Saturday, January 30, 2010

Epidemiologi Molekuler Virus-Virus Dengue di Brazil

Perkembangan tehnik-tehnik baru dalam biologi molekuler telah memberikan kontibusi besar dalam berbagai bidang sains dan teknologi, termasuk bidang kesehatan. Kemungkinan untuk pementukan komposisi genom-genom mikroorganisme secara tepat telah melahirkan prospek-prospek baru untuk kajian-kajian epidmeiologi, yang memungkinkan karakterisasi molekuler dari sampel-sampel virus yang bersirkulasi dan pengetahuan tentang distribusi geografiknya.
   
Epidemiologi molekuler dari virus dengue (DEN) telah digunakan untuk menentukan asal-usul virus yang telah menyebabkan perjangkitan dan epidemik, khususnya dalam upaya untuk menentukan korelasi antara virulensi sampel dan dampak virus-virus ini terhadap populasi.

   
Penyebaran vektor nyamuk Aedes aegypti yang sudah begitu luas menjadikan dengue sebagai penyakit arbovirus manusia yang paling penting di dunia, dengan sekitar 2,5 milyar penduduk terpapar terhadap risiko infeksi di sekitar 100 negara yang beriklim tropis dan subtropis (Knudsen, 1996).
   
Infeksi dengan serotype apapun dari virus ini menyebabkan sebuah penyakit demam yang dikenal sebagai demam dengue (dengue klasik). Bentuknya yang parah, yang ditandai dengan kenampakan perdarahan dan/atau shock hypovolemic, disebut sebagai hemorragik dengue (DHF) atau sindrom shock dengue (DSS) dan terjadi pada sekitar 0,5% kasus (OMS, 1987). Perkiraan seluruh dunia menunjukkan 100 juga kasus dengue dan ratusan ribu DHF per tahun, tergantung pada aktivitas epidemik. Dari tahun 1981 sampai 1997, 24 negara di benua Amerika melaporkan kasus DHF yang ditemukan dengan pemeriksaan laboratorium (Gubler, 1998). Angka kematian untuk DHF/DSS di Amerika adalah 1,4%, walaupun banyak variasi (1 sampai 11,9%) yang dilaporkan dari satu negara ke negara lainnya (Pinheiro & Chuit, 1998).
   
Infeksi terdahulu dengan serotype tertentu dianggap sebagai faktor risiko untuk terjadinya DHF/DSS, walaupun kejadian kasus DHF/DSS primer menunjukkan bahwa virulensi viral bisa juga bertanggungjawab terhadpa variasi kenampakan klinis penyakit (Hlastead, 1970; Rosen, 1977; Thein., 1997).

Keanekaragaman Antigenik dan Genetik virus-virus dengue
   
Variasi virus-virus dengue pada awalnya diteliti dengan menggunakan tehnik-tehnik serologis yang menunjukkan perbedaan antigenik dan biologis antara sampel-sampel dari serotipe yang sama. Metode lain, seperti analisis antigenik menggunakan sebuah panel antibodi monoklonal, hybridisasi cDNA-RNA, hibridisasi menggunakan peptida sintetik dan analisis endonuklease restriksi dari produk RT-PCR (Vorndam dkk., 1994), menunjukkan variabilitas antigenik dan genetik diantara virus-virus dengue.
   
Penentuan pola “fingerprinting” untuk masing-masing serotipe dengue memungkinkan untuk analisis molekuler terhadap varian-varian genetik dalam masing-masing serotipe. Pada tahun 1990, istilah “topotipe” digunakan untuk mmendefinisikan varian-varian gen yang menunjukkan homologi pada sekurang-kurangnya 70% oligonukleotida lebih besar, yang mewakili sampel-sampel dari daerah geografik yang sama (Trent dkk, 1990).

Virus-Virus Dengue di Brazil
   
Masuknya Aedes aegypti  ke Brazil pada tahun 1977, pandemik virus DEN-1, dan dipekernalkannya virus DEN-4 di Amerika menandai munculnya kembali virus-virus DEN di Brazil. Pada tahun 1981, sampel pertama dari virus DEN-1 dan DEN-4 diisolasi pada sebuah perjangkitan di Boa Vista, Roraima (Osana dkk., 1983). Akan tetapi, nanti dari tahun 1986 dan seterusnya demam menjadi sebuah masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, dengan masuknya virus DEN-1 ke Negara bagian Rio de Jenerio dan penyebarannya ke negara-bagian lain di negara tersebut. (Schatzmayr dkk. 1986; Figueiredo, 1996).
   
Situasi ini diperburuk pada tahun 1990 dengan masuknya virus DEN-2 ke Rio de Janeiro (Nogueria dkk., 1990). Kesulitan dalam mengimplementa-sikan progrma pengendalian vektor di seluruh dunia telah menyebabkan meningkatnya penyebaran virus ini dan sebagai konsekuensinya meningkatkan kejadian epidemik di berbagai negara. Saat ini, 22 dari 26 Negara bagian Brazil telah melaporkan terjadinya epidemik dengue, dengan total sekitar 1.513.784 kasus; mulai dari sejak diperkenalkannya pada tahun 1986 sampai pekan epidemiologi ke-35 di tahun 1999, sirkulasi virus DEN-1 dan DEN-2 dikuatkan dengan analisis laboratorium dengan isolasi virus pada 16 negara. Pada tahun 1998, Brazil mewakili sekitar 85% kasus dengue yang terjadi di benua Amerika. 

Epidemiologi molekuler virus dengue di Brazil
   
Aktivitas virus DEN yang terus meningkat di Brazil pada tahun 1980an telah menyebabkan lahirnya Jaringan Diagnosa Dengue Nasional (Schatzmayr dkk. 1996), dengan pengimplementasian metode diagnostik primer, termasuk uji immunoenzimatis penangkapan antibodi spesifik (Mac-Elisa), serologi rutin, dan penggunaan klon sel Aedes albopictus C6/36 dan antibodi monoklonal untuk pengisolasian virus.
   
Pengaplikasian metode-metode ini sercara luas, yang menggunakan sera dari pasien, menghasilkan ratusan sampel virus DEN-1 dan DEN-2, satu-satunya yang bersirkulasi di negara tersebut dalam 12 tahun terakhir.
   
Analisis pada awalnya dilakukan terhadap fragmen-fragmen genom dari virus-virus DEN-1 dan DEN-2 yang diisolasi dari Rio de janeiro, dengan menggunakan endonuklease restriksi pada enzim Hae III. Pengamatan ini dapat diaplikasikan secara langsung untuk penentuan virus-virus yang bersirkulasi, mengidentifikasi genotip Caribbean dan Jamaica masing-masing untuk virus DEN-1 dan DEN-2. Hasil-hasil ini dikuatkan oleh pengujian sekuensi parsial untuk sebuah fragmen pengkodean gen untuk protein E, antara nukleotida-nukleotida 85 dan 282, setelah extensi dan penguatan dengan transkripsi terbalik diikuti oleh reaksi rantai polimerase (RT-PCR)/ Perbandingan virus-virus DEN-2 yang diisolasi di Rio de Jenerio (dua sampel diperoleh dari kasus dengue klasik dan satu sampel diisolasi dari kasus fatal) menunjukkan urutan nukleotida yang sama, dengan demikian tanpa identifikasi penanda untuk virulensi di daerah yang diteliti (Deubel dkk., 1993).
   
Fase kedua mencakup pengurutan area yang dicakup antara nukleotida 1685 dan 3504 dalam protein gen E dari sampel virus DEN-2 yang diisolasi di Rio de Jeneiro, Ceara, Bahia, dan Alogoas, untuk mengamati genotip-genotip yang bersirkulasidi Brazil pada tahun 1990-1995. Analisis hasil-hasil ini, seperti ditunjukkan pada Gambar 1, menguatkan asal usul virus DEN-2 yang bersirkulasi di Brazil dan mengidentifikasi keberadaan satu genotipe saja (Jamaica) seperit pada tahun 1995, yang menunjukkan penyebaran virus ini dari Rio de Jenerio ke daerah lain. Juga ada keseragaman sampel, yang mengalami beberapa modifikasi dari tahun ke tahun dimana mereka bersirkulasi dalam negara. Sampel-sampel yang diisolasi di Rio de Jenerio pada tahun 1995 merupakan satu-satunya yang mengalami banyak perubahan pada basa asam nukleatnya, yang mencerminkan evolusi virus DEN-2 sejak masuk ke kawasan tersebut. Di Brazil, infeksi oleh virus-virus yang memiliki pola klinis berbeda, pada prinsipnya terkait dengan keparahan penyakit. Pada daerah dimana virus DEN-2 merupakan infeksi utama, seperti di Bahia dan Espirito Santo, gambaran klinis sangat mirip dengan dengue klasik, dengan exanthema yang sering, pruritis, dan beberapa kasus parah. Akan tetapi, di daerah lain, dimana virus DEN-2 bersirkulasi setelah epidemik ekstensif yang disebabkan oleh DEN-1, seperti di Rio de Jenerio, Ceara, Pernambuco,dan Rio Grande do Norte, peningkatan jumlah kasus parah diamati. Dimulai dengan masuknya virus DEN-2 pada tahun 1990, sebanyak 754 kasus DHF/DSS dilaporkan, dengan 34 kematian, seperti pada pekan epidemiologi ke-39, dan diyakini bahwa ada lebih banyak kasus yang tidak disebutkan secara resmi.
   
Melalui analisis genomik, kita bisa merekonstitusi evolusi yang mungkin dari virus. Untuk virus-virus DEN, varian-varian diperkirakan untuk beberapa subtipe yang muncul pada 200 tahun terakhir dan terkait dengan pertumbuhan populasi dan kondisi-kondisi ketidakseimbangan ekologis di daerah tersebut.
   
Dengan opsi yang terbatas untuk pencegahan dan pengendalian epidemik dengue, bukan hanya karena kurangnya vaksin tetravelen untuk pengaplikasian skala besar tetapi juga kesulitan dalam memberantas vektor nyamuk, maka epidemiologi molekuler telah menjadi bagian tak terpisahkan untuk mengidentifikasi varian-varian genetik yang lebih virulen yang berpotensi dapat menyebabkan bentuk-bentuk penyakit yang lebih parah.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...