akhir kami. Variabel-variabel lain tidak dimasukkan, karena memiliki efek lemah terhadap keguguran alami, tidak memenuhi kriteria kami untuk pembauran atau modifikasi efek, atau tidak memperbaiki kecocokan model atau mempengaruhi OR yang diperkirakan untuk usia suami. Usia suami berkisar antara 15 hingga 72 tahun, dengan nilai mean 32,9 tahun (standar deviasi 6,0) untuk kelompok kasus dan 29,9 tahun (standar deviasi 5,7) untuk kelompok kontrol. Tabel 5 menunjukkan efek usia suami pada kelompok 5-tahun, yang dianalisis dalam kumpulan data gabungan, dengan usia 25 – 29 tahun sebagai kelompok referensi. OR kasar menunjukkan perubahan yang hampir 6 kali lipat dari kelompok suami termuda (usia lebih mudah dari 25 tahun) sampai yang tertua (40 tahun atau lebih). Penyesuian untuk usia ibu mengecilkan perbedaan ini 2 kali lipat, walaupun kecenderungannya tetap signifikan. Penyesuaian lebih lanjut untuk variabel-variabel lain menyebabkan perubahan lebih lanjut yang lebih kecil untuk efek usia suami terhadap keguguran alami. Efek usia suami cukup mirip pada dua kelompok data. Pada yang pertama, OR (dan 95% CI) adalah 0,62 (0,41 – 0,96), 1 (kelompok referensi), 1,2 (1,0 – 1,6), 1,8 (1,4 – 2,5), 1,4 (0,93 – 2,0); pada yang kedua, OR adalah 0,58 (0,42 – 0,79), 1 (kelompok referensi), 1,5 (1,2 – 1,8), 1,9 (1,5 – 2,4), dan 1,7 (1,2 – 2,3). Dengan memperlakukan usia suami sebagai sebuah variabel kontinyu, dalam kumpulan data gabungan, model memperkirakan OR untuk keguguran alami sebesar 1,08 (1,07, 1,09) per tahun usia suami.
   
Terakhir, kami melakukan sebuah analisis regresi logistik dimana kami melakukan model lengkap dengan stratifikasi menurut wawancara. OR (dan 95% CI) adalah 0,59 (0,45 – 0,76), 1 (kelompok refrensi), 1,4 (1,2 – 1,6), 1,9 (1,6 – 2,3), dan 1,6 (1,3 – 2,0) untuk bapak yang berusia kurang dari 25 tahun, 25 – 29 tahun, 30 – 34 tahun, 35 – 39 tahun, dan 40 tahun atau lebih, masing-masing.

PEMBAHASAN
   
Penelitian ini menemukan bahwa wanita dengan pasangan yang berusia 35 – 39 tahun atau 40 tahun atau lebih memiliki peningkatan aborsi alami sebagaimana dibandingkan dengan wanita yang hamil dari pria yang berusia lebih mudah dari 25 tahun. Hubungan dengan usia suami sangat signifikan, konsisten pada dua kumpulan data yang diambil 8–10 tahun secara terpisah. Temuan ini tidak tergantung pada usia wanita dan tidak dapat dijelaskan oleh pembaur diabetes, merokok, paritas, atau keguguran alami sebelumnya. Temuan lain dari penelitian ini sejalan dengan yang diperoleh dari penelitian-penelitian epidemiologi tentang keguguran-keguguran alami; ini mencakup efek kuat dari usia ibu dan hubungan yang lebih lemah dengan riwayat merokok ibu dan diabetes.
   
Pada penelitian prospektif yang dilakukan oleh Ford dkk, usia bapak disebutkan lebih mudah dari 35 tahun atau 35 tahun dan lebih. Ford dkk., menganalisis puluhan keterpaparan lingkungan dan kerja serta empat hasil kehamilan berbeda pada 585 pasangan. Hasil-hasil ini adalah hasil rerproduktif, kelahiran hidup, keguguran, dan ketidaksuburan. Efek yang mungkin karena adanya beberapa faktor yang berbeda diteliti untuk keguguran dan ketidaksuburan 9 bulan. Sembilan faktor diteliti untuk keguguran, dan pasangan-pasangan ditemukan memiliki nol sampai tujuh kasus dari faktor-faktor ini. Tingkat kehilangan kehamilan yang diamati berkisar antara 3,7% sapai 75% dengan peningkatan jumlah faktor tersebut. Deskripsi usia suami yang dikombinasikan dengan keterpaparan ganda dan hasil kelahiran mengurangi informasi spesifik yang dihasilkan tentang efek usia suami. Nybo Andersen dkk melakukan sebuah penelitian dengan menggunakan data dari 23.821 wanita dan mereka menemukan bahwa risiko kematian janin secara dini sedikit meningkat (rasio bahaya 1,38, 95% CI: 0,66-2,88) untuk bapak yang berusia 50 tahun atau lebih tetapi mirip untuk semua tingkat usia yang lain. Penelitian ini mencakup 124 bapak yang berusia 50 tahun atau lebih yang mana hanya 8 kehamilan yang menghasilkan kematian janin secara dini. Pengamatan mereka tidak signifikan secara statistik, kemungkinan karena didasarkan pada pengamatan hanya delapan kematian janin secara dini, dan para peneliti sendiri menuliskan bahwa penelitian mereka tidak disesuaikan untuk diabetes ibu atau efek paritas terhadap hubungan utama. Dengan menggunakan data dari 5.121 wanita, mereka menemukan bahwa risiko keguguran alami yang terkait dengan usia suami 35 tahun atau lebih adalah 1,27, dengan interval kepercayaan 95% 1,00–1,61. Penelitian yang dilakukan De la Rochebrochard dkk. membatasi fokusnya pada kehamilan terencana terakhir dan mengumpulkan data dari 3.174 wanita yang berasal dari Denmark, Jerman, Italia, dan Spanyol. Para peneliti ini membuat sebuah variabel usia orang-tua yang digabung untuk analisis dan melaporkan bahwa tingkat keguguran alami paling tinggi apabila kedua orang tua sudah lanjut usianya. Jika wanita berusia 35 tahun atau lebih dan pria berusia 40 tahun atau lebih, maka risiko keguguran akan lebih tinggi, dengan rasio ganjil (OR) 1,97 (95% CI 1,03 – 3,77) ketika membandingkan “zona risiko tinggi” dan “tertinggi” (“zona tinggi” didefinisikan oleh peneliti sebagai peningkatan risiko keguguran secara signifikan, dan “zona tertinggi” sebagai peningkatan utama risiko keguguran). Penelitian yang dilakukan oleh al-Ansary dkk menganalisis 452 kehamilan, dengan hanya 38 ibu yang berusia 35 tahun atau lebih. Konsekuensinya, para peneliti memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengontrol usia ibu pada saat menganalisis usia suami. Mereka melaporkan tidak ada hubungan signifikan antara keguguran alami dengan usia ibu dalam penelitian mereka. Akan tetapi, para peneliti ini tidak mengamati bahwa wanita yang melaporkan keguguran alami lebih sering menikah dengan suami yang berusia lebih dari 50 tahun (risiko relatif 2,4).
   
Kekuatan penelitian ini antara lain ukuran sampel yang besar dan data yang yang banyak, yang mana memungkinkan pertimbangan pembaur-pembaur potensial yang penting untuk tidak dimasukkan bersama dalam analisis-analisis yang lain. Pembaur ini mencakup variabel-variabel seperti diabetes yang diderita ibu, paritas, riwayat keguguran alami dan keguguran terpaksa, status sosioekonomi, dan untuk penelitian-penelitian retrospektif, interval sejak dari kehamilan pertama sampai wawancara. Sampel penelitian ini mencakup riwayat keguguran yang dilaporkan pada saat wawancara, bahkan jika keguguran tersebut terjadi sebelum seorang wanita mencari perawatan prenatal. Pertama, banyak wanita yang keguguran pada usia kehamilan dini, dan jika mereka keguguran sebelum memulai perawatan prenatal, mereka tidak akan tercakup dalam sampel penelitian yang hanya merekrut pada wanita yang mencari perawatan prenatal (seperti penelitian Nybo Andersen dan Slama). Sebagai contoh, dalam penelitian Slama dkk., wanita direkrut ketika mereka melakukan kunjungan prenatal pertama, tetapi dikeluarkan dari penelitian jika kehamilan berakhir sebelum wawancara. Kedua, wanita yang mengetahui kehamilan mereka secara dini pada trimester pertama dan menghubungi perawatan prenatal pada saat itu juga, sehingga kehilangan kehamilan secara dini dapat dijangkau oleh penelitian retrospektif, bisa berbeda dari populasi wanita yang umum.
   
Kelebihan lain dari penelitian ini adalah bahwa penelitian ini menelusuri kecenderungan pengaruh usia suami terhadap keguguran alami pada beberapa kategori usia suami. Temuan peningkatan yang bertahap untuk kemungkinan terjadinya keguguran alami dengan meningkatnya kategori usia suami memberikan dukungan yang cukup kuat tentang adanya hubungan antara usia suami yang sudah lanjut dengan keguguran alami yang meningkat. Lebih daripada itu, para ibu dalam kohort penelitian ini berasal dari latar belakang yang berbeda-beda; walaupun 98% adalah orang Yahudi, namun banyak yang merupakan imigran generasi pertama atau kedua dari negara-negara Islam di Asia Barat dan Afrika Utara, sedangkan yang lainnya berasal dari Eropa Tengah dan Eropa Timur. Perbauran latar belakang ini menjadikan hasil penelitian lebih berlaku secara umum.
   
Ketaatan beragama yang ekstrim dari para sampel, rendahnya kelahiran anak yang tidak sah, dan tingkat perceraian yang rendah dalam penelitian ini menjadikan paternitas lebih pasti pada beberapa kebudayaan yang lain. Dan juga, penelitian ini hanya mencakup wanita subur saja. Walaupun ini bisa menjadikan hasil penelitian kurang berlaku secara umum, namun ini juga bisa menghilangkan distorsi-distorsi potensial dari hubungan antara usia suami dan keguguran alami. Sebagai contoh, jika wanita yang memiliki kelainan anatomi uterin yang menghindari kehamilan potensial terdistribusi secara tidak merata diantara usia-usia suami ini maka dapat mengaburkan hubungan utama yang sedang diteliti.
   
Kekurangan penelitian-penelitian retrospektif tentang keguguran alami telah dirinci oleh Weiberg dkk. Kekurangan tersebut antara lain pelaporan kehamilan-kehamilan sebelumnya yang tidak akurat dan bias potensial yang diakibatkan oleh singkatnya interval dari kehamilan sebelumnya sampai wawancara pada mereka yang sebelumnya mengalami keguguran alami sebagaimana dibandingkan dengan yang sampai melahirkan anaknya. Ini karena banyak wanita yang mengalami keguguran alami cenderung ingin hamil lagi sampai mereka bisa melahirkan anaknya hidup-hidup, sedangkan Wanita yang melahirkan anak dengan selamat mungkin tidak ingin hamil lagi selama jangka waktu yang lama. Sehingga, pelaporan untuk kasus kemungkinan lebih tidak akurat dibanding pelaporan utnuk kontrol, karena interval yang kemungkinan lebih lama sejak kehamilan sebelumnya sampai pengumpulan data dalam penelitian. Kami menyesuaikan interval mulai dari kehamilan pertama sampai wawancara. Untuk pengaruh usia suami yang tidak pasti, pelaporan mungkin bisa dibiaskan oleh usia suami, dan tidak ada indikasi bahwa ini terjadi dalam penelitian ini.
   
Kekurangan lain dari rancangan penelitian ini adalah adanya kemungkinan kesalahan melaporkan keguguran yang disengaja sebagai keguguran alami. Kedua sub-kumpulan data menunjukan bahwa wanita pada kelompok kasus lebih besar kemungkinannya melaporkan keguguran yang disengaja (Tabel 2). Jika wanita kontrol melaporkan lebih banyak keguguran yang disengaja dibanding wanita kasus, maka seseorang bisa mempertimbangkan apakah kelompok kasus lebih sering salah melaporkan beberapa keguguran disengaja yang dialami sebagai keguguran alami. Karena bukan ini yang menjadi permasalahan, kami kurang memperhatikan sumber bias ini dalam penelitian. Disamping itu, di Israel pada saat wawancara pertama, keguguran yang disengaja banyak ditolerir dan bisa diperoleh informasinya dari para ahli ginekologi, banyak diantara mereka yang telah terlatih di Eropa Timur, dimana aborsi sudah dilegalkan dalam beberapa puluh tahun sebelum penelitian ini dilakukan. Pada kumpulan data kedua kami, kebanyakan kehamilan sebelumnya terjadi pada saat ketika aborsi sudah legal di Israel. Tidak ada pengurangan proporsi kehamilan yang dilaporkan sebagai keguguran alami antara kumpulan data pertama dan kedua; dengan demikian, kami tidak meyakini bahwa kumpulan data pertama dibiaskan untuk keguguran terpaksa yang dilaporkan sebagai keguguran alami.
   
Kekurangan potensial lainnya dari rancangan penelitian ini adalah bahwa kedua wawancara dilakukan pada saat yang berbeda; wawancara pertama dilakukan selama kehamilan, biasanya pada kunjungan antenatal pertama, sedangkan wawancara kedua selama beberapa hari postpartum pertama. Akan tetapi, hasil yang kami peroleh sesuai untuk kedua wawancara, meskipun disertai pertimbangan teoritis.
   
Penelitian ini memberikan dukungan kuat bagi hubungan antara usia bapak yang sudah lanjut dengan keguguran alami yang meningkat, dan temuan kami dalam penelitian ini didukung oleh penelitian-penelitian lain yang telah dipublikasikan. Kami menemukan peningkatan hubungan ini secara bertahap, dan kami menunjukkan bahwa hubungan ini terus berlangsung setelah dikontrol untuk usia ibu, riwayat merokok ibu, diabetes ibu, paritas, riwayat keguguran alami sebelum kehamilan pertama, dan interval mulai dari kehamilan pertama sampai wawancara. Usia suami yang sudah lanjut hanya menghasilkan sedikit peningkatan peluang terjadinya keguguran alami untuk pasangan tertentu. Meski demikian, karena melahirkan anak semakin banyak ditunda di masyarakat-masyarakat Barat, maka penelitian ini memberikan informasi penting bagi orang-orang yang sedang merencanakan keluarga mereka.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...