Saturday, January 2, 2010

Alloy-Alloy Casting : Material dan “Efek Klinis”

Diperkirakan bahwa 96% orang dewasa di Amerika Serikat yang berusia antara 18 sampai 65 tahun memiliki satu atau lebih gigi berkaries atau gigi yang ditambal, dengan rata-rata hampir 10 gigi decay atau gigi tertambal untuk masing-masing orang dewasa (Miller dkk., 1987). Perawatan yang paling baik untuk gigi karies, untuk mencegah ketanggalan dan merestorasi fungsi pengunyahan, seringkali melibatkan pemakaian restorasi-restorasi gigi tuang. Paper ini akan membahas tentang komposisi kimiawi alloy-alloy gigi logam dasar dan logam mulia dan, berdasarkan pada data dari sebuah penelitian klinis selama 10 tahun (morris dkk., 1986), akan merangkum perilaku klinis dari alloy dengan “formulasi-formulasi representatif”. “Logam mulia” menunjuk pada logam-logam yang memiliki ketahan yang tinggi terhadap oksidasi dan reaksi kimia. Perak tidak dianggap logam-mulia dalam konteks alloy gigi tuang. “Logam murni” merupakan logam yang memiliki nilai ekonomis. Asosiasi Dental Amerika telah menyatakan bahwa “logam semi-murni” tidak bisa digunakan dalam kedokteran gigi karena belum ada definisi yang telah disepakati (ADA, 1984). “Logam Dasar” menunjuk pada unsur-unsur logam yang secara kimia reaktif terhadpa lingkungannya (Philips, 1991).



Jenis-Jenis Alloy Gigi
   
Alloy gigi bisa dikelompokkan baik sebagai alloy logam-mulia (berbasis emas dan palladium) atau sebagai alloy logam dasar (berbasis nikel dan kobalt). Komponen utama (>10%) dan komponen kecil <10%) dari jenis-jenis alloy yang berbeda ini ditunjukkan pada Tabel 1-4.

Alloy Logam-Mulia

Alloy Berbasis-emas/Logam-Mulia.
   
Alloy-alloy yang berbasis emas/logam-mulia (Tabel 1) memiliki riwayat pemakaian terlama dalam kedokteran gigi dan “standar” dengan mana alloy-alloy lain biasanya dibandingkan. Alloy-alloy ini digunakan untuk pembuatan inlay, mahkota, gigi-tiruan parsial cekat, dan restorasi keramik logam (PFM). Emas dapat menambahkan ketahanan korosi, kastabilitas yang baik, duktilitas yang baik, dan warna kuning keemasan yang berbeda. Perak dapat mengurangi kepadatan, perlahan-lahan memutihkan warna alloy jika ditambahkan dalam jumlah meningkat, dan mengimbangi warna merah dari tembaga. Pada alloy PFM, perak bisa merubah warna veener porselin. Tembaga dapat memperkuat alloy-alloy yang berbasis emas (AuCu3). Palladium dan platinum dapat meningkatkan suhu casting, kekuatan, dan ketahanan korosi alloy (Tuccilo dan Nielson, 1971). Palladium dapat mengurangi biaya dan meningkatkan kekakuan dan resistensi kelonggaran dari alloy PFM (Moffa, 1983). Zink (runut/sedikit) dapat meningkatkan kastabilitas (Raub dan Ott, 1983) dan membentuk senyawa inter-logam (emas) untuk mengeraskan alloy (Labarage dan Treheux, 1979). Besi dapat meningkatkan sifat-sifat mekanis dan, pada alloy PFM, meningkatkan ketahanan terhadap kelonggaran (Kojima dan Øilo, 1979). Timah bertindak sebagai elemen pengikat pada alloy PFM dan sebuah agen pengeras pada alloy palladium-emas (Jerman, 1979). Iridium bertindak sebagai penyaring butiran pada alloy PFM yang berbasis emas (Raub dan Ott, 1983). Indium berfungsi sebagai agen pengikat pada alloy  PFM (Espevik dan Øilo, 1979).

Alloy-alloy yang berbasis palladium/logam-mulia
   
Alloy-alloy yang berbasis palladium/logam-mulia (Tabel 2) dengan perak telah tersedia sejak tahun 1974 (Tuccilon, 1977). Pada awal tahun 1980an, ada peningkatan formulasi yang berbasis palladium dengan jumlah perak yang berkurang. Mereka digunakan utamanya untuk pembuatan restorasi-restorasi PFM. Akan tetapi, berbagai alloy tipe IV yang ekstra keras  bisa digunakan untuk inlay cast, mahkota, gigi-tiruan parsial cekat, dan gigi-tiruan parsial removable (RPD). Palladium dapat mengurangi biaya alloy meski meningkatkan kekuatan, kekakuan, dan ketahanan kelonggaran (Moffa, 1983). Koefisien ekspansi termal meningkat dengan penambahan perak (Kollmannsperger dan Helfmeier, 1983). Indium dan/atau timah bisa ditambahkan untuk meningkatkan ikatan dengan veneer porselin. Gallium dapat memberikan kontribusi bagi mikrostruktur yang homogen. Ruthenium digunakan utamanya sebagai sebuah penyaring butiran. Alloy-alloy yang berbasis palladium juga menyerap sedikit karbon sehingga meningkatkan kerapuhan alloy (Eichner, 1983). Porositas gas (gas CO) bisa terjadi setelah alloy didinginkan. Alloy-alloy palladium-perak sedikit lebih sulit dituang (McLean, 1983).

Alloy Logam Dasar
   
Alloy logam dasar (Tabel 3 dan 4) pertama kali diperkenalkan ke dalam kedokeran gigi untuk pembuatan RPD pada awal tahun 1930. Selanjutnya, aloy-aloy ini telah banyak menggantikan alloy-alloy yang berbasis logam-mulia untuk RPD. Alloy RPD yang paling berhasil adalah alloy yang berbasis kobalt-kromium (Tabel 3) dan nikel-kromium (Tabel 4). Juga telah terjadi peningkatan pemakaian alloy “logam dasar” untuk mahkota, gigi-tiruan parsial cekat, dan restorasi PFM yang kurang mahal sebagai akibat dari meningkatnya harga emas dan alloy casting gigi yang mengandung emas pada tahun 1970an.

Alloy-alloy yang berbasis logam-dasar/Kobalt
   
Alloy-ally yang berbasis logam-dasar/kobalt (Tabel 3) digunakan utamanya dalam pembuatan RPD. Beberapa perusahaan (misalnya J.F. Jelenko, Dentsply) memasarkan alloy-alloy yang berbasis kobalt untuk restorasi PFM. Kobalt dapat memberikan kekuatan, kekerasan, dan ketahanan korosi. Kromium memberikan kekerasan dan resiliensi dan meningkatkan ketahanan korosi ketika ditambakan dalam jumlah sekurang-kurangnya 16 wt%. Nikel dapat meningkatkan ductilitas (Asgar dan Peyton, 1961) meski dapat mengurangi titik lebur dan kekerasan (Asgar dan Allan, 1968). Kandungan karbon dari alloy-alloy ini sangat penting. Alloy-alloy ini hanya sedikit larut dalam larutan padat kobalt-kromium dan terdapat utamanya sebagai karbida kromium, kobalt, atau molybdenum yang terdispersi, yang meningkatkan kekuatan dan kekerasan alloy (Tesk dan Waterstrat, 1985). Mangan adalah sebuah reduktor. Tungsten dapat membantu mengurangi pembentukan zona-zona yang kekurangan kromium.

Alloy yang berbasis logam-dasar/Nikel
   
Alloy yang berbasis logam-dasar/nikel (Tabel 4) digunakan utamanya untuk restorasi RPD dan PFRM. Nikel menghasilkan sebuah alloy yang lebih halus dan dapat mengurangi titik lebur. Aluminium (Ni3Al) dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan. Karbon bisa ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan tapi juga meningkatkan kerapuhan. Beryllium dapat mengurangi titik lebur dan ketahanan korosi (Lee dkk., 1985) meski dapat meningkatkan kastabilitas dan ikatan. Titik lebur yang lebih rendah juga dapat memberikan permukaan casting yang lebih halus yang memerlukan sedikit penyelesaian. Boron dapat mengurangi titik lebur alloy (Haudin dan Perrin, 1981). Titanium dan Mangan meningkatkan kekebalan terhadap korosi (Meyer, 1977) dan berfungsi sebagai agen pengikat (Espevik dan Øilo, 1979). Besi dapat meningkatkan kekuatan (Meyer dkk., 1979). Kobalt dapat meningkatkan kekerasan. Tembaga dapat meningkatkan ketahanan korosi (Bui dan Dabosi, 1981). Gallium dapat meningkatkan kastabilitas (Kollmannsperger dan Helfmeier, 1983). Molybdenum dapat meningkatkan ketahanan korosi (Lee dkk., 1985). Timah dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan (Ando dan Nakayama, 1983).

EFEK KLINIS/ALLOY RPD
   
Telah banyak pengalaman klinis dengan alloy RPD yang menunjukkan bahwa tidak ada efek samping berbahaya; juga belum ada penelitian yang menunjukkan adanya bahaya tersebut.

MANIFESTASI KLINIS
   
Pada tahun 1980, sebuah penelitian klinis 10-tahun yang komprehensif dilakukan (VA Cooperative Studies #147) untuk meneliti alloy-alloy dengan “komposisi kimia representatif” yang mencakup Olympia (Au-Pd), W-1 (Pd-Ag), ticon (berbasis Ni-Cr dengan Be), Micro-Bond N/P2 (berbasis Ni-Cr dengan Ga), dan Ceramalloy II (Ni-Cr). Penelitian ini dilakukan pada enam Pusat medis Veteran, dengan 20 peneliti klinis/dasar dan lebih dari 600 pasien (2400 unit restorasi). Dalam penelitian tersebut digunakan sebuah perbandingan berpasangan. Data pendahuluan (72 bulan) (Morris dkk., tidak dipublikasikan) menunjukkan hal-hal berikut :

1)Jumlah casting/pembuatan-ulang per restorasi: Olympia (Oly) = 1.1; W-1 = 1.2; Ticon (Tic) = 1.2; Ceramalloy II (CeramII) = 1.1; dan Micro-Bond N/P2 (MicN/P2) = 1.3.
2)Biaya total per uni: Oly = $54.91; W-1 = $31.48; dan logam dasar $20,58 (rata-rata).
3)Perubahan kualitas secara keseluruhan: Oly = -0,48; W-1 = -0,75; Tic = -0,41; CeramII = -0,73; dan MicN/Ps = -0,66 (berubah -1,00 unit, pada skala lima dimana 5 = terbaik dan 1 = terburuk; dianggap oleh kelompok penelitian signifikan secara klinis).
4)Kerusakan porselin: Oly = -0,16; W-1 = -0,41; Tic = -0.25; MicN/Ps = -0,31; dan CeramII = -0,68 (berubah -1,00 unit, pada skala lima point, dianggap sgnifikan secara klinis).
5)Perubahan permukaan logam: Oly = -0.69; W-1 = -0.72; Tic = -0.32; CeramII = -0.27; dan MicN/Ps = -0.49 (perubahan -1.00 unit, pada skala lima, dianggap signifikan secara klinis; perubahan seperti nampaknya terkait dengan kekerasan.
6)Persentase pemindahan/kegagalan: 6% dari semua restorasi yang disemen (semua restorasi yang dikeluarkan dianggap “gagal”).
7)Pemindahan/Kegagalan untuk masing-masing alloy: Oly = 4%; W-1 = 7%; Tic = 8%; MicN/Ps = 5%; dan CeramII = 13%.
8)Penyebab pemindahan/kegagalan; sekitar 60% terkait tidak dengan material tapi dengan kesalahan teknis/pembuatan.
9)Indeks plak: sedikit lebih tinggi untuk gigi-gigi yang direstorasi dibanding kontrol periodontal yang “tidak direstorasi”.
10)Indeks gingiva: sedikit lebih tinggi untuk gigi yang direstorasi dibanding kontrol periodontal yang tidak direstorasi.
11)Kedalaman poket: sedikit lebih tinggi untuk gigi yang direstorasi dibanding kontrol periodontal yang tidak direstorasi.
12)Kelonggaran sebuah perlekatan; sedikit lebih besar untuk gigi yang direstorasi ketimbang kontrol periodontal yang tidak direstorasi.
13)Beberapa pasien sensitif terhadap nikel: semua pasien diuji-patch untuk sensitifitas nikel, kromium, dan kobalt setiap tahun selama lima tahun. Tidak ada pasien yang sensitif karena restorasi gigi logam dasar.

SARAN-SARAN UNTUK PENELITIAN SELANJUTNYA
   
Sebuah pusat penelitian yang komprehensif, efektif-biaya, dan  klinis ilmiah perlu dibentuk mengatasi berbagai pertanyaan yang muncul di seputar material restorasi dan implant gigi. Pusat penelitian ini akan melibatkan berbagai upaya terkoordinasi baik dari peneliti dasar maupun dari peneliti klinis dan akan memfokuskan penelitian pada (1) peningkatan sensitifitas instrumentasi penelitian klinis dan metodologi-metodologinya, (2) penentuan efek jangka-panjang “material” terhadap kinerja klinis yang mendukung dan yang tidak mendukung, (3) penentuan sifat-sifat yang diperlukan untuk keberhasilan klinis, dan (4) pengidentifikasian “uji-uji in vitro” yang secara akurat memprediksikan keberhasilan klinis. Penelitian ini akan meningkatkan efektifitas-biaya dan produktivitas material-material baru, dan dapat memastikan keamanan jangka-panjang dari material-material restorasi yang baru dan yang ada sekarang.

No comments:

Post a Comment

Hubungan Indonesia-Australia di Era Kevin Rudd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang     Pada tanggal 3 Desember 2007, pemimpin Partai Buruh, Kevin Rudd, dilantik sebagai Perdana Menter...