Monday, April 5, 2010

Pemasangan Implant Gigi pada Pasien Diabetes: Sebuah Penelitian Retrospektif

Para pasien diabetes sudah umum dianggap sebagai kandidat untuk pemasangan implant gigi. Penelitian ini melaporkan hasil dari pemasangan implant pada 34 pasien penderita diabetes yang dirawat dengan 227 implant Branemark. Pada saat pembedahan tahap kedua, sebanyak 214 dari implant tersebut telah berpadu dengan tulang, dengan tingkat ketahanan 94,3%. Hanya satu kegagalan yang diidentifikasi diantara 177 implant yang ditindaklanjuti sampai restorasi akhir, tingkat ketahanan klinis 99,9%. Screening untuk diabetes dan upaya untuk memastikan bahwa kandidat implant dikontrol secara metabolic, direkomendasikan untuk meningkatkan peluang keberhasilan perpaduan dengan tulang. Perlindungan antibiotik dan penghindaran merokok harus dipertimbangkan.

Kata kunci : implant gigi, diabetes, perpaduan-tulang, prostesa implant

Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan kronis utama di dunia. Di Amerika Serikat saja, penyakit metabolic ini mengenai sekitar 15,7 juta penduduk, 5.9% dari populasi total. Diantara pria dan wanita yang berusia lebih dari 65 tahun, dimana tingkat edentulisme paling tinggi, diperkirakan 18,45 penduduk memiliki beberapa bentuk penyakit ini.
   
Sebagai sebuah sindrom kompleks dengan lebih dari satu penyebab, diabetes bertanggungjawab untuk berbagai komplikasi yang mempengaruhi seluruh tubuh. Dalam lingkungan mulut, diabetes terkait dengan xerostomia, kadar glukosa saliva yang meningkat, pembengkakan kelenjar parotid, dan kejadian karies yang meningkat. Pasien diabetes dewasa juga mengalami risiko 2,8 sampai 3,4 kali lebih tinggi untuk mengalami periodontitis dibanding pasien non diabetes. Walaupun ada beberapa bukti yang saling bertentangan, namun para pasien diabetes terlihat lebih rentan terhadap infeksi. Penyembuhan setelah pembedahan pada pasien diabetes terjadi lebih lambat, sehingga dapat menyebabkan komplikasi pada jaringan seperti terjadinya nekrosis jaringan. Lebih lanjut, penelitian pada hewan menunjukkan bahwa diabetes yang diakibatkan oleh stretptozocin dapat mengganggu proses perpaduan tulang (osseointegration).
   
Karena pertimbangan-pertimbangan ini, diabetes terkadang dianggap sebagai sebuah kontraindikasi untuk penggunaan implant gigi. National Institute of Health Consensus Development Conference Statement on Dental Implants menghentikan rekomendasi untuk hal tersebut, meski tetap memasukkan “penyakit yang melemahkan atau penyakit tidak terkontrol” dan “kondisi-kondisi, penyakit-penyakit, atau pengobatan yang dapat menghalangi penyembuhan” dalam daftarnya tentang kontraindikasi untuk implant gigi.
   
Akan tetapi, kekhawatiran yang terus meningkat tentang risiko kegagalan implant pada pasien diabetes, telah menyadarkan banyak orang tentang manfaat yang diberikan oleh implant-implant gigi modern. Sejak pertama kali dibuat pada tahun 1960an dan diperdagangkan 20 tahun kemudian, implant menjadi sebuah solusi yang lebih baik bagi penggantian gigi tanggal dibanding alat-alat tradisional lainnya. Karena implant ini melekat langsung pada tulang, maka tentu akan memberikan stabilitas lengkap, berbeda dengan alternatif-alternatif penggantian gigi tradisional seperti gigi tiruan. Implant juga dapat meminimalisir resorpsi tulang dan atrofi, dimana kondisi-kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan wajah dan kenampakan seperti penuaan dini. Penelitian-penelitian menunjukkan tingkat ketahanan implant yang mendukung overdentur mandibular sebesar 95% selama lima tahun, dan penelitian juga telah menunjukkan fungsi pengunyahan yang membaik serta kepuasan menyeluruh pada pasien-pasien implant.
   
Sejak tahun 1982, pasar dunia untuk implant berkembang menjadi sekitar $450 juta. Sebuah survei trend yang dilakukan pada tahun 1998 dalam Journal Dental Products Report melaporkan bahwa >50% ahli-bedah mulut dan ahli-periodontis melaporkan mengganti lebih banyak implant pada tahun 1997 dibanding pada tahun sebelumnya.
   
Di saat yang sama, pada saat teknik penatalaksanaan diabetes telah berkembang, banyak bukti yang menunjukkan bahwa pasien-pasien diabetes yang mengontrol penyakitnya secara efektif memiliki risiko yang lebih rendah untuk mengalami berbagai komplikasi kesehatan dibanding pasien yang tidak terkontrol. Sebagai contoh, telah ditunjukkan bahwa pasien diabetes yang terkontrol dengan baik merespon baik terhadap terapi periodontal dan memiliki komplikasi sistemik yang lebih kecil dibanding pasien diabetes yang tidak dikontrol. Sebelum insulin eksogen ditemukan, kejadian karies pada pasien diabetes cukup tinggi; tapi sejak terapi insulin umum dilakukan, kebanyakan penelitian tidak dapat lagi menunjukkan kejadian karies yang meningkat pada pasien-pasien yang diobati. Demikian juga, tingkat infeksi terlihat lebih buruk pada pasien diabetes yang tidak terkontrol.
   
Kesadaran akan perbedaan seperti ini telah menghasilkan keterbukaan yang lebih besar terhadap gagasan bahwa pasien diabetes bisa menjadi kandidat yang baik untuk pemasangan implant gigi. Beberapa penelitian secara langsung telah membahas hal ini beberapa tahun terakhir dan memberikan data pendahuluan yang cukup menjanjikan. Pada tahun 1998, Kapur dkk., membandingkan 37 pasien diabetes yang memakai over-dentur mandibular yang bisa dilepas dengan 52 pasien yang didukung oleh implant dan menyimpulkan bahwa implant bisa berhasil digunakan pada pasien-pasien diabetes dengan tingkat kontrol metabolic yang rendah sampai menengah. Sebuah penelitian pada tahun 1994 menemukan tingkat keberhasilan implant sebesar 92,7% untuk pasien diabetes Tipe II dengan kontrol glukosa yang wajar. Artikel ini melaporkan tentang hasil-hasil yang diperoleh oleh para peneliti setelah memasang 227 implant pada 34 pasien diabetes.

Metode dan Bahan
   
Populasi penelitian (Tabel 1) mencakup 17 pria dan 17 wanita yang berusia antara 34 sampai 79 tahun. Usia rata-rata adalah 62,1 tahun (Standar Deviasi 11.4). Dua dari subjek, pria dan wanita, adalah perokok. Status diabetes pada umumnya ditentukan dari riwayat kesehatan pasien atau wawancara pribadi. Semua pasien diberi pertanyaan tentang bagaimana penyakit mereka diobati, dam semuanya diminta untuk melakukan kontrol metabolic yang optimal pada saat pemasangan implant. Disamping itu, dilakukan pemberian antibiotik spektrum-luas selama 10 hari untuk semua subjek pada saat pembedahan.
   
Antara April 1987 dan Mei 1998, subjek-subjek penelitian diperlakukan dengan total 277 implant, rata-rata 6,7 implant per orang. Tabel 2 menunjukkan distribusi anatomi implant. Hampir semua implant yang dipasang adalah implant Branemark System. Panjang implant berkisar antara 7,0 sampai 20,0 mm. Sekitar 190 panjangnya antara 10 sampai 18 mm. Tabel 3 menunjukkan rincian tentang distribusi implant menurut panjang.
   
Dari 227 total implant, 91 diantaranya dipasang pada tempat pencabutan yang masih baru. Sisanya 136 implant dipasang pada osteotomi yang dibentuk dengan tehnik pengeboran standar. Empat dari 227 implant dimuati langsung setelah pemasangan, semuanya pada pasien yang sama. Pasien ini dipasangkan secara simultan 11 implant lain yang tidak dimuati secara langsung. Okulasi tulang dimanfaatkan pada 31 dari 227 tempat.
   
Sebanyak 30 dari 34 pasien awal ditindaklanjuti melalui pembukaan (uncovering) dan restorasi akhir dari 177 implant. Periode penyembuhan antara pembedahan tahap pertama dan kedua berkisar antara 0 sampai 15,5 bulan, dimana 5,9 bulan adalah periode penyembuhan rata-rata per implant.

Hasil
   
Selama pembukaan (uncovering), 214 dari 277 implant ditemukan tidak berpadu dengan tulang, tingkat keberhasilan hanya 94,3%. Dari tiga belas implant yang gagal, empat diantaranya terjadi di setiap dua pasien (non-perokok), dua terjadi pada satu pasien (juga non-perokok), dan satu terjadi pada setiap dari tiga pasien. Dari yang terakhir ini, satu diantaranya adalah perokok.
   
Dari empat implant yang dipasang langsung, tiga diantaranya gagal. Pada pasien yang sama, sebuah implant kedua yang tidak dipasang langsung juga gagal.
   
Enam dari 13 kegagalan beda terjadi pada rahang posterior, empat pada maxilla posterior, dua pada maxilla anterior, dan satu pada rahang anterior. Tabel 4 merangkul lokasi, diameter, panjang, dan periode penyembuhan dari semua implant yang gagal.
   
Dari 31 tempat yang diokulasi, satu (3,2%) gagal. Tulang autogenous, Grafton Gel (Musculoskeletal Transplant Foundation, Holmdel, NJ), dan sebuah membran juga digunakan pada tempat ini.
   
Dari 177 implant yang ditindaklanjuti sampai restorasi akhir, satu kegagalan diidentifikasi; sebuah kegagalan hanya bernilai 0,06%. Implant ini, yang pada awalnya dipasang pada sebuah tempat yang terokulasi dalam maxilla kiri direstorasi 5 bulan kemudian, memiliki diameter 3,75 dan panjang 10 mm. Penyebab kegagalan kemungkinannya adalah overload oklusal yang diakibatkan oleh bruxisme. Tabel 5 menunjukkan hasil-hasil yang dicapai oleh pasien pada setiap tahapan.

Pembahasan
   
Walaupun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hasil yang baik bisa dicapai dengan implant Branemark yang dipasang pada pasien diabetes, namun tindakan-tindakan pencegahan tertentu bisa meningkatkan kemungkinan keberhasilan, diantaranya :

1)Screening yang layak sangat diperlukan. Sebuah riwayat kesehatan komprehensif harus diperoleh dari setiap kandidat yang akan menjalani terapi implant, dengan perhatian diberikan pada masalah-masalah sistemik dasar. Jika pasien memiliki riwayat diabetes, maka informasi tambahan harus diperoleh tentang pengobatan yang dijalaninya sekarang ini.

2)Jika konrol metabolic pasien diabetes tidak layak secara klinis, maka akan sangat baik jika kita menunda terapi implant sampai kontrol yang lebih baik dicapai.

3)Dokter harus menekankan kepada pasien tentang pentingnya mengkonsumsi semua obat diabetes pada hari-hari selama pembedahan dan mempertahankan kadar kontrol metabolic yang layak selama periode penyembuhan

4)Pemberian antibiotik spektrum-luas selama 10 hari harus dimulai pada hari dilakukannya bedah untuk mengurangi risiko infeksi.

5)Dampak merokok yang berbahaya terhadap implant yang tidak berpadu dengan tulang juga telah ditemukan.
Walaupun hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien diabetes yang merokok bisa sukses dengan implant gigi, namun penulis meyakini bahwa kombinasi antara merokok dan diabetes bisa meningkatkan risiko kegagalan implant. Untuk alasan inilah, pasien-pasien diabetes yang merokok harus didorong untuk memasuki sebuah program pemberhentian merokok sebelum bedah implant.

Kesimpulan
   
Implant-implant gigi menawarkan manfaat yang signifikan yang memerlukan agar implant ini dipertimbangkan untuk pengobatan pasien, termasuk jumlah pasien diabetes mellitus yang semakin meningkat. Walaupun diabetes yang tidak terkontrol telah terbukti mengganggu berbagai aspek proses penyembuhan, namun hasil dari penelitian retrospektif ini menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan yang tinggi dapat dicapai apabila implant gigi dipasang pada pasien diabetes yang penyakitnya terkontrol.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...